Informasi dalam laporan keberlanjutan harus cukup rinci dan akurat agar dapat dimanfaatkan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan bagi penggunanya. Hal ini merujuk pada proses pengumpulan, pemrosesan, dan analisa data dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal itu berlaku baik pada data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Informasi yang akurat dapat mengurangi keraguan pengguna terkait kondisi perusahaan. Misalnya informasi mengenai besaran pembiayaan yang dilakukan oleh bank untuk sektor ekonomi dengan klasifikasi merah/kuning/hijau yang semestinya dijelaskan oleh bank secara gamblang.
Informasi perlu dilaporkan secara rutin dengan mengacu pada periode yang tepat waktu, agar memiliki kemanfaatan bagi pengguna. Informasi yang tepat waktu memerlukan perencanaan yang baik dalam mengatur kapan data dikumpulkan, diolah, dan siap disajikan dalam sebuah siklus yang rutin dengan memperhatikan aspek kebaruan sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Dalam sebuah laporan keberlanjutan yang mengungkap sangat banyak data, aspek tepat waktu tidak selalu bisa didapatkan.
Agar pengguna dapat memiliki perspektif keberlanjutan yang baik, maka data dan informasi yang disajikan dalam laporan keberlanjutan juga harus dapat menyajikan gambaran mengenai capaian kinerja pada setidaknya 3 tahun sebelumnya. Untuk jenis lembaga jasa keuangan yang sama, apabila mengacu pada standar atau kerangka kerja yang sama maka seharusnya dapat diperbandingkan antar perusahaan. Lebih jauh, keterbandingan juga dapat membantu pengguna untuk mengetahui bank mana yang secara konsisten mengurangi pembiayaan sektor ekonomi yang merah dan kuning, dan meningkatkan pembiayaan ke sektor ekonomi hijau yang ramah lingkungan.
Agar data yang disajikan dalam laporan keberlanjutan bersifat handal (dapat dipertanggungjawabkan), maka diperlukan sumber data yang dapat dipercaya dengan sistem pendokumentasian yang baik dan mudah diakses kembali. Pengungkapan kinerja yang kurang didukung oleh data yang lengkap dan dapat dipercaya, dapat mengarah pada klaim sepihak yang dapat menurunkan kepercayaan pengguna. Pihak penyusun laporan keberlanjutan juga harus menyiapkan diri untuk pengecekan oleh pihak eksternal terhadap informasi tertentu yang disajikan.
Hal yang tidak kalah penting adalah mengenai kelengkapan informasi yang disajikan. Organisasi tidak cukup sekedar menginformasikan kegiatan atau upaya yang sudah mereka lakukan, tapi juga perlu dilengkapi dengan berbagai peristiwa, dan dampak yang muncul sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan. Dampak kumulatif yang diperkirakan dapat terjadi juga perlu diungkapkan dan diantisipasi. Sedangkan pada kondisi ketika informasi yang diperlukan tidak tersedia atau tidak lengkap datanya, maka harus dinyatakan secara jelas hal tersebut dan alasan keterbatasan atau ketiadaannya.
Dengan demikian, laporan keberlanjutan yang berkualitas harus terus diupayakan. Diperlukan proses, waktu, lesson learned, dan biaya yang tidak sedikit. Selalu ada ruang untuk perbaikan dan melengkapi laporan keberlanjutan yang diterbitkan tahun ini dibanding dengan tahun sebelumnya, dan laporan keberlanjutan tahun depan yang lebih baik dari tahun ini. Jangan sampai laporan keberlanjutan yang kurang berkualitas mengindikasikan adanya greenwashing. Istilah ini merujuk pada tindakan melebih-lebihkan, klaim tanpa data akurat, atau tidak tepat dalam menggambarkan aktivitas ekonomi hijau atau energi bersih, rendah karbon, dan sebagainya.
(Bersambung ke Bagian 5)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H