Kompas melaporkan sebanyak 198 permohonan pengajuan dispensasi perkawinan usia anak sepanjang 2022 terjadi di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Menurut Pengadilan Agama (PA) setempat, kebanyakan pemohon sudah hamil di luar nikah. PA Kabupaten Ponorogo mencatat Delapan permohonan dispensasi perkawinan tertolak karena tidak ada unsur mendesak. Untuk 106 lebih pemohon lainnya, PA menyarankan untuk melanjutkan sekolah karena mereka masih pelajar SMP atau  usia 15 tahun.
Ketika Menikah Menjadi Masalah
Peristiwa ini  bukanlah kasus pertama apalagi satu-satunya. Sejak  2019 sampai akhir tahun 2021 kasus pernikahan dini di Indonesia terus meningkat menurut data Kementrian PPPA dan BKKBN naik 30% setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menyebutkan prevalensi perkawinan anak di Indonesia sebesar 10.35%.Â
Sementara itu, Permohonan Dispensasi Kawin justru meningkat dari 24.865 pada tahun 2019 menjadi 64.000 pada tahun 2020 dan 63.000 pada tahun 2021. Badan Peradilan Agama mencatat sepanjang 2022 sebanyak 50,673 kasus yang telah mengajukan dispensasi pernikahan. Sedangkan pada awal 2023, 200 anak telah mengajukan dispensasi pernikahan.
Beberapa provinsi yang tinggi angka pelajar nikah dini yakni di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Salah satu penyebab pernikahan di tiga daerah tersebut tinggi karena orang tua mereka yang rata-rata banyak bekerja menjadi pekerja migran Indonesia di beberapa negara Asia, sehingga adanya kekosongan dalam pengasuhan anak.
Deputi IV Kemenko PMK Femmy Eka Kartika menyatakan kepada metrotvNews, pemerintah pusat, pemerintah daerah, forum anak, forum genre berupaya bersama mengantisipasi dengan memberi edukasi terhadap para remaja di seluruh Indonesia agar menghindari pergaulan bebas, supaya data dispensasi pernikahan anak bisa turun.
Solusi Pemerintah
Mengutip laman Kemenpppa, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pemerintah menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,2% di tahun 2018 menjadi 8,74% di tahun 2024. Pemerintah juga telah memandatkan kepada Kemen PPPA untuk menjalankan 5 program prioritas, satu diantaranya adalah Pencegahan Perkawinan Anak.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk  mencegah perkawinan anak. UU Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, telah mengubah batas minimal usia perkawinan menjadi 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan, dimana semula batas minimal usia perkawinan adalah laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Pemerintah juga telah membuat Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Perkawinanan Anak (PPA) di Tahun 2020.
Mahkamah Agung secara progresif juga telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. PERMA tersebut saat ini menjadi aturan dasar bagi para hakim yang mengadili perkara dispensasi kawin. Pasal 15 Perma Nomor  5 Tahun 2019 menjelaskan bahwa dalam memeriksa anak yang dimohonkan dispensasi kawin, hakim dapat meminta rekomendasi  dari Psikolog atau Dokter/Bidan, Peksos Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, P2TP2A, dan KPAI/KPAID.
Akar MasalahÂ