Semakin banyak korban seks, semakin dibanggakan anggapan para investor intim ini. Sejauh langkah kaki berjalan, semakin banyak juga korban atas perbuatan bejatnya ketika paham-paham patriarki dan karakter pedofil tidak segara dimusnahkan.Â
Pengaturan dasar pikiran seksual ini hanya mengantarkan emisi pada kebanyakan pelaku dan semakin memotivasi untuk tetap melakukan kegiatan bejatnya. Fenomena ini semakin mengerucut pada korban perkosaan yang kedepannya menanggung stigma negatifnya.
Dalam kondisi tertentu, Korban kehilangan hak untuk membuktikan bahwa dirinya adalah korban, dan tidak boleh di perbersalahkan. Jika dipaksakan agar pelaku mengakui dan bertanggung jawab atas perbuatannya lewat perkawinan dengan pelaku, justru menjadikan korban tersandera, dan berada dalam posisi yang semakin tersubordinat dan tidak berdaya di hadapan suami atau keluarga.Â
Situasi ini menunjukkan bahwa satu bentuk kekerasan seksual berpotensi menimbulkan bentuk kekerasan lainnya yaitu pemaksaan perkawinan (forced marriage). Namun, pemaksaan perkawinan sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan tidak terbatas pada perkawinan korban dengan pelaku pemerkosaan, namun memiliki berbagai tipe.Â
Adapun kebanggaan tersendiri ketika pelaku melakukan pernikahan lebih dari satu perempuan yang dimana ritme untuk dimainkan untuk menjadikan sebagai ajang pertunjukan nafsu bejatnya.
/3/. Buah Hati dan Turunan Stigma
Kelahiran sosok buah hati adalah impian dari setiap ibu ketika menjalankan suatu perkawinan. Namun, apa jadinya ketika kelahiran sosok buah hati tanpa ayah nya.? Apakah dia akan tumbuh sebagi sosok yang jauh dari stigma negatif.? Ataukah dia tetap menjalani kebohongan hidupnya karena terlampaui masa-masa stigma dan stigmatisasi lingkungannya.?Â
Jelas kelahiran anak ini pun akan menanggung beban stigma dari ibunya. Paradigma masyarakat terkait moral ibunya akan mengalir pada kehidupan anaknya.Â
Seiring berjalannya waktu, perjuangan melawan penilaian buruk terhadap perempuan semakin dipersulit ketika lahir sosok anaknya. Beban moral yang dipertanggungjawabkan semakin menjadi toksin yang dengan keterpaksaan harus siap menelan itu.
Bukan tidak mungkin masa depan anak menjadi terhambat karena penilaian buruk masyarakat terhadap ia dan ibunya. Bisa dikatakan "angka kemiskinan dan anak putus sekolah dimulai dari stigmatisasi terhadap perempuan".Â
Perempuan adalah revolusi. Perubahan dan perkembangan merupakan sebuah perjalanan panjang yang lahir dari seorang perempuan. Sejatinya perempuan adalah ibu sekaligus ayah yang banyak melahirkan perubahan dan kemajuan.