Kondisi ekonomi global semakin kompleks. Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut pada tahun 2024, yaitu sebesar 0,03% pada Mei, 0,08% pada Juni, 0,18% pada Juli, 0,03% pada Agustus, dan 0,12% pada September. Selain itu, menurut Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, tercatat setidaknya 80.000 jumlah pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja. Di tingkat internasional, konflik antara Amerika Serikat dan Tiongkok turut memperburuk ketidakpastian ekonomi global. Konflik ini meliputi perang dagang, persaingan pengaruh di Amerika Selatan, isu Taiwan dan Laut Tiongkok Selatan, hingga kesiapan militer kedua negara.
Dalam situasi seperti ini, pengelolaan finansial menjadi prioritas. Artikel ini akan membahas isu ini dari dua sisi: perspektif pemerintah dan masyarakat, sebelum akhirnya menawarkan solusi berupa Frugal Living.
Perspektif Pemerintah: Alasan Masyarakat Retensi terhadap PPN 12%
Kenaikan PPN menjadi 12% memicu resistensi di kalangan masyarakat. Salah satu faktor utamanya adalah ketimpangan antara pajak yang dibayarkan masyarakat dengan fasilitas negara yang dinikmati oleh pejabat publik. Rakyat merasa bahwa mereka membayar lebih banyak, tetapi hasilnya hanya dirasakan oleh segelintir orang di lingkaran kekuasaan.
Kemewahan Fasilitas Negara bagi Pejabat Publik
Fasilitas negara untuk pejabat di Indonesia sering kali dianggap sangat mewah jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Berikut adalah beberapa contoh fasilitas yang diterima pejabat publik di Indonesia:
Mobil Dinas:
Pejabat tinggi negara mendapatkan mobil dinas kelas premium seperti Toyota Land Cruiser, Jeep Rubicon, Mercedes-Benz, Mazda CX-9 AWD, Lexus LM350, Lexus LX570, Toyota Crown 2.5 HV G-Executive,Toyota Land Cruiser LC 300 yang biaya perawatannya sangat mahal.
Beberapa pejabat memiliki lebih dari satu mobil dinas, yang digunakan untuk keperluan berbeda.
Rumah Dinas:
Rumah Dinas pejabat publik dilengkapi fasilitas mewah dan biaya pemeliharaan seperti listrik, air, serta keamanan sepenuhnya ditanggung oleh negara. Bahkan menurut Ferry Irwandi dalam videonya, beberapa pejabat memiliki lebih dari satu rumah dinas yang tersebar di beberapa lokasi strategis.
Pengawal Pribadi dan Asisten:
Banyak pejabat yang didampingi oleh pengawal pribadi, asisten, dan sopir, yang seluruh gajinya ditanggung oleh negara.
Biaya Perjalanan:
Pejabat mendapatkan fasilitas perjalanan dengan tiket kelas bisnis atau bahkan first class, serta penginapan di hotel bintang lima selama kunjungan kerja.
Perbandingan dengan Negara Maju
Di negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, Swedia, dan Norwegia, fasilitas pejabat cenderung lebih sederhana dan fokus pada kebutuhan esensial:
Inggris:
Anggota parlemen di Inggris hanya menerima satu rumah dinas jika tidak tinggal di London.
Mereka menggunakan transportasi umum atau mobil pribadi untuk perjalanan lokal, dengan subsidi bahan bakar.
Amerika Serikat:
Senator dan anggota Kongres tidak mendapatkan rumah dinas, mereka menyewa tempat tinggal dengan gaji mereka sendiri.
Biaya perjalanan mereka dibatasi dan hanya dibiayai jika ada keperluan resmi.
Swedia dan Norwegia:
Pejabat di negara-negara Skandinavia terkenal dengan gaya hidup yang sederhana.
Mereka menggunakan transportasi umum, bahkan Perdana Menteri Swedia kerap terlihat bersepeda atau menggunakan kereta untuk bepergian.
Mengapa Masyarakat di Negara Maju Mendukung Pajak Tinggi?
Masyarakat di negara maju seperti Swedia dan Norwegia bersedia membayar pajak tinggi karena mereka merasakan langsung manfaatnya. Fasilitas kesehatan, pendidikan, transportasi publik, dan jaminan sosial yang mewah tetapi merata membuat masyarakat merasa pajak mereka digunakan secara adil. Hal ini berbeda dengan kondisi di Indonesia, di mana fasilitas mewah lebih banyak dinikmati oleh pejabat publik, sehingga menimbulkan ketidakpuasan.
Perspektif Masyarakat: Bertahan dengan Frugal Living
Jika PPN 12% tidak dapat dihindari, masyarakat harus mencari cara untuk bertahan. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah frugal living, yaitu gaya hidup hemat dengan fokus pada kebutuhan prioritas dan pengelolaan sumber daya secara bijaksana. Berikut langkah-langkah praktis untuk menerapkan frugal living:
Menyusun Anggaran Ketat:
Buat daftar kebutuhan pokok dan batasi pengeluaran untuk hal-hal yang tidak esensial.
Sisihkan sebagian pendapatan untuk dana darurat dan investasi.
Mengurangi Konsumsi Berlebihan:
Kurangi frekuensi makan di luar dan pilih memasak sendiri di rumah.
Hindari belanja impulsif, terutama untuk barang-barang mewah.
Maksimalkan Pemanfaatan Sumber Daya:
Manfaatkan fasilitas publik seperti perpustakaan atau transportasi umum.
Gunakan barang-barang secara maksimal sebelum membeli yang baru.
Berinvestasi pada Pendidikan dan Keterampilan:
Alihkan dana ke hal-hal yang dapat meningkatkan kapasitas diri, seperti mengikuti kursus atau pelatihan.
Pendidikan dan keterampilan tambahan dapat membantu mencari peluang baru di tengah kondisi ekonomi sulit.
Komunitas dan Gotong Royong:
Bergabung dengan komunitas lokal untuk berbagi sumber daya, seperti berbagi kendaraan atau barter barang.
Gotong royong dapat mengurangi beban biaya hidup secara kolektif.
Penutup
Dalam kondisi ekonomi yang sulit, kebijakan pemerintah sering kali menjadi sorotan masyarakat. Namun, alih-alih hanya berfokus pada kritik, masyarakat juga perlu mengambil langkah nyata untuk bertahan. Frugal living bukan hanya solusi sementara, tetapi juga gaya hidup yang dapat membantu mengelola finansial dengan bijak di tengah ketidakpastian. Dengan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, harapannya tantangan ekonomi di 2025 dapat dilalui dengan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H