“Banyak Syaikh-Syaikh Saudi yang lulusan Al Azhar,” demikian kata beliau menanggapi cerita Saridin bahwa ada mahasiswa Al Azhar asal Indonesia yang dilecehkan oleh rekannya semasa di Pesantren yang belajar di Saudi hanya karena almamater Azhar-nya. Bahkan, menurut cerita Ustadz Fuad,”Di Saudi ada yang namanya Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan yang notabene pengikut salafi-wahabi. Syaikh Salih sudah belasan tahun memiliki sopir orang Indonesia. Dan sopirnya ini adalah Ketua Nahdhatul Ulama Cabang Saudi.”
Maka, tidak heran jika Syaikh Dr. Ahmad Jiilan menyatakan dengan rendah hati,” Sisi lain yang juga perlu diperhatikan, manusia itu mengikuti ulama negerinya. Seiring dengan penghormatan kalian terhadap ulama Saudi dan lainnya, kalian harus menghormati dan mengambil ilmu dari para panutan umat di Indonesia. Misalnya, bila ada seorang tokoh yang sudah berjasa selama puluhan tahun dalam dakwah Islam, mereka juga layak dihormati.”
Jika, dipahami dengan cara pandang yang demikian, semestinya peristiwa penolakan atau pengusiran ulama tidak perlu terjadi karena memang tidak ada ulama yang secara provokatif menyerang pandangan kelompok lain. Kecuali seseorang memandang bid’ah tidak dalam skala dan konteksnya, maka bisa dipastikan hampir semua hal di kehidupan kita ini adalah bid’ah (baru). Menjadi benarlah apa yang banyak tertulis di kaos-kaos anak-anak muda sekarang: Ahlul Bid’ah wal Jamaah. Sesungguhnya kita bersama-sama sedang menjalankan kebaruan. Kemajuan.
Prayogi R. Saputra
Anak desa yang ingin menyutradarai film sekelas Chrouching Tiger Hidden Dragon, Hero dan The Color of Paradise. Sedang belajar di Jannatul Maiyah.
(sumber:http://www.menyambutpagi.com/2017/03/10/ahlul-bidah-wal-jamaah/)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H