Mohon tunggu...
Wiwiek Prihandini
Wiwiek Prihandini Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Akuntansi pada Perbanas Institute

Meminati masalah keuangan berkelanjutan, akuntansi lingkungan, dan Indonesia Emas.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pengungkapan Risiko ESG dalam Laporan Keberlanjutan Bank di Indonesia (Bagian 1)

8 Juli 2024   19:08 Diperbarui: 8 Juli 2024   21:11 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Otoritas Jasa Keuangan melalui POJK 51 tahun 2017 telah mewajibkan penerbitan Laporan Keberlanjutan oleh lembaga jasa keuangan dan perusahaan terbuka. Kepatuhan pada ketentuan dalam POJK tersebut, pada dasarnya adalah perwujudan dari kontrak sosial dengan masyarakat dan kepatuhan perusahaan pada sistem nilai sosial yang berlaku. Perusahaan berusaha mendapatkan legitimasi dari regulator maupun masyarakat, sebagaimana dijelaskan dalam legitimacy theory (lihat Zharfpeykan, 2023). Di sisi lain, penerbitan laporan keberlanjutan juga merupakan implementasi dari pemenuhan kebutuhan informasi para pemangku kepentingan tentang berbagai hal mengenai sebuah perusahaan. Perusahaan akan berusaha mengakses sumberdaya yang dimiliki oleh para pemangku kepentingan misalnya dengan cara pengungkapan informasi perusahaan. Oleh karena itu para pemangku kepentingan juga dilibatkan dalam penyusunan laporan keberlanjutan. Hal ini sesuai dengan prinsip dalam stakeholders theory (lihat Manetti et.al, 2012, Fusco et.al, 2024). Misalnya, investor sebagai salah satu pemangku kepentingan yang memerlukan informasi mengenai kinerja ESG sebuah perusahaan, sebagai dasar dalam menentukan pilihan investasinya.

International Finance Corporation mendefinisikan ESG sebagai serangkaian faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola yang dipertimbangkan oleh perusahaan ketika mengelola operasinya, dan investor ketika melakukan investasi, sehubungan dengan risiko, dampak, dan peluang yang berkaitan dengan pada:

  • Isu lingkungan hidup: perubahan potensial atau aktual terhadap lingkungan fisik atau alam (misalnya polusi, dampak keanekaragaman hayati, emisi karbon, perubahan iklim, penggunaan sumber daya alam);
  • Masalah sosial: perubahan potensial atau aktual pada masyarakat sekitar dan pekerja (misalnya kesehatan dan keselamatan, rantai pasokan, keberagaman dan inklusi); Dan
  • Tata Kelola: struktur dan proses tata kelola perusahaan yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (misalnya struktur dan keberagaman dewan direksi, perilaku etis, manajemen risiko, pengungkapan, transparansi), termasuk tata kelola kebijakan dan prosedur utama di bidang lingkungan dan sosial (IFC, 2021). 

Paparan ini akan berfokus pada bagaimana aspek ESG dan risiko ESG diungkapkan dalam sebuah laporan keberlanjutan bank di Indonesia. Dalam hal ini, ada dua sisi yang perlu dilaporakan oleh bank. Pertama, melaporkan tentang bagaimana bank mengelola aspek ESG dalam operasionalnya sehari-hari baik di kantor pusat maupun cabang dan divisi. Kedua, laporan mengenai kebijakan dan kegiatan pembiayaan yang mereka berikan kepada debitur dengan mengacu pada prinsip keuangan berkelanjutan dengan penekanan pada aspek ESG. Laporan keberlanjutan dunia usaha di Indonesia mau tidak mau harus mengikuti dan menyesuaikan dengan tatanan internasional, agar dapat dipercaya dan menarik perhatian investor dari dalam dan terutama luar negeri. Investasi luar negeri dan perdagangan internasional masih sangat diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Mengapa paparan ini berfokus pada bank, karena bank adalah salah satu institusi yang sangat menjaga kepercayaan masyarakat, memiliki prinsip kehati-hatian yang dijunjung tinggi. Bagi bank, keberlanjutan bukan hanya sekedar persoalan etis, bank juga harus mengelola risiko-risiko ESG secara holistik ketika memasukkannya ke dalam kerangka manajemen risiko mereka (KPMG, 2021). Selain itu, mengingat pembiayaan untuk pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan biaya mitigasi perubahan iklim sangat besar jumlahnya, maka bank juga dituntut untuk berperan dalam pembiayaan yang mereka berikan. Bank harus lebih selektif dan memperioritaskan penyaluran kredit/pembiayaan kepada sektor hijau. Selama ini, pembiayaan bank untuk energi fosil masih jauh lebih besar ketimbang pembiyaan untuk energi terbarukan.

Dalam Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II oleh Otoritas Jasa Keuangan ditegaskan bahwa aspek-aspek ESG diterapkan dalam ekosistem keuangan berkelanjutan. Selain itu, industri jasa keuangan dapat memanfaatkan kemajuan teknologi dalam mempermudah pemberian layanan pembiayaan hijau, peningkatan efisiensi proses bisnis, dan inovasi produk yang ramah lingkungan. Dalam hal pelaporan industri jasa keuangan, pemanfaatan teknologi akan meningkatkan efisiensi dan akurasi informasi, mempermudah proses pengawasan, serta memudahkan investor dalam mengakses informasi tentang risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dalam pengambilan keputusan investasi (OJK, 2021).

Saat ini, Indeks penerapan ESG Indonesia berada pada peringkat ke-36 dari 47 pasar modal di dunia 2019 di bawah Malaysia, Singapore, Philippine (Corporate Knights, 2019). Selain itu, 40% perusahaan di Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya penerapan ESG dalam operasional mereka. Dengan mengadopsi praktik ESG yang lebih baik, perusahaan di Indonesia dapat memperkuat daya saing mereka di pasar global, menarik investasi dari investor yang berorientasi keberlanjutan, serta turut berkontribusi pada pembangunan sosial dan lingkungan yang berkelanjutan.

(Bersambung ke bagian 2)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun