Amati saja, buah dari keserakahan yang telah melahirkan "bayi malapetaka" yang terus tumbuh-kembang memusnahkan alamku. Kini, bencana mulai berdatangan satu per satu. Kalangan pribumi kehilangan daya dan tersungkur. Merasa terasing di atas tanahnya sendiri. Moyangku pasti marah!
Kita kalah dan mati berulang kali. Suara tuntutan dan permohonan keadilan di bungkam oleh pengadilan. Aparat yang dulunya mengayomi, kini menjadi pemburu berwajah ganas. Bersembunyi di balik seperangkat aturan yang dibuatnya sendiri.
Padahal, semenjak tahun 1220, Loloda sebagai kerajaan tertua di Maluku sudah begitu terkenal oleh dunia. Di dalamnya ada perjuangan dan keberhasilan melawan penjajah yang waktu itu hendak menyita segala kekayaan yang ada. Bahkan, dunia pun memahami Sang Kapita Sikuru, yang pernah membunuh Menteri Perpajakan Pemerintahan Belanda.Â
Alam telah menjadi saksi bisu bagi perjuangan kami. Kami terus diajak untuk disogok agar memberi kekayaan alam kami untuk digodok melalui pemerintah yang bobrok. Inilah target dan incaran mereka dengan dukungan investor. Kami akan tetap bertahan dan berlawan untuk alam kami yang terus dikeroyok. Berjuta serangan fisik maupun psikis berupaya masuk dan melumpukan seluruh ruang gerak rakyat. Jangan biarkan!!
Kami tetap berada di garis perjuangan. Bahwa bentuk-bentuk perjuangan yang kami lakukan adalah untuk masyarakat dan alam kami. Akhirnya, kami menitipkan air mata kami kepada para tuan tanah untuk terus berjuang bersama-sama!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H