Mohon tunggu...
Pretty Aziza
Pretty Aziza Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis, Universitas Krisnadwipayana

Seorang dosen Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang memiliki fokus pada pengelolaan SDM yang inklusif. Selain mengajar, juga aktif dalam penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Selain itu juga memiliki perhatian khusus pada pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan daya saing pasar. Dalam aktivitas akademik dan profesional, sering mengintegrasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk menciptakan solusi inovatif bagi tantangan MSDM di berbagai sektor.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PPN 12% : Hadiah Awal Tahun atau Kebijakan Tergesa-gesa?

8 Januari 2025   16:00 Diperbarui: 8 Januari 2025   16:03 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebijakan baru dan dampaknya bagi masyarakat

Pendahuluan: PPN 12%, Hadiah atau Beban Awal Tahun?

Dalam pengujung tahun 2024, Presiden RI mengumumkan bahwa tarif PPN 12% hanya akan berlaku untuk barang-barang mewah, sedangkan untuk barang dan jasa lainnya tetap diberlakukan tarif 11%. Pengumuman yang dilakukan pada 31 Desember ini, hanya beberapa jam sebelum pergantian tahun, menimbulkan berbagai pertanyaan. Apakah kebijakan ini diputuskan tergesa-gesa untuk menghindari gejolak, atau justru bentuk perhatian pemerintah dalam meringankan beban masyarakat di awal tahun?

Selain itu, pengesahan kebijakan ini melalui PMK No. 131/2024 tanpa melibatkan DPR memicu perdebatan tentang proses legislasi dan transparansi kebijakan. Keputusan yang diambil di menit terakhir memunculkan persepsi bahwa kebijakan ini adalah "hadiah awal tahun" sekaligus ujian bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan masyarakat.

Bagian 1: Kedudukan Amanat Konstitusi dalam Sistem Hukum

Sistem hukum di Indonesia memiliki hierarki yang harus dipatuhi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berikut adalah urutannya dari tingkat pusat hingga daerah:

  1. UUD 1945

  2. Ketetapan MPR

  3. Undang-Undang (UU) atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

  4. Peraturan Pemerintah (PP)

  5. Peraturan Presiden (Perpres)

  6. Peraturan Daerah Provinsi

  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Masalah yang muncul:
Kebijakan PPN 12% yang direncanakan dalam UU HPP tiba-tiba diubah pada 31 Desember 2024 melalui PMK No. 131/2024, hanya beberapa jam sebelum kebijakan tersebut seharusnya berlaku. Perubahan ini dilakukan tanpa revisi UU atau penerbitan Perpu, melainkan hanya melalui Peraturan Menteri Keuangan.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang betapa mudahnya regulasi tingkat tinggi diubah tanpa melalui mekanisme legislasi yang semestinya. Jika praktik seperti ini terus terjadi, dikhawatirkan akan melemahkan supremasi hukum dan menciptakan preseden buruk dalam proses legislasi.

Bagian 2: Substansi Kebijakan PPN 12%

Kebijakan PPN 12% sebagaimana diatur dalam PMK No. 131/2024 diterapkan secara spesifik untuk barang-barang mewah. Barang-barang ini meliputi produk yang dianggap memiliki nilai tinggi dan tidak termasuk dalam kebutuhan pokok masyarakat. Sebagai contoh, rumah mewah, kapal pesiar, pesawat pribadi, hingga kendaraan mewah merupakan jenis barang yang terkena PPN 12%. Peraturan ini juga tetap mempertahankan penerapan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) dengan tarif tambahan 15% untuk kategori barang mewah, sehingga menambah beban pajak barang mewah secara kumulatif. 

Namun, tidak semua barang dikenakan tarif ini. Barang-barang non-mewah atau yang termasuk dalam kategori kebutuhan pokok tetap dikenakan tarif PPN 11%, sesuai 

Skema unik PMK No. 131/2024:
Ada yang menarik jika membaca PMK No. 131/2024 pasal 5, dimana skema perhitungannya tetap menggunakan tarif 12% dari dasar pengenaan pajak berupa berupa nilai lain. Nilai lain dimaksud adalah 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. Atau dapat dilihat pada tabel berikut 

Artinya, untuk kategori bukan barang mewah PPN tetap seperti sebelumnya yaitu 11%. Akan tetapi kemungkinan pada struk pembelian, akan tetap tertulis "PPN 12%", tetapi nilai sesungguhnya adalah 11%. Jika penjual menerapkan tarif penuh 12% tanpa koefisien 11/12, pembeli berhak untuk mengajukan keluhan.
Pastinya hal tersebut nantinya akan menimbulkan banyak polemik (khususnya antara penjual dan pembeli). Pengalaman tersebut pernah saya rasakan ketika saya membeli parfum dari rekan dengan harga under 100k, saya mendapati bahwa harga parfum meningkat akibat penerapan tarif PPN 12%. Padahal parfum tidak tergolong barang mewah dan seharusnya tetap dikenai tarif 11%. Hal ini menunjukkan minimnya pemahaman pelaku usaha terhadap aturan baru.

Bagian 3: Analisis Data dan Masa Transisi

Pasal 5 PMK No. 131/2024 mengatur bahwa selama 1--31 Januari 2025, PPN terutang dihitung dengan tarif 12 persen dikalikan nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual. Ini berarti tarif efektifnya tetap 11 persen, meskipun tarif PPN dinaikkan menjadi 12 persen.

Mulai 1 Februari 2025, tarif penuh 12 persen berlaku untuk semua transaksi. Masa transisi di Januari 2025 ini bertujuan memberi waktu adaptasi bagi masyarakat dan pelaku usaha.

Ketentuan ini hanya berlaku untuk transaksi barang mewah di tingkat konsumen akhir, seperti pembelian mobil atau rumah dari dealer. Sementara itu, transaksi dari produsen ke retail sudah menggunakan tarif penuh 12 persen sejak 1 Januari 2025.

Bagian 4: Edukasi dan Sosialisasi

Edukasi dan sosialisasi sangat penting untuk:

  1. Pelaku usaha:

    • Memahami skema penghitungan tarif sehingga tidak salah dalam menetapkan harga barang atau jasa.

    • Menghindari pelaporan pajak yang keliru akibat pemahaman yang minim.

  2. Masyarakat:

    • Mengetahui hak-haknya sebagai konsumen, termasuk memverifikasi perhitungan PPN yang tertera di struk pembelian.

    • Menghindari kesalahpahaman yang dapat merugikan mereka.

Pemerintah perlu bekerja sama dengan media, asosiasi pengusaha, dan institusi pendidikan untuk menyampaikan informasi ini secara luas dan tepat sasaran.

Bagian 5: Political Will Pemerintah

Pemerintah perlu menunjukkan keberpihakan kepada rakyat secara konsisten dan berkelanjutan melalui:

  1. Konsistensi regulasi: Meningkatkan transparansi dalam pengambilan keputusan agar masyarakat merasa kebijakan yang dibuat bertujuan untuk kepentingan bersama.

  2. Partisipasi masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam pembahasan kebijakan yang berdampak langsung terhadap mereka.

  3. Peningkatan kepercayaan publik: Kebijakan yang tepat sasaran dapat membangkitkan semangat masyarakat untuk mendukung program-program pemerintah ke depan.

Kesimpulan

Kebijakan PPN 12% yang diatur melalui PMK No. 131/2024 memberikan pelajaran penting tentang urgensi perencanaan dan transparansi dalam legislasi. Pemerintah diharapkan dapat memperbaiki proses penyusunan regulasi sehingga masyarakat merasa dilibatkan dan dilindungi. Dengan demikian, kebijakan fiskal dapat menjadi alat untuk mendukung pembangunan yang berkeadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun