Mohon tunggu...
Priesda Dhita Melinda
Priesda Dhita Melinda Mohon Tunggu... Guru - Ibu dari 2 orang anak perempuan dan juga seorang guru yang ingin terus belajar

Contact : 08992255429 / email : priesda@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjadi Ibu Harus Percaya Diri

5 Mei 2019   00:34 Diperbarui: 5 Mei 2019   00:37 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu hari ketika saya melihat sebuah status teman saya di sosial media tentang anaknya yang minta dirinya untuk dibacakan sebuah buku cerita dan tidak mau main handphone bahkan melarang dirinya untuk main handphone, seketika saya terpukul dan malu dibuatnya, karena selama ini saya jarang sekali membacakan cerita ke Nadine, saking jarangnya dibacakan cerita, 

Nadine jadi sering cuek kalau saya bacakan buku cerita. Nadine pun lebih memilih untuk nonton YouTube. Aaahhh... Saya merasa gagal menjadi seorang ibu. Saya mulai menyesal dulu sudah kenalkan Nadine dengan YouTube, karena dulu saya sibuk dengan tugas daring PPG (pendidikan profesi guru). Hal itu saya lakukan supaya Nadine tidak "mengganggu" saya. 

Saya tetap mengawasi apa yang dia tonton, memang sih si Nadine itu nonton vlog anak-anak tentang kegiatan sehari-hari, lagu-lagu atau mainan. Saya tidak mengajarkannya untuk main game di handphone karena pada dasarnya saya juga kurang suka. Jadi tak ada game di handphone saya.

Dulu, setiap saya mau mengerjakan tugas dan Nadine mulai "menempel" pada saya, jurus jitu supaya Nadine tak "mengganggu", ya saya berikan handphone dan buka YouTube maka Nadine pun ikut sibuk dengan aktivitasnya sehingga saya bisa fokus mengerjakan tugas. Memang dulu handphone menjadi alternatif terakhir saat Nadine rewel dan ingin dekat dengan saya. Yaaah, namanya juga anak-anak ya, ikutan sibuk kalau mamanya sibuk. 

Awalnya saya kasih kertas dan pena atau pensil untuk dia menggambar, beberapa menit aman lalu mulai rewel, saya kasih mainan yang lain sampai akhirnya handphone lah yang lumayan buat dia betah tak mengganggu saya. 

Sayangnya hal ini membuatnya terbiasa dengan YouTube dan secara tak langsung saya lah yang buat dia kecanduan handphone sampai sekarang. Saya menyesal, apalagi kalau lihat postingan teman-teman saya yang anaknya rajin baca buku.

 Saya makin menyesal dan menjadi ibu paling bodoh.

Tapi, melalui tulisan ini saya pun akhirnya merenung. Tidak ada ibu yang sempurna di dalam dunia ini, semua ibu selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Kalau tidak salah juga saya pernah membuat tulisan yang intinya tak perlu menjadi ibu yang sempurna, tetapi jadilah ibu yang bahagia. Karena anak membutuhkan ibu yang bahagia daripada ibu yang sempurna, kenapa? Karena ibu yang bahagia akan memberikan pengaruh positif kepada anaknya sedangkan ibu yang sempurna cenderung akan menuntut anaknya menjadi sempurna dan justru akan membuat anaknya stres. 

Saya juga mulai merenung dan memikirkan hal yang positif dari keadaan yang negatif ini. Misalnya Nadine sudah bisa mengenal warna dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris lewat YouTube, bisa bercerita sendiri dengan gaya ala-ala vlogger cilik, memiliki memori yang kuat tentang apa yang dia tonton baik isi cerita si vlogger, pakaian atau apa saja yang dibelinya. 

Nadine senang nonton vlog tentang es krim dan suatu hari waktu ke Indomaret dia ambil salah satu es krim dan bilang "ini rasa jambu dan apel ma". Waktu saya lihat, memang benar sih ada tulisan rasa jambu dan apel, nah sampai di rumah Nadine tonton YouTube lagi dan bilang "ini lho ma, es krim yang tadi". Hmm... Jadi Nadine meniru yang ada di YouTube. Tidak hanya itu sih, masih ada beberapa lagi yang lain. Intinya Nadine meniru si vlogger.

Melalui tulisan ini juga saya ingin mengingat hal-hal positif yang sudah saya terapkan pada Nadine, bukan untuk menyombongkan diri tetapi supaya tetap bisa percaya diri menjadi ibu dan tidak menyalahkan diri saya terlalu dalam. Oke, pertama, sebagai working mom saya berhasil memberikan ASI sampai 2 tahun bahkan lebih, saya masih bisa menyiapkan MPASI homemade, saya juga belajar tentang cara menggendong yang baik dan ilmu parenting yang lainnya.

Kedua, meskipun saya membiarkan Nadine main handphone, tetapi hanya sebatas nonton YouTube dan itu pun tetap saya batasi waktunya serta tontonannya. Saya selalu berusaha untuk mendampingi Nadine, kadang saya juga berdialog dengan Nadine misalnya "bagus ya itu" atau kadang Nadine juga bilang "Nadine mau itu ya ma", kalau itu baik untuk Nadine maka akan saya iyakan tapi kalau tidak ya saya jelaskan. Sejauh ini Nadine paham. 

Kalau Nadine sedang nonton film maka saya akan jelaskan hal-hal yang baik dan perlu dicontoh dari film itu. Kalau saya perhatikan, gaya belajar Nadine adalah visual kinestetik jadi lebih mudah menangkap jika melihat kemudian mempraktekkannya. Intinya saya selalu duduk di samping Nadine, kalaupun saya sedang sibuk, saya minta tolong ayahnya untuk tetap menemani Nadine. 

Tapi kalau saya hanya berdua Nadine dan saya harus beres-beres rumah, saya sesekali melihat apa yang dia tonton dan berdialog dengan dia. Saya selalu mengingatkan waktu ke Nadine atau diawal sudah ada perjanjian "sebentar aja ya" atau "10 menit aja ya" meskipun Nadine belum tau waktu, tapi sejauh ini kalau saya ambil handphone nya, meakipun dia sedang asyik, dia masih bisa mematuhinya.

Ketiga, saya sudah berusaha kok untuk main sama Nadine. Mulai dari main masak-masakan ataupun jual-jualan. Saya tidak pernah melarang Nadine untuk "membantu" saya masak, cuci baju, menyapu, mengepel atau pekerjaan rumah lainnya. Meskipun hal itu bukannya mempercepat, tapi saya enjoy dengan itu semua. 

Saya menyadari bahwa ketika saya melarang Nadine untuk membantu, maka dia akan sedih, terluka dan besok ketika waktunya dia membantu justru tidak mau membantu. Jadi ya sudah saya biarkan saja dia membantu saya, toh itu hanya berlangsung beberapa menit saja, karena dia bosan dan kemudian sibuk main yang lainnya. 

Contohnya ketika saya membersihkan cumi-cumi, Nadine mau ikutan, ya sudah saya izinkan saja, meskipun saya tau itu akan membuat tangannya amis. Tapi ya sudahlah, tangan yang amis kan bisa dicuci dengan sabun. Nadine senang sekali pegang cumi-cumi dan dia bilang, mah "cumi-cumi ada rambutnya", saya baru jelaskan kalau itu bukan rambut tapi tentakel, saya juga jelaskan tentang tinta cumi dan mulai cerita kalau ada yang nakal sama cumi maka akan disemprot sama tintanya. 

Jadi dari membersihkan cumi-cumi saya bisa jelaskan dan bercerita tentang cumi. Nah, hari ini ketika saya membersihkan cumi lagi, Nadine sudah tahu tentang tentakel dan tinta cumi. Ahhh... Saya senang karena Nadine masih ingat tentang ini, o iya Nadine juga bisa memisahkan bagian kepala dan badan cumi tanpa saya perlu ajarkan lagi.

Keempat, saya selalu mengajarkan Nadine untuk meletakkan barang-barang pada tempatnya dan meminta tolong dia mengambilkan barang serta membuang sampah di tempatnya. Hal ini membuat Nadine jadi protes ke ayahnya kalau ayahnya tidak meletakkan barang di tempatnya. Caranya gimana? Saya selalu bilang "ayo taruh yang bener". 

Kalau habis makan sesuatu dan ada bungkusnya, langsung saya bilang "tolong buang ke tempat sampah ya". Nadine juga sudah bisa diminta tolong untuk mengambil atau menaruh sesuatu di kulkas, sudah bisa rapi lagi. Hal ini buat dia tahu nama barang-barang, sayur dan buah-buahan. Jadi, Nadine kenal sesuatu secara langsung.

Kelima, Nadine dikenal dengan tetangga-tetangga saya, bahkan lebih terkenal dia daripada saya. Hehehe... Karena setiap jalan dengan Nadine, pasti ada yang panggil dia. Artinya apa? Artinya Nadine masih bisa bersosialisasi dengan orang lain. Nadine juga main kok dengan anak-anak yang lain, main sepeda, lari-larian, masak-masakan atau yang lainnya. 

Meskipun kalau main dengan teman seusianya, sebentar akur sebentar berantem. Jadi, untuk masalah interaksi sosial, tak ada masalah untuk Nadine. Saya lihat Nadine percaya diri saat main sama teman-temannya dan tidak akan marah kalau tidak diganggu. Aaahhh... Untuk yang ini peran uti dan akung Nadine sangat besar, karena selama saya kerja mereka berdualah yang selalu ajak Nadine main keluar.

Baiklah, sudah ada lima catatan hal baik yang saya lakukan pada Nadine. Sepertinya masih ada, tapi sudah ah cukup ini saja. Setidaknya melalui tulisan ini saya lebih percaya diri lagi untuk menjadi ibu bagi Nadine. Hmmm kalau diperhatikan lagi... Ternyata saya tidak bodoh-bodoh amat menjadi ibu. Hehe...  Balik lagi, yang penting bukan menjadi ibu yang sempurna tetapi menjadi ibu yang bahagia.  

Catatan untuk saya, jangan membandingkan diri dengan orang lain, termasuk cara mendidik anak, karena setiap ibu punya cara yang berbeda dan yang pasti semua ibu selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Saya sudah lakukan yang terbaik dan akan selalu melakukan yang terbaik untuk Nadine. Soooo... Semangat mama Nadine, kamu pasti bisa. Daaaan untuk ibu-ibu yang lain juga semangat, karena kamu tetap ibu yang terbaik untuk anakmu. Tetap percaya pada diri sendiri karena hal ini juga nantinya akan ditiru oleh anak kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun