Pancasila akhir-akhir ini sedang diuji bukan karena mampu menangkal bahaya komunis, melainkan maraknya gerakan-gerakan radikal. Untunglah gerakan radikal jumlahnya tidak banyak, hanya digerakan segelintir orang saja. Tetapi berkat pemberitaaan media massa maupun elektronik, menyebabkan menjadi perdebatan para pakar maupun masyarakat Indonesia.
Kalau ditelusuri maraknya gerakan radikal itu disebabkan oleh adanya Barisan Sakit Hati (BSH) terhadap kenyataan bahwa hasil pembangunan hanya mementingkan fisik tanpa mengindahkan pembangunan mental spiritual. Pemerintah yang terlalu bermesraan dengan Amerika Serikat, sehingga Barisan Sakit Hati ini berusaha mencari solusi yang menurut kelompok mereka dianggap paling final.
Untuk melakukan sosialisasi gerakan ini, mereka tidak mungkin melalui diskusi-diskusi secara terbuka. Namun melalui kajian-kajian tertutup. Artinya untuk bisa masuk menjadi anggota jamaah ini harus melalui perantara orang dalam. Perantara-perantara pada umumnya adalah mendapat tugas mencari calon korban dengan mengajak mereka menjadi jamaah pengajian.
Salah seorang mahasiswi perguruan tinggi di Yogyakarta, berhasil ditangkap oleh jajaran Polres Sleman, setelah mendapat laporan dari tetangga kos yang berada di Karangmalang. Berdasarkan laporan dari Kepolisian  Sleman, mahasiswi itu beroperasi di 4 perguruan tinggi di Yogyakarta. Bahkan sudah memberangkatkan ke Jakarta dua kelompok pengajian. Mahasiswi perantara itu adalah anggota Negara Islam Indonesia (NII).
Menurut pengakuan Nus Chasanah  salah seorang mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta, pengajian-pengajian model NII tidak sembarang tempat pelaksanaannya. Biasanya pindah-pindah dan menempati kos-kosan yang salah satu penghuninya sudah menjadi anggotanya. Khusus bagi anggota yang sudah di sumpah, wajib mencari para anggota baru dan harus membayar uang dalam jumlah tertentu sesuai usia dosa yang telah diperbuat. Sayangnya Nur Chasanah ketika dimintai keterangan bagaimana cara merekrut anggota NII tidak bisa menjelaskan. Dia mengetahui keberadaan NII di sekitar kampusnya berasal dari teman-temannya.
Untungnya penulis mempunyai teman yang pernah mengikuti pengajian-pengajian serupa di salah satu perguruan tinggi di Kota Semarang. Namanya Irfan, menurutnya pengajian yang pernah dia ikuti ternyata berbeda dengan pengajian-pengajian pada umumnya. Kebanyakan pembahasan pengajian memfokuskan pada isyu-isyu menganai dunia Islam dengan Amerika, perjuangan melawan zionis, awas terhadap orang kafir, mengkritisi kebobrokan pemerintah, banyaknya korupsi yang dilakukan oleh umat Islam, dan upaya melaksanakan syariat Islam. Irfan menegaskan khusus untuk syariat Islam hanya sebatas wacana.
Irfan menambahkan, pengajian seperti itu justru akan menimbulkan bumerang bagi para anggota yang sejak kecil tanggung dalam memahami ajaran Islam. Doktrin-doktrin yang disampaikan ulama yang sudah diplintir diterima mentah-mentah sehingga secara tidak sadar para anggota yang demikian ini tercuci otaknya. Irfan sendiri selamat dari doktrin karena orangnya sudah mempunyai dasar Islam yang baik. Terbukti ketika doktrin itu dipaksakan Irfan selalu mengajak berdebat dan akhirnya keluar dari jamaah pengajian itu.
Para anggota yang sudah tercuci otaknya menurut penulis disebut Barisan Sakit Hati. Barisan Sakit Hati, biasanya mudah sekali diprovokasi oleh pimpinan kelompok untuk melakukan tindakan anarkis. Asal tidak sama dengan kepentingan kelompok mereka dianggap kafir dan layak dihancurkan.
Gerakan radikal
Menurut Azumardi Azahra Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, munculnya gerakan radikal di kalangan pelajar  maupun mahasiswa  perlu diwaspadai. Karena mereka terbilang labil sebingga kemungkinan besar mudah dipengaruhi. Misalnya ada seorang pelajar atau mahasiswa tidak suka terhadap kegiatan ekstra sekolah atau kampus, justru yang perlu mendapat perhatian. Mengapa demikian? Karena tingkat kematang berpikir pelajar maupun mahasiswa sangat terbatas. Ketika mempertimbangkan untuk memilih kegiatan ekstra sekolah atau kampus biasanya perlu konselor. Malah ada juga yang salah konselor sehingga di antara mereka ada yang masuk menjadi anggota gerakan radikal.
Para anggota gerakan radikal setiap kali apabila akan melakukan gerakan biasanya mereka mengistilahkan dengan pengajian. Seperti kasus kerusuhan akibat penistaan agama di Temanggung, sebelum mereka melakukan gerakan radikal, mereka mengumpulkan para anggotanya dengan mengadakan pengajian. Hal ini dapat penulis ketahui setelah melakukan penelusuran rencana gerakan radikal mereka.
Menariknya gerakan radikal mereka dilakukan melalui komando. Padahal apabila logika mereka nalar, jelaslah aparat yang berwenang sudah tahu apa yang seharus mereka lakukan terhadap penistaan agama. Mereka justru tidak puas terhadap hasil persidangan yang menganggap hasil keputusan hakim terlalu meringankan pendeta Katolik itu. Bahkan mereka mengatakan halal darahnya untuk dibunuh.
Maraknya pencucian otak dan gerakan radikalisme yang mengatasnamakan Agama Islam, apabila ditelaah dengan seksama. Jelaslah tidak ada hubungannya. Agama Islam hanya menjadi sarana saja untuk mencari simpati saja. Peran ulama dalam memberikan ceramah kepada umat bisa jadi menjadi barometer terhadap lahirnya kebencian antar umat beragama, dan juga melahirkan gerakan-gerakan radikal baru.
Cegah
Untuk mencegah maraknya pencucian otak dan gerakan radikal, pemerintah perlu melakukan tindakan nyata secara komphrehensif, seperti yang disarankan oleh Ketua PP Muhammadiyah Din Samsudin. Dalam hal ini pemerintah harus melibatkan instansi terkait seperti Kemendiknas, Kemendepag, dan Kepolisian Republik Indonesia. Selain itu juga harus melibatkan Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan lain-lain.
Gerakan pencucian otak adalah model pembelajaran dengan membuat calon anggota diambang tidak sadarkan diri sehingga mudah memasukan doktrin-doktrin kelompok. Gerakan radikal adalah tindakan yang terencana untuk melakukan aksi dengan mengatasnamakan Agama Islam.
Pencucian otak dan gerakan radikal tidak pernah dikenal dalam Ormas Muhammadiyah dan NU. Menariknya malah diseberluaskan oleh pengikut ajaran Islam yang bersifat transnasional. Ajaran Islam transnasional berasal dari ideologi asing yang masuk ke Indonesia setelah dibawa oleh para mahasiswa maupun santri yang pernah belajar di Afghanistan dan sekitarnya.
Setelah mengenal karakteristik perjuangan mereka, seharusnya pemerintah melalui Kemediknas dan Kemendepag berani mengeluarkan suatu kebijakan khususnya di sekolah maupun perguruan tinggi untuk memperkenalkan kembali dasar negara Pancasila  kepada pelajar dan mahasiswa.
Semakin gencarnya kampanye mengenai pendidikan karakter yang diimplementasikan dalam bentuk nyata. Misalnya pemerintah mengurangi bantuan dari asing khususnya Amerika Serikat atau negara barat lainnya. Kemandirian bangsa harus dimulai yaitu mengoptimalisasikan sumber daya alam dan manusia yang berada di daerah sesuai dengan menyesuaikan tingkat kemampuan daerah setempat.
Singkat kata pencegahan maraknya pencucian otak dan gerakan radikal, asal pemerintah mampu menyediakan ketersediaan pekerjaan bagi generasi muda dan mampu memberikan modal untuk mengembangkan usaha agar generasi muda bangsa ini dapat mandiri, berkarakter, dan bermartabat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H