Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

22 Tahun Peristiwa 9/11 dan Pelajaran bagi Badan Intelijen

11 September 2023   20:02 Diperbarui: 12 September 2023   07:58 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembajak pesawat membunuh hampir 3.000 orang selama serangan terkoordinasi pada 11 September 2001. Serangan itu antara lain menarget menara kembar World Trade Center (WTC) di New York City, AS. (Sumber: Getty Images via kompas.com)


Tanggal  11 September 2023  adalah tepatnya peringatan 22 tahun aksi teror spektakuler 9/11 yang dilakukan 19 orang dari kelompok pelaku bunuh diri dengan membajak empat pesawat  AS.

Teror yang dilakukan pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai peristiwa 9/11, dimana pembajak menabrakkan dan mampu meruntuhkan menara kembar World Trade Center di New York yang merupakan simbol keperkasaan ekonomi AS, selain  itu juga Pentagon sebagai Markas  Pertahanan AS ikut diserang.

Warga dan pemerintah AS menangis dan marah, dengsn jatuhnya korban 2.749 nyawa. Maka dimulailah operasi kontra teror untuk mengejar siapa dibalik itu semua. FBI dan militer AS meyakini bahwa ini adalah ulah Osama bin Laden sebagai pimpinan Al Qaeda yang berada di Afganistan. 

Tiga hari setelah serangan tersebut, CIA melakukan Operasi intelijen dengan sandi 'Jawbreaker'. 

Tim khusus ini dipimpin oleh Wakil Direktur CIA, Gary Schroen sebagai ketua tim dengan wakil  Phil Reilly.Team kecil (9 orang) bertugas menyiapkan kedatangan pasukan khusus AS untuk mencari Osama dan menduduki Kabul yang dikuasai Taliban.

Operasi Jawbreaker tidak berhasil menangkap Osama bin Laden yang melarikan diri ke Pakistan (tewas ditembak Navy Seal pada 2011), tapi sukses mendukung militer AS yang mampu mengalahkan Taliban (yang  menguasai 3/4 wilayah Afganistan), sementara saat itu Aliansi Utara  yang pro AS (menguasai 1/4 wilayah).

Setelah 20 tahun berkuasa di Afganistan, Presiden Joe Biden akhirnya menarik pasukan AS  dari Afganistan dan hingga kini Taliban kembali berkuasa.

Terorisme dan intelijen

Dalam mengikuti pembacaan aksi teror maupun kontra teror,  hanya bisa dilakukan dengan disiplin ilmu intelijen, karena disitulah teror sebagai sebuah mazhab ideologis bermukim merupakan bagian (sarana) dari fungsi intelijen penggalangan (conditioning).

Ayman al-Zawahiri pengganti Osama bin-Laden sebelum tewas mengatakan Amerika bukanlah "kekuatan mistis " dan bahwa para mujahidin, pejuang suci Islam itu di tanahnya sendiri bisa mengalahkannya dengan serangan.

Zawahiri (biasa dipanggil juga Zawahri) sebagai pucuk pimpinan Al-Qaeda, kepalanya pernah dihargai USD 25 juta oleh pemerintah AS, saat itu bersembunyi di wilayah perbatasan Pakistan - Afghanistan, atau di Afrika Utara. Belajar dari penyergapan Osama bin Laden, dia selalu bergerak.

Dikatakannya, pada 9 September 2016, “Kami selalu menandai setiap hari yang berlalu selama 15 tahun sejak serangan ke Washington, New York dan Pennsylvania," kata Zawahiri dalam video yang diterjemahkan oleh kelompok Intelijen SITE 7.

Selain itu dia  mengeluarkan ancaman ke  AS, menyatakan,  "Selama anda terus melanjutkan kejahatan, maka  peristiwa 11 September akan diulang seribu kali, dan Allah akan mengizinkan," tegasnya. Zawahiri skhirnya tewas diserang Drones USAF pada 1 Agustus 2022 di Afganistan.

Nah, peristiwa 9/11 harus terus menjadi studi kasus bahwa sehebat apapun intelijen sebuah negara, tetap ada  celah yg bisa ditembus. Tidak terkirakan,  Sishanudnas dan kemampuan intelijen AS yg demikian canggih saja bisa kecolongan. Berbahayanya aksi teror selama ini karena inisiatif di tangan mereka.

Terorisme hanyalah satu sub system dari sekian macam teori conditioning untuk merusak, menjatuhkan pimpinan nasional dan bahkan untuk menguasai sebuah negara. 

Di era digitalisasi dan kemajuan teknologi, masih banyak sub system berbahaya lain selain teror yang lebih canggih dan tidak hanya dilakukan oleh kelompok,  proxy tetapi  bahkan berpeluang dilakukan oleh sebuah negara kepada negara lain demi kepentingan nasionalnya.

Lantas bagaimana dgn kesiapan intelijen kita dalaam menyongsong era baru ancaman? 

Pray Old Soldier.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun