Tahun 2020 adalah tahun yang penuh dengan ketidakpastian, pandemi covid 19 memberikan effect yang sangat besar terhadap perilaku masyarakat diseluruh negara. Di Indonesia, pandemi ini setidaknya menyumbang dampak negatif hampir 90 % pada seluruh sisi kehidupan, mulai dari ekonomi, keuangan, pendidikan, kesehatan,dan sosiobudaya di masyarakat.Â
Dari sisi ekonomi, setidaknya ada  beberapa sektor  yang mendapatkan pukulan keras dari pandemi ini diantaranya: sektor rill (properti, perusahaan ekspor impor, jasa transportasi, dan UMKM). Begitu pula di sektor keuangan, hal yang sama juga terjadi, hal ini karena memang sektor ekonomi dan keuangan secara statistik  memiliki korelasi yang positif.
Super attack pandemi ini memang suatu hal yang tidak bisa diprediksi oleh siapapun sebelumnya, oleh karena itu segala bentuk pengendalian baik dari pihak konsumen, produsen dan pemerintah pun sama sama tidak memadai.
Kurangnya persiapan dari setiap pihak ditambah lagi kebijakan pembatasan sosial pemerintah menyebabkan munculnya momentum  shock demand dan under supply di masyarakat. Hal ini bisa kita lihat dengan kejadian kejadian seperti:
- Melakukan pembelian besar besaran terhadap bahan baku dan proteksi medis seperti (masker, handsanitizer, dll).
- Melakukan penarikan uang secara besar besaran dari lembaga keuangan seperti bank.
- Menarik dana investasi dari berbagai instrumen investasi seperti saham, reksadana, obligasi, dan deposito,
- dll.
Perilaku masyarakat seperti ini menjadi ancaman serius terhadap sistem keuangan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Bank Indonesia sebagai pengambil kebijakan moneter juga telah berusaha untuk menjaga stabilitas keuangan ditengah gejolak perekonomian yang ada.Â
Kebijakan moneter yang bisa dilakukan BI diantaranya adalah : mengatur tingkat suku bunga pinjam dan simpanan, mengatur jumlah uang yang beredar, dan juga melakukan fungsi lainnya seperti intermediasi.
Sebagai negara yang luas, tentunya diperlukan kesesuaian antara pengambil kebijakan dengan masyarakat agar kebijakan yang diambil dapat memberikan dampak yang positif bagi perekonomian nasional.Â
Oleh karena itu peran masyarakat dalam menjaga stabilitas sistem keuangan juga menjadi kunci keberhasilan dalam mempertahankan perekonomian yang stabil. Setidaknya ada beberapa tindakan real yang bisa dilakukan masyarakat dalam rangka sumbangsih stabilitas sistem keuangan yang konsisten diantaranya:
1. Tidak melakukan pembelian secara besar besaran (panic buying)
Apa salahnya sih dengan panic buying?, bukankah saya membelanjakan uang saya sendiri?, kalau barangnya habis bukannya bisa diproduksi lagi?. Pertanyaan sejenis ini adalah sesuatu yang sering menjadi alasan masyarakat merasa bahwa panic buying itu tidak menjadi masalah.Â
Hal lain yang lebih parah adalah masyarakat hanya mengerti bahwa masalah panic buying hanya sebatas kurangnya stock barang untuk orang lain. Hal ini juga sebagai indikator yang menunjukkan bahwa masyarakat perlu mendapatkan edukasi yang lebih mengenai Transition effect dari panic buying itu sendiri.Â
Pada dasarnya, melakukan pembelian atau kegiatan konsumsi adalah suatu hal yang bagus dalam ilmu ekonomi, konsumsi yang tinggi menandakan bahwa masyarakat memiliki daya beli yang bagus. Namun, ketika pembelian itu dilakukan secara besar besaran akan menimbulkan efek yang saling ketergantungan diantara salah satu satu proses seperti berikut.
pembelian besar besaran >jumlah penawaran akan lebih besar dari permintaan>supply berkurang>harga naik>inflasi.
pembelian besar besaran>permintaan akan uang besar>jumlah uang beredar meningkat>liquiditas menurun>suku bunga naik>lembaga keuangan takedown>investasi menurun>resesi ekonomi.
Hal ini akan membuat kemampuan masyarakat lebih rendah untuk barang yang sama, dan ini tentunya akan mempengaruhi perekonomian dan khususnya berdampak negatif pada sistem keuangan kita. Jadi stop untuk panic buying!
2. Tidak melakukan penarikan dana di lembaga keuangan bank dan non bank secara besar besaran
Poin kedua ini masih memiliki keterkaitan dengan poin pertama tadi dimana kecenderungan masyarakat akan konsumsi akan meningkatkan permintaan akan uang baik dari lembaga keuangan non bank seperti (asuransi,pasar modal koperasi) dan juga pada instrumen keuangan bank seperti deposito dan lainnya.Â
Kembali lagi dengan anggapan yang sama bahwa masyarakat merasa mengapa kita harus dibatasi untuk menikmati hak kita sendiri?. Kondisi seperti ini perlu saya jelaskan ulang mengapa anjuran untuk tidak melakukan penarikan dana secara besar besaran adalah untuk kepentingan masyarakat sendiri. Sejenak kita mundur mengingat krisis ekonomi 1998 yang menimpa Indonesia dimana inflasi hampir ke angka 80%. Â
Inflasi setinggi ini tidak lepas dari tindakan masyarakat yang melakukan penarikan dana secara besar besaran dan menjual instrumen keuangan seperti deposito dan obligasi secara mendadak.Â
Apa yang terjadi?, pasar keuangan dan lembaga keuangan berakhir jeblok, DPK (Dana Pihak Ketiga) berkurang drastis, dan krisis moneter pun terjadi. Tentunya efek ini bertransisi ke sektor riil dimana salah satu sektor yang dipukul oleh krisis ini adalah sektor properti, banyak investor yang tidak bisa membayar pinjaman, disisi lain permintaan akan properti mendekati nilai 0. Peristiwa double attack ini juga sebagai penyumbang terbesar dalam krisis ekonomi 1998.Â
Apa yang mau saya jelaskan dari peristiwa ini?, salah satu tujuannya adalah mengajak masyarakat untuk belajar dari pengalaman bahwa kepuasan dalam jangan pendek dapat menimbulkan masalah secara luas dalam jangka panjang, contohnya adalah krisis moneter tersebut.Â
Tujuan lainnya adalah untuk memberi pemahaman terhadap masyarakat agar lebih bijak untuk bertindak ditengah ketidakpastian seperti ini. Bertindak bijak seperti mengontrol dan me-manage keuangan secara baik, melakukan investasi dengan tetap memperhitungkan risiko yang terjadi, dan tidak melakukan spekulasi yang berlebihan.Â
Kita memiliki Bank Indonesia sebagai policy taker yang memiliki kemampuan untuk melakukan stabilisasi, tugas kita apa sebagai masyarakat?, tentunya mendukung setiap kebijakan tersebut dengan tindakan yang terkontrol dan tidak menunjukkan kepanikan ataupun ketidakpercayaan yang berlebihan.
3. Bijaklah menggunakan sosial media
Di era teknologi yang semakin canggih, informasi dari berbagai belahan dunia sangat mudah untuk diakses. kemudahan ini selain memberikan dampak positif juga tidak jarang meimbulkan dampak negatif.Â
Di era pandemi covid19, dampak negatif dari media sosial tersebut sangatlah rawan terjadi misalnya, penyebaran berita bohong atau hoax, Ujaran kebencian, pemalsuan informasi, yang dapat memicu keresahan di elemen masyarakat.Â
Kehadiran UU ITE dan sebagainya pun tidak lantas membuat kasus kasus seperti ini berkurang atau hilang. Kebanyakan orang melakukan tindakan ini adalah untuk mendapatkan keuntungan dari keresahan masyarakat dan banyak kepentingan lainnya. Mengapa di masa pandemi ini ber media sosial sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitaas sistem keuangan?.Â
Baik, pertama tama kita berangkat dari sebuah kasus, dimana sebuah berita beredar mengatakan bahwa pandemi ini akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama, otomatis masyarakat yang sudah dilanda kepanikan dan juga kurangnya informasi memadai akan merespon dengan tindakan tindakan panic buying dan tindakan lainnya seperti yang sudah dibahas sebelumnya.Â
Jelas sekali bahwa fenomena mis information atau fake information sangat mempengaruhi perekonomian secara nasional,  dampak akhirnya apa?, stabilitas sistem keuangan akan terganggu dan diiringi gejolak penurunan di lembaga keuangan dan di sektor rill.
Jadi bagaimanakah seharusnya masyarakat menyikapi permasalahan di media sosial?, berikut langkah langkah yang perlu diterapkan, diantaranya:
- Saring before Sharing : salah satu tindakan awal adalah untuk mencegah beredar nya berita berita bohong adalah dengan melakukan  saring, penelitian terkait kebenaran sebuah berita sebelum membagikannya. Hal ini akan mengurangi dampak berlanjut dari peredaran berita bohong atau Hoax
- Ikutilah media media yang sudah terpercaya dan sudah berbadan hukum, hal ini akan membantu masyarakat dalam memilah berita yang benar dan salah. misalnya : Kompas.com
- Â Jangan malu bertanya terkait sebuah berita kepada orang yang menurut anda memiliki kemampuan di bidangnya seperti : tokoh publik, ekonom, atau siapapun publik figure yang menurut anda terpercaya.
- Rajin rajinlah untuk membaca  berita berita terbaru dari media terpercaya untuk membantu anda memilah berita yang benar atau hanya fake information.
- Belajar mengontrol emosi dalam ber media sosial yang dapat memicu timbulnya ujaran kebencian dan bersifat sara. Hal ini sebenarnya tidak terlalu berpengaruh banyak terhadap perekonomian, tapi bisa jadi kasus kasus seperti ini menambah beban pemerintah yang seharusnya bisa fokus untuk pemulihan ekonomi, Jadi tetap perlu ya!
Ke lima poin diatas hanyalah inti dari bagaimana seharusnya kita bermedia sosial, bagaimana kita untuk mengendalikan diri dan juga memberikan edukasi kepada orang lain terkait media sosial adalah yang terpenting. Hal ini juga turut membantu pemerintah dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Sistem keuangan yang stabil akan mendorong pemulihan ekonomi secara berangsur angsur, masyarakat bisa kembali beraktivitas secara normal, dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan bisa bekerja dengan baik tanpa adanya gangguan gangguan dari luar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H