Pray me-refresh artikel yang pernah ditulis dengan judul Peran Intelijen dalam "Corona War" (agar kita tersadarkan), di mana, kesimpulannya, kasus pandemi Covid-19 masih merupakan "misteri".
Pelbagai pihak tidak terbuka, baik China (RRT) maupun Amerika dan negara-negara maju lainnya, atau mungkin sedikit yang diketahui tentang virus ini secara utuh.
Sementara, Covid terus menekan manusia yang tidak bisa bebas seperti semula. Begitu manusia agak mampu dan menemukan cara meredamnya muncul varian baru hasil mutasi seperti munculnya virus baru di Inggris.
Padahal kalau dipikir menurut Juru Bicara/Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, makhluk Allah ini (SARS-CoV-2) seperti virus lain tidak kasat mata, besarnya hanya berukuran 0,1 mikron.
Menurut para ahli, virus ini semakin cerdik, mampu menyesuaikan dan mengatasi hambatan dan makin mematikan.
Para virolog kini sudah mulai agak mampu membaca Covid-19, baik karakter maupun bahayanya yang terselubung, tetapi mereka tidak secara pasti pernah menyebut asal muasalnya, ini mahluk alam atau hasil rekayasa manusia, tetap saja misteri. Walau manusia mampu menciptakan vaksin, tidak serta merta covid-19 tertaklukan, masih dibutuhkan waktu yang cukup panjang untuk mengatasi pandemi ini.
Covid sejak awal mampu menembus pertahanan manusia dan menyerang titik rawan, menyasar siapapun, korban terbanyak mereka yang rentan dimanapun.
Bila semakin banyak yang tertular, maka manusia membutuhkan lebih banyak ruang dan fasilitas kesehatan, tempat isolasi, ICU dan tempat pemakaman.
Khusus Indonesia, Wiku mengingatkan bila kondisi tetap tidak terkendali, fasilitas kesehatan bisa lumpuh, jelas korban akan semakin banyak karena tidak tertangani termasuk adanya penyakit berat lainnya. Early warning ini nampaknya sulit terealisasikan, terlihat kasus terus meningkat.
Covid-19 sebagai sarana pembasmi
Inilah sesuatu hal yang menurut penulis terkait dengan 'misteri', titik awal masalah yang harusnya perlu kita sadari. Corona virus Covid-19 hanyalah sarana alam yang melakukan semacam infantisida/infanticide (tindakan pembunuhan) bayi yang disebabkan oleh konflik seksual, memiliki tema umum tentang pembunuh (seringkali laki-laki) untuk terciptanya keseimbangan. Pada hewan, instink pembunuhan bayi melibatkan pembunuhan keturunan muda oleh hewan dewasa untuk mendapat keturunan yang lebih kuat.
Nah, bila kita perhatikan, Covid-19 ini melakukan tugasnya semacam infanticide, tetapi dalam kasus ini bukan keturunan yang diseleksi (dibasmi), Covid melakukan pembasmian manusia yang lemah, dan akan meneruskan penuntasan perannya sebagai "cide" terhadap korbannya, yaitu mereka yang rentan, imunitas rendah, lansia, terutama jenis kelamin pria, serta mereka yang memiliki penyakit penyerta (komorbid).
Kelompok ini bila tidak waspada dan tertular tanpa disadari tetapi terlambat akan tersergap menjadi korbannya dan fatal. Inilah tindakan alam yang mulai menyeleksi manusia.
Secara teori, dunia ukurannya tidak berubah, tetapi jumlah manusia terus bertambah, sumber daya alam terbatas, sumber pangan juga terbatas, kondisi alam mulai buruk, maka alam akan menyelaraskan, menyeimbangkannya.
Karena pengetahuan ini yang kurang diketahui masyarakat, maka sehebat apapun upaya pemerintah, penularan terus semakin meninggi, korban meninggal terus bertambah.
Hingga Rabu (3/2/2021) jam 05:19:48, jumlah yang terinfeksi virus corona di Dunia telah mencapai 104.330.251, yang meninggal dunia 2.260.860 orang, dan sebanyak 25.700.949 orang masih dirawat (positif aktif), tetapi ada 76.368.442 pasien dinyatakan sembuh.
Dari data WHO, terlihat negara-negara besar kini masih tidak berdaya di penetrasi covid. Sebagai contoh Amerika sebagai negara super power, maju dan modern, hingga kini masih terjerumus paling dalam sekitar setahun.
Amerika kini menjadi negara dengan jumlah terkonfirmasi tertinggi di Dunia, 27.000.940 kasus, kasus baru (2/2) 89.565, total meninggal 457.124 jiwa (lebih banyak dari jumlah korban warga AS saat PD-1, PD-2 dan perang Vietnam).
Khusus Indonesia berada di urutan ke-19 dengan 1.099.687kasus, 30.581 orang meninggal, dan 896.530 orang sembuh.
Bila penuntasan selesai?
Menangani Covid-19, seperti menangani virus-virus lain, di antaranya influenza, demam, SARS, Mers-CoV, campak, herpes, ebola, polio, hepatitis, cacar, AIDS, gondong, flu burung, dan lain-lain.
Covid-19 juga tidak bisa dilenyapkan 100%. Bagian pentingnya, bagaimana meningkatkan imunitas tubuh, memanfaatkan vaksin dengan maksimal untuk membatasi ruang gerak covid dengan teori herd immunity, dan menerapkan pola hidup new normal.
Sebagai penutup, bagi kelompok rentan yang telah disebutkan diatas, termasuk mereka yang berada di area peredaran maksimal (RS) virus ini benar-benar harus waspada, sang pembasmi tanpa belas kasihan akan menerkam siapa saja setiap saat.
Sebagai pengingat, kurang ketat, kurang disiplin, dan kurang pahamnya apa Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Letjen Doni Monardo itu, toh, bisa tertular oleh OTG. Lantas bagi yang kurang paham dan tidak waspada, bahkan 'easy going', mampukah menghindar? Sang pembasmi bisa ada di mana-mana, memanfaatkan manusia yang sering tidak tahu kalau dia ditumpangi.
Kita mesti sadar, bahwa manusia memang sudah ditakdirkan harus terus hidup berdampingan dengan covid-19, serta virus-virus lain yang sudah ada. Kita akan selamat karena bisa berpikir, cerdas, dan cerdik serta waspada. Kita harus positive thinking terhadap pemerintah yang menangani strategi pada masalah strategis, sementara masalah taktis mengamankan diri menjadi tanggung jawab masing-masing pribadi dan keluarga.
Pertanyaan taktis dan strategisnya, mana yang harus didahulukan menyelamatkan nyawa kelompok rentan atau mengejar herd immunity?
Semoga bermanfaat
Pray Old Soldier
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H