Mohon tunggu...
prija dji
prija dji Mohon Tunggu... -

Bangsa Indonesia membutuhkan para pemikir untuk menyelamatkan badai krisis yang hingga sekarang belum bisa terselesaikan. Oleh sebab itu tulisan-tulisan yang akan penulis angkat seputar pendidikan, ekonomi, politik, sejarah, dan hukum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Awas pencucian otak dan gerakan radikal!

24 April 2011   14:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:27 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menariknya gerakan radikal mereka dilakukan melalui komando. Padahal apabila logika mereka nalar, jelaslah aparat yang berwenang sudah tahu apa yang seharus mereka lakukan terhadap penistaan agama. Mereka justru tidak puas terhadap hasil persidangan yang menganggap hasil keputusan hakim terlalu meringankan pendeta Katolik itu. Bahkan mereka mengatakan halal darahnya untuk dibunuh.

Maraknya pencucian otak dan gerakan radikalisme yang mengatasnamakan Agama Islam, apabila ditelaah dengan seksama. Jelaslah tidak ada hubungannya. Agama Islam hanya menjadi sarana saja untuk mencari simpati saja. Peran ulama dalam memberikan ceramah kepada umat bisa jadi menjadi barometer terhadap lahirnya kebencian antar umat beragama, dan juga melahirkan gerakan-gerakan radikal baru.

Cegah

Untuk mencegah maraknya pencucian otak dan gerakan radikal, pemerintah perlu melakukan tindakan nyata secara komphrehensif, seperti yang disarankan oleh Ketua PP Muhammadiyah Din Samsudin. Dalam hal ini pemerintah harus melibatkan instansi terkait seperti Kemendiknas, Kemendepag, dan Kepolisian Republik Indonesia. Selain itu juga harus melibatkan Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan lain-lain.

Gerakan pencucian otak adalah model pembelajaran dengan membuat calon anggota diambang tidak sadarkan diri sehingga mudah memasukan doktrin-doktrin kelompok. Gerakan radikal adalah tindakan yang terencana untuk melakukan aksi dengan mengatasnamakan Agama Islam.

Pencucian otak dan gerakan radikal tidak pernah dikenal dalam Ormas Muhammadiyah dan NU. Menariknya malah diseberluaskan oleh pengikut ajaran Islam yang bersifat transnasional. Ajaran Islam transnasional berasal dari ideologi asing yang masuk ke Indonesia setelah dibawa oleh para mahasiswa maupun santri yang pernah belajar di Afghanistan dan sekitarnya.

Setelah mengenal karakteristik perjuangan mereka, seharusnya pemerintah melalui Kemediknas dan Kemendepag berani mengeluarkan suatu kebijakan khususnya di sekolah maupun perguruan tinggi untuk memperkenalkan kembali dasar negara Pancasila  kepada pelajar dan mahasiswa.

Semakin gencarnya kampanye mengenai pendidikan karakter yang diimplementasikan dalam bentuk nyata. Misalnya pemerintah mengurangi bantuan dari asing khususnya Amerika Serikat atau negara barat lainnya. Kemandirian bangsa harus dimulai yaitu mengoptimalisasikan sumber daya alam dan manusia yang berada di daerah sesuai dengan menyesuaikan tingkat kemampuan daerah setempat.

Singkat kata pencegahan maraknya pencucian otak dan gerakan radikal, asal pemerintah mampu menyediakan ketersediaan pekerjaan bagi generasi muda dan mampu memberikan modal untuk mengembangkan usaha agar generasi muda bangsa ini dapat mandiri, berkarakter, dan bermartabat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun