Jono diam sepertinya dia berpikir.Â
"Ya udah Ren, nggak apa-apa deh 1 juta dulu" katanya setelah berpikir beberapa menit.
"Tapi nggak sekarang ya, uangnya di ATM. Besok gue transfer aja" jawabku.
Jono pun setuju dan dia pergi meninggalkanku sendirian. Tak lama, aku juga pergi dari situ dan mengambil HP ku untuk transfer ke rekening Jono.
Kepalaku pusing sekali, memikirkan hutang yang menumpuk. Usahaku juga kembali gagal. Aku harus kemana? Apa aku harus pergi saja dari sini? Hmm.. sepertinya begitu, aku harus tinggalkan semua masalahku di sini.
Terakhir aku lihat WhatsApp dari Jono berisi bahwa istrinya sudah di rumah sakit. Dia meminta aku untuk membayar sisanya. Tapi aku sudah tak punya uang lagi. Aku tak membalasnya. Aku blokir nomornya.Â
Aku putuskan untuk pergi dari kota ini bersama istri dan anakku. Aku masih punya simpanan beberapa juta, bisalah untuk mencari kontrakan di kota kecil dan membuat usaha lagi di sana. Aku akan mencari kota kecil dimana tak ada orang yang mengenaliku. Biarlah pihak bank tak bisa menemukanku.Â
Aku buang saja nomorku, biar  tak ada lagi yang mencariku. Lalu Jono? Biarlah dia berusaha sendiri mencari kekurangan untuk kelahiran anaknya. Dia bapak dari anaknya, jadi dia yang harus bertanggung jawab untuk anaknya, bukannya aku. Karena aku harus bertanggung jawab pada keluargaku.  Aku sayang pada keluargaku, jadi aku tak mau peduli nasib temanku. Aku lebih memilih untuk membahagiakan keluargaku daripada temanku. Karena aku bukan teman sejati. Maaf ya Jon, aku lebih sayang keluargaku daripada temanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H