Dalam beberapa artikel, penulis mengemukakan saran untuk meredam meningkatnya kasus positif Covid-19. Selain melibatkan pakar antropologi dan sosiologi, sebaiknya juga melibatkan pakar psikologi dan pakar intelijen, khususnya spesialis penggalangan (conditioning).
Covid menular terutama karena masalah perilaku manusia. Secara umum karena terjadinya kontaminasi terhadap norma, adat istiadat, dan budaya kita yang berlaku (baca penerapan demokrasi kebablasan).
Oleh karena itu telah terjadi degradasi kepercayaan, rasa hormat, dan kurang menghargai terhadap orangtua, orang yang lebih tua, dan bahkan terhadap pemerintah.
Kita sadari bahwa kita masih berproses untuk taat kepada hukum dan aturan yang berlaku secara penuh, serta mendisiplinkan diri tanpa tekanan.
Dari update kasus Covid-19 sampai Selasa (29/09/2020), terhitung sebagai hari ke-212 didapat data nasional sebagai berikut:
Kasus positif total 282.724, positif baru (1 hari) 4.002, total meninggal 10.601, meninggal baru (1 hari) 128 jiwa, persentase meninggal 3,75 persen, total sembuh 210.437, sembuh baru satu hari 3.567, persentase sembuh 74,43 persen, masih sakit 61.686, positif per satu juta penduduk 1.049, meninggal per-satu juta penduduk 39 daru jumlah penduduk 269,6 juta.
Media CNN Indonesia menayangkan survei BPS tentang Persepsi Kemungkinan Terinfeksi/Tertular Covid-19. Hasil yang memprihatinkan dari survei tersebut (lihat data) terkait Covid-19. Ada 17 persen responden Indonesia yang menyatakan sangat tidak mungkin dan tidak mungkin terinfeksi/tertular Covid-19.
Melihat fakta survei BPS tesebut, memang sepertinya upaya pembuatan vaksin Sinovac yang bekerja sama dengan Bio Farma (saat ini sedang uji klinis tahap-3 di Unpad, Bandung) sepertinya akan menjadi kunci dan way out untuk mengatasi ancaman Covid-19.
Kita sudah 212 hari diserang Covid-19, terlihat kondisi psikologis publik dalam memahami bahaya virus corona ini masih tidak seperti yang diharapkan.
Merubah persepsi sekelompok orang menurut ilmu psikologi sosial (intelligence conditioning) sangat sulit, karena banyak variabel dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Pressure ditabukan karena dianggap melanggar HAM.
Oleh karena itu mari kita dukung pemerintah dan Presiden Jokowi sambil berdoa menunggu uji klinis tahap 3 vaksin tersebut sukses dan dapat di produksi secara masal.
Sambil menunggu kesiapan vaksin, para petugas sebaiknya tetap mengawasi perapan protokol kesehatan Covid-19 di masyarakat dengan tegas. Paling tidak diharapkan bisa mengurangi jumlah penularan dari kelompok yang 17 persen tadi.
Sebagai informasi yang menggembirakan, info dari koordinator team uji klinis, Prof.Kusnandi Rusmil, kapasitas mesin PT Bio Farma untuk memproduksi vaksin sudah ditingkatkan kapasitasnya menjadi 240 juta.
Semoga Allah melindungi bangsa Indonesia di bawah pimpinan Presiden Jokowi, dengan barokah-Nya. Aamiin, Ya Rabb.
Salam sehat, Pray Old Soldier
Oleh: Marsda TNI (Pur) Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H