Zawahiri (biasa dipanggil juga Zawahri) sebagai pucuk pimpinan Al-Qaeda, kepalanya pernah dihargai USD 25 juta oleh pemerintah AS, saat itu bersembunyi di wilayah perbatasan Pakistan - Afghanistan, atau di Afrika Utara. Belajar dari penyergapan Osama bin Laden, dia selalu bergerak.
Dikatakannya, pada 9 September 2016, “Kami selalu menandai setiap hari yang berlalu selama 15 tahun sejak serangan ke Washington, New York dan Pennsylvania," kata Zawahiri dalam video yang diterjemahkan oleh kelompok Intelijen SITE 7.
Selain itu dia  mengeluarkan ancaman ke  AS, menyatakan,  "Selama anda terus melanjutkan kejahatan, maka  peristiwa 11 September akan diulang seribu kali, dan Allah akan mengizinkan," tegasnya. Zawahiri skhirnya tewas diserang Drones USAF pada 1 Agustus 2022 di Afganistan.
Nah, peristiwa 9/11 harus terus menjadi studi kasus bahwa sehebat apapun intelijen sebuah negara, tetap ada  celah yg bisa ditembus. Tidak terkirakan,  Sishanudnas dan kemampuan intelijen AS yg demikian canggih saja bisa kecolongan. Berbahayanya aksi teror selama ini karena inisiatif di tangan mereka.
Terorisme hanyalah satu sub system dari sekian macam teori conditioning untuk merusak, menjatuhkan pimpinan nasional dan bahkan untuk menguasai sebuah negara.Â
Di era digitalisasi dan kemajuan teknologi, masih banyak sub system berbahaya lain selain teror yang lebih canggih dan tidak hanya dilakukan oleh kelompok,  proxy tetapi  bahkan berpeluang dilakukan oleh sebuah negara kepada negara lain demi kepentingan nasionalnya.
Lantas bagaimana dgn kesiapan intelijen kita dalaam menyongsong era baru ancaman?Â
Pray Old Soldier.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H