Seiring perkembangan teknologi dan informasi menuntut kita semakin menyadari bahwa ada perkembangan yang senantiasa terus terjadi di dalam hidup kita. Perkembangan sarana dan prasarana, perkembangan industri-industri untuk pertumbuhan ekonomi, perkembangan pendidikan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan peka terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Namun, sudah sampai dimana kita peduli pada keselamatan bumi sebagai tempat kita hidup untuk mengerjakan dan mengalami setiap perkembangan-perkembangan itu.
Kita ambil rentang paling dekat dalam mendeskripsikan keadaan bumi sepuluh tahun yang lalu. Bagaimana keadaan spesies hewan-hewan langka di darat, di laut dan di udara, kondisi terumbu karang, kondisi sampah plastik, kondisi lapisan ozon, kondisi permukaan air laut, dan kondisi hutan. Banyak kasus-kasus yang terjadi bahwa begitu diperlukannya kesadaran bagi kita sebagai warga bumi untuk merawat dan memelihara keberlangsungannya.
Kondisi hewan-hewan di Indonesia yang sudah mengalami pengurangan populasi, misalkan harimau sumatera. Dimana baru-baru ini masih ada ditemukannya pihak yang tidak bertanggung jawab yang terus mencoba memburu hewan-hewan tersebut. Mereka menguliti dan menjualnya untuk memperoleh keuntungan yang besar hingga belasan juta. Tidak hanya ulah manusia sebagai salah satu ancamannya, namun perusakan habitat dan konservasi hutan. Begitu juga yang terjadi pada orang utan di Indonesia. Dengan ingatan yang masih sangat segar, orang utan yang ditembak dengan 74 peluru senapan angin. Hingga mengalami patah tulang dan kebutaan pasca itu. Sungguh tragis dan menyedihkan hati.
Berkaitan dengan itu, mengenai sampah plastik yang masih menjadi permasalahan utama dalam lingkungan kita. Hewan-hewan laut yang banyak mati, seperti paus, penyu, dan hewan laut laiinya yang mati karena sampah plastik puluhan kilogram memenuhi isi perutnya. Membuang sampah secara sembarangan sudah dianggap hal yang biasa di dalam hidup kita masing-masing. Belum ada kesadaran bagaimana cara mengurangi penggunaannya.Â
World Wildlife Foundation (WWF) mengatakan bahwa plastik adalah ancaman terbesar bagi kehidupan laut di dunia. Indonesia adalah penyumbang sampah di lautan terbesar kedua di dunia setelah China, yang membuang kurang lebih 1,29 juta metrik ton sampah ke laut setiap tahunnya. Tidak hanya permasalahan sampah yang menjadi penghambat kesinambungan habitat di laut. Pada kerusakan terumbu karang juga. Dari voa Indonesia 2018, hampir sepertiga terumbu karang di Indonesia dalam kondisi memprihatinkan. Hanya 6,5 persen saja terumbu karang di Indonesia yang kondisinya.
Tidak hanya itu saja. Melirik kondisi ekosistem tumbuhan seperti hutan di Indonesia, yang tergerus akan kebakaran hutan, perambahan hutan, alih fungsi hutan, dan deforestasi yang terus terjadi. Dari kompas 2016, setiap tahun, hutan di Indonesia hilang 684.000 hektar. Padahal hutan yang bisa diandalkan bumi dalam menepis penipisan lapisan ozon diakibatkan aktivitas-aktivitas manusia. Kebakaran hutan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang tidak hanya merusak keberlangsungan habitat-habitat di hutan sekaligus berpengaruh pada ketahanan atmosfer bumi.
Mengungkit masalah peningkatan penipisan lapisan ozon tidak hanya disebabkan kerusakan hutan juga melainkan buruk manusia yang belum sadar akan budaya hemat listrik. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengingatkan bahwa dunia kita sedang dalam masalah perubahan iklim. Dimana perubahan iklim yang terjadi lebih cepat dibandingkan upaya manusia dalam penyelamatannya. Dewasa ini tidak banyak yang menyadari bahwa begitu penting menghemat penggunaan energi. Kita tidak tahu bahwa dengan menggunakan listrik dengan baik adalah cara kita untuk menyelamatkan bumi dari masalah perubahan iklim.
Pemanasan bumi yang sering kita rasakan adalah contoh nyata dari perubahan iklim. Pemanasan bumi biasa disebut pemanasan global amat sangat membahayakan bumi. Dan pemanasan itu sendiri disebabkan karena ulah kita sendiri, seperti menggunakan bahan bakar fosil (batu bara, gas alam, minyak bumi) dalam melangsungkan aktivitas hidup kita. Kita membutuhkan gas maupun minyak tanah untuk memasak makanan dan minuman kita. Alat transportasi darat, laut dan udara yang kita gunakan sehari-hari untuk berpergian membutuhkan bahan bakar dalam perjalanannya.Â
Perusahaan-perusahaan besar maupun kecil yang menghasilkan bahan baku sehari-hari membutuhkan bahan bakar fosil untuk menjalankan mesinnya. Juga perusahaan penghasil tenaga listrik. Besarnya emisi karbon yang dihasilkan oleh pembangkit listrik karena sebanyak 60% pembangkit listrik menggunakan bahan bakar fosil dalam proses produksinya. Emisi dari karbon itu sendiri akan mengakibatkan suhu bumi yang berujung pada pemanasan global.
Bisa kita bayangkan, tidak hanya kita saja, bahkan seluruh dunia melakukan aktivitas yang sama dan berdampak pada kesehatan bumi. Semakin kita boros listrik, semakin banyak bahan bakar fosil yang akan digunakan, semakin tinggilah karbon yang dihasilkan, semakin panaslah bumi kita.
Penggunaan listrik secara boros akan memancarkan gelombang panas yang bisa menimbulkan pemanasan global. Pemanasan global itu sendiri diartikan sebagai meningkatnya suhu bumi secara menyeluruh yang ditandai dengan mencairnya es di Kutub Utara dan temperatur di seluruh dunia yang naik. Efek dari pemanasan global dapat merusak lapisan ozon bumi yang telah menipis sejak akhir 1970-an.
Menurut pada ilmuwan Bumi di NASA's Goddard Space Flight Center menyatakan bahwa lapisan ozon di atas belahan bumi utara akan benar-benar membaik pada 2020-an dan lubang ozon yang menganga di Antartika akan hilang pada tahun 2060-an. Sungguh lama bukan. Maka dengan itu saatnya dari sekarang kita mengambil peran dalam penyembuhannya.
Mengingat bahwa listrik yang kita gunakan sehari-hari dapat dihasilkan dari tenaga listrik yang membutuhkan pembakaran bahan bakar fosil. Kita telah diimbau dan dicanangkan tentang menggunakan listrik  secara hemat dan sesuai kebutuhan serta membudayakan perilaku hemat listrik sehari-hari. Misalkan di Sumatera Utara sendiri. Jumlah Kabupaten di Sumatera Utara sebanyak 78.Â
Bayangkan jika 10% saja dari Sumut menerapkan program Earth Hour secara kontinu dari daya mampu beban puncak yang diprediksikan 2.661 MW pada tahun 2018. Provinsi kita akan menghemat ketersediaan energi sebanyak 266 MW dan bahan bakar fosil yang digunakan. Jika diterapkan di seluruh provinsi di Indonesia, kita akan menyelamatkan negara kita perubahan iklim yang terjadi.
Dari kondisi bervariasi yang terjadi di dalam bumi kita ini ternyata tidak cukup menyadarkan kita bahwa begitu peliknya masalah-masalah yang terjadi berkaitan dengan ketahanan bumi. Kita perlu menyadari bahwa kelangsungan bumi berkaitan dengan kelangsungan ketahanan pangan, papan dan sandang kita sehari-hari.
Menyongsong penerapan revolusi industri 4.0 dimana perubahan yang signifikan dalam memproduksikan sesuatu dimana melibatkan komputer dan robot sebagai pengubahnya. Kita tidak perlu mengandalkan otot, angin, air, teknologi-teknologi manual dalam prosesnya. Potensi pada era revolusi ini dimana setiap aktivitas dan pekerjaan kita menjadi lebih efektif dan efisien waktu. Khususnya dalam pemanfaatan energi. Perusahaan-perusahaan bisa memanfaatkan sumber daya manusia dan teknologi untuk perkembangan industri yang ramah lingkungan yang berdampak besar juga pada pertumbuhan ekonomi.
Bumi adalah tempat bagi kita yang diberikan kesempatan untuk tinggal dan hidup di dalamnya. Sebagai makhluk hidup ciptaan Tuhan yang diaugerahkan akal dan pikiran sudah seharusnya kita peka terhadap lingkungan sekitar kita melalui langkah-langkah sederhana. Sudah saatnya kita meresponi setiap sosialisasi dan imbauan yang ditunjukkan kepada kita tentang peduli akan lingkungan dan bumi.Â
Bukan menganggap aneh dan menjelek-jelekkan segelintir orang-orang yang terang-terangan menyatakan kepeduliannya terhadap lingkungan. Tidak membuang sampah sembarangan terutama sampah plastik. Tidak menganggap berlebihan orang-orang yang menyerukan budaya hemat listrik. Dimana kita mengeluh akan suhu yang semakin meningkat kian hari. Lantas tidak menyadari bahwa panas bumi karena perubahan iklim yang disebabkan aktivitas-aktivitas kita.Â
Kita mengeluh akan kebanjiran lantas tidak menyadari berapa banyak sampah yang telah kita hasilkan tanpa menyadari bagaimana cara mengurangi penggunaannya. Sebaiknya kita sadar karena bumi tidak hanya milik kita saja. Keberlangsungannya harus terjaga hingga giliran cucu-cucu kita dapat merasakan kesejukan dan keindahannya (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H