Kehadiran tenaga kerja dari luar Bahodopi membuat permintaan hunian meningkat. Rumah-rumah kos pun bermunculan. Sejumlah tanah kosong di Morowali, sudah dipesan untuk dibangun sebagai rumah kos.
Kawasan hunian juga berkembang ke wilayah Lalampu, yang jaraknya lebih dari 10 km dari IMIP. Di Lalampu, sudah ada pengembang yang menghadirkan rumah-rumah yang dipasarkan melalui fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR).
Kafe-kafe juga bermunculan. Rata-rata makanan dan minuman di kafe-kafe ini dibanderol Rp 20.000 sampai Rp 30.000. Minimarket juga bertumbuh. Sedangkan ketersediaan hotel menengah kurang berkembang. Dalam lima tahun terakhir, hanya ada lima hotel di sekitar IMIP.
Fasilitas publik di Bahodopi, secara umum sudah ada namun perlu ditingkatkan. Sekolah-sekolah tersedia, dari tingkat SD sampai SMA. Jalan raya yang membelah kota Bahodopi ada dua, terdiri atas jalan utama dan jalan alternatif.
Anomali di Bahodopi adalah pasokan listrik dan bahan bakar yakni bensin dan solar. Selama lima tahun terakhir, aliran PLN di wilayah pemukiman penduduk di Bahodopi sering padam. Sedangkan pompa bensin tidak ada sehingga kendaraan-kendaraan pribadi harus membeli bensin secara eceran yang harganya sekitar Rp 10.000 per botol (isi sekitar 900 ml).
Dengan potensi ekonomi yang semakin besar untuk tumbuh maka sudah selayaknya Bahodopi berkembang menjadi kota yang mendukung dinamika masyarakatnya, baik yang bekerja di kawasan industri maupun di luar kawasan industri. Â (*)
catatan: Konten ini adalah unggahan ulang tulisan Rennie Wihardani yang sudah tayang di Kompasiana.com 7 Nov 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H