Mohon tunggu...
Politik

Mempertanyakan Logika Reaktor Daya Eksperimental (RDE) Di Serpong (BAG 2)

29 Juli 2015   20:48 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:38 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang saya khawatirkan adalah justru jangan-jangan malah Republik ini belum memiliki Blueprint Pembangunan PLTN, sehingga setiap pimpinan/ pejabat (orang) bisa kreatif menciptakan gagasan apapun sekehendaknya sendiri. Hari ini RDE tipe HTGR, besok prototype PWR, dan lusa model mini-PHWR tergantung suasana hati, wangsit dan proposal yang masuk. Khan kacau kalau begini. Uuupss..maaf jadi negative thinking nih!!

 

Alasan pembangunan RDE No.3 : BATAN ingin meyakinkan publik bahwa teknologi nuklir itu aman.

Setidaknya ada dua kekonyolan disini. Kekonyolan pertama, RSG GAS di Serpong itu sudah berjalan 25 tahun. BATAN juga sudah melakukan sosialisasi sedemikian intensif kesana kemari yang menghabiskan banyak uang APBN. Lalu apakah publik jadi yakin terhadap keamanan PLTN? Jawabnya : NOPE!!! Publik masih takut pada PLTN, dari dulu sampai sekarang.

Jadi bagaimana argumentasinya bahwa menambah satu reaktor nuklir baru yang notabene berdaya sama dengan RSG GAS akan mengubah keyakinan publik? Apakah BATAN sedang melakukan trial and error? Coba satu dulu lalu lihat reaksi publik. Kalau masih banyak penolakan, coba tambah satu reaktor lagi, tambah lagi dan demikian seterusnya sampai akhirnya tercapai “massa kritis” dimana reaksi penolakan publik terlampaui. Laaah…??

Buat saya, sikap itu terdengar seperti petualangan. Atau perjudian. Saya tidak menyukai judi. Tapi jika ada pihak yang pengen bingits berjudi maka nasehat saya : pakailah uangmu sendiri.. jangan pakai uang orang lain (pajak)!

Kekonyolan kedua : BATAN berencana membangun RDE di Serpong, tapi yang menjadi target penerimaan adalah penduduk di area rencana PLTN : Jepara dan Jawa Tengah pada umumnya. Lalu apa hubungannya, obyeknya berbeda gitu kok? Yang satu publik Serpong/ Tangerang/ Banten & Jakarta Selatan, satunya Jepara/ Jateng. BATAN ini mau meyakinkan penduduk daerah mana? 

Saya sendiri tidak peduli kalau ada orang mau menaruh satu petasan besar 4km dari rumah. Tapi kalau ada orang yang menaruh 4-6 biji mortir di kamar sebelah, itu lain cerita. Petasan adalah padanan dari RDE 30MW thermal, satu mortir ibaratnya sebuah PLTN 3000MW thermal (satu kompleks biasanya ada 4-6 unit PLTN sekaligus). Penduduk di daerah calon tapak PLTN sana tidak akan peduli kalau BATAN membangun 1 atau 2 atau bahkan 6 reaktor sekaligus….selama itu adanya di Serpong, atau di Bangka, atau di Samarinda. Apa relevansinya pembangunan RDE di Serpong dengan “program untuk sikap terhadap PLTN” pada penduduk di Jawa Tengah?

Kalau publik Jepara/ Jateng mau diyakinkan dengan cara pandang BATAN yang lama (yang sebenarnya salah…), lebih baik dipergunakan RSG GA Siwabessy (RSG GAS) saja yang sudah ada di Serpong sebagai sarananya. Tidak perlu bangun reaktor baru Rp 2 trilyun khan? Sama-sama “petasan” berjarak 4km dari rumah kok.

Tapi RSG GAS khan tidak memproduksi uap bertekanan seperti PLTN pak Agung? Halaaaah, publik itu tidak paham dengan detil-detil teknis tersebut… Memangnya publik peduli dan mencatat bedanya petasan berbahan X dengan yang berbahan Y? Jangan-jangan semakin rinci BATAN menjelaskan PLTN, malah semakin takut publik sekitarnya hehehe...

Malah kalau BATAN ingin belajar ilmu persepsi dan perilaku manusia serta praktek nyata dalam merubah penolakan masal, mestinya BATAN membangun RDE (lengkap dengan uap bertekanannya) di sekitar rencana tapak PLTN, di Semenanjung Muria sana. Lha kok ini dibangun di Serpong? Kalau memang benar-benar mau melakukan tes mental dan menilai respon saya, taruh saja petasan besar itu di kamar sebelah..ya khan? Saya akan terima, atau Anda akan saya sambit..as simple as that!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun