Mohon tunggu...
Prayogo PH
Prayogo PH Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pelajar seumur hidup

Hiduplah seperti larry

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ekonomi Brunei Darussalam Terpuruk, China Investasi Besar-besaran

26 November 2018   05:15 Diperbarui: 26 November 2018   05:19 2926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: www.atimes.com

Brunei Darussalam, sebuah negara tetangga Indonesia yang tak banyak dikenal secara mendalam oleh warga Indonesia karena luas negara nya yang tidak terlalu besar dan berada di pantai utara pulau Kalimantan dan berada di tengah-tengah Negara bagian Serawak Malaysia. 

Brunei Darussalam memiliki Ibukota yang bernama Bandar Sri Begawan dan memiliki kemandirian ekonomi yang sangat bergantung pada ekspor minyak dan gas, ditambah lagi jumlah penduduk sedikit dan sangat harmoni.

Namun, tahukan Anda kondisi terkini negara yang di pimpin oleh Sultan Hassanal Bolkiah tersebut? Diperkirakan Brunei Darussalam akan mengalami krisis yang cukup signifikan.

Meski 90% pemasukan negara berasal dari tambang minyak dan gas, tapi sayangnya negara tersebut tidak memiliki tenaga kerja terampil yang mampu mengolah energi tersebut. segala kelimpahan yang diberikan 'gratis' oleh sultan menurut saya membuat rakyat menjadi terlena. 

Mulai dari biaya pendidikan Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi yang digratiskan, hingga jaminan kesehatan dan subsidi perumahan yang sangat besar.

Menurut catatan Departemen Luas Negeri AS tahun 2011, Brunai memproduksi sekitar 167.000 barel minyak setiap hari (180.000 barel vesri laporan IMF tahun 2014), menjadikannya negara penghasil minyak terbesar keempat di Asia Tenggara. Brunei juga menghasilkan sekitar 25,3 juta meter kubik gas alam cair per hari, membuatnya jadi eksportir gas alam terbesar ke 9 di dunia.

Brunei memiliki ketergantungan yang sangat tinggi akan migas. Sebanyak 95% komoditas ekspor Brunei adalah minyak dan gas. Migas pun menyumbang 90% pendapatan pemerintah, sangat jauh lebih besar ketimbang pemasukan dari jasa, konstruksi, agrikultur, dan bidang-bidang lainnya. 

Hal tesebut membawa dampak positif untuk menaikkan standar kesejahteraan warga, terutama di era 1990-an dan 2000-an. Prestasinya melampaui negara-negara tetangga dengan luas teritori dan jumlah warga yang lebih besar. Dari segi Indeks Pembangunan Manusia, Brunei sejajar dengan Singapura yang diklasifikasikan sebagai 'negara maju'.

Namun, kontribusi migas terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Brunei turun dari 53,3% pada tahun 2014 menjadi sekitar 50% pada Januari 2018. 

Pada tahun 2014, Brunei mencatat defisit fiskal, yakni -0.7% dari PDB. Setahun kemudian angkanya angjok lebih parah lagi hingga -14% dari PDB atau bisa dibilang yang terendah dalam 10 tahun terakhir. Kondisi ini berdampak langsung pada keuangan pemerintah maupun kehidupan warga. Pada tahun 2017, anggaran belanja negara Brunei dipangkas lebih dari $100 juga. 

Pemerintah mesti melakukan penghematan dengan menjajaki ulang kemana uang dialirkan. Staf pemerintah yang jumlahnya dirasa cukup, misalnya, membuat beberapa tahun kebelakang tidak ada program perekrutan pegawai baru. 

Salah satu faktor utama yang mendorong pemerintah Brunei untuk  memproduksi migas secara besar-besaran adalah demi menopang gaya hidup  mewah warga Brunei. 

Gambar: www.mirahwaznahku.blogspot.co.id
Gambar: www.mirahwaznahku.blogspot.co.id
Sepertinya sang Sultan sangat mencintai para warganya ya, atau mungkin warganya yang ingin meniru gaya hidup sang sultan?

Untungnya ada negara adidaya di seberang Laut Cina Selatan (LCS) yang bersedia menjadi juru selamat: Republik Rakyat China. Mungkin kedua negara tersebut bertolak belakang ideologi politik. Namun fulus menyatukan Negeri Tirai Bambu dan Negeri Petro Dolar dengan akrab.

Diketahui bahwa China telah menyelesaikan fase pertama industri yang mereka buka di wilayah pulau Muara Besar, Brunei. 

Proyek itu disebut menjadi proyek investasi terbesar dari luar negeri yang pernah diterima oleh Brunei Darussalam dan diketahui bahwa proyek di pulau Muara Besar dikendalikan oleh perusahaan asal China, Hengyi Group. 

Di wilayah itu tengah dibangun gedung refinery atau 'penyulingan' dan kompleks petrokimia terbesar yang memiliki jembatan dan jalur koneksi menuju Ibukota Banda Sri Begawan.

Diketahui bahwa proyek di pulau Muara Besar  dikendalikan oleh perusahaan asal China, Hengyi Group. 

Di wilayah itu  tengah dibangun gedung refinery 'penyulingan'dan kompleks petrokimia terbesar yang memiliki jembatan dan jalur koneksi menuju Bandar Seri Begawan. Dikutip dari laman South China Morning Post, nilai investasi di Muara Besar mencapai hingga US$3,4 miliar.

Source: satu, dua, tiga, empat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun