Pada tanggal 18 Juli 2020, sebuah situs media di Austria, Kronen Zeitung, memberitakan tentang surat Menhan RI Prabowo, nomor 60/M/VII/2020 kepada Menhan Austria Klaudia Tanner tentang niatnya untuk pembelian 15 pesawat tempur Eurofighter Typhoon bekas milik AU Austria.
Berita tersebut menjadi ramai dibahas media serta beberapa narasumber yang dari sudut pandangnya masing-masing. Sebagai inti kekuatan udara nasional, peran dan tugas TNI Angkatan Udara melekat sebagai alat pertahanan negara di udara, TNI AU membutuhkan pesawat tempur pengganti F-5E TigerII yang sudah habis masa pakainya.
Surat Menhan RI Prabowo ke Menhan Austria tentang Eurofighter Thypoon jelas boleh saja, sebagai institusi puncak pengadaan alutsista. Tetapi dalam kondisi negara yang masih berat menghadapi serangan 'teror' dari Corona Virus Desease (Covid-19) serta tekanan perekonomian yang berat dan bisa mengarah ke kondisi kurang baik, terasa kurang pas.Â
Presiden Jokowi kini memerintahkan para pembantunya di Kabinet agar memberhentikan pembelian dari luar negeri dan lebih mengutamakan pembelian barang di dalam negeri supaya ekonomi menggeliat.
Pengadaan Alutsista TNI Secara Mendasar
Pengadaan alutsista untuk TNI tidak sesederhana seperti yang banyak dibahas pada beberapa waktu terakhir oleh beberapa nara sumber. Pertimbangan pokoknya yang di analisis adalah aspek operasi, tehnis dan non tehnis. Pembahasan ketiga aspek ini melibatkan baik TNI AU sebagai pengguna, Mabes TNI, Kemhan dan beberapa kementerian terkait lainnya.
Pembahasan berjenjang akan menghasilkan kesimpulan komprehensif yang ideal, jalannya panjang tidak 'ujuk-ujuk, sak karepe dewe', seperti yang terjadi saat ini. Terus juga publik dijejali oleh media informasi dan dibahas narsum yang lebih fokus ke aspek non tehnis.
Mengapa tidak membahas topik hangat itu misalnya dengan mengundang tokoh purnawirawan TNI AU yang ex penerbang F-5E dan pernah mengikuti pendidikan sebagai penerbang tempur sekelas 'Top Gun' di USAF Fighter Weapon School di Nellis AFB,yang juga mantan pejabat yang paham tentang kebutuhan pesawat tempur dan diplomasi pertahanan, diantaranya Marsdya TNI (Pur) Suprihadi, mantan Sekjen Kementerian Pertahanan.
Penulis pernah menulis tentang pemilihan pengganti pesawat tempur F-5E Tiger II. Tulisan ini hanya mencoba memberikan gambaran agar kita tetap berada di koridor antara kebutuhan dengan situasi dan kondisi yang berlaku demi keselamatan bangsa dan negara serta melindungi pimpinan nasional.
Pemilihan Awal Pesawat Tempur Pengganti F-5E
Sebenarnya pemilihan pengganti F-5E sudah final dilakukan oleh TNI AU, dan pilihan jatuh kepada Sukhoi-35BM buatan Rusia. Proses juga sudah melalui tahapan pembahasan di Mabes TNI dan sudah pernah diputuskan oleh Menhan, Ryamizard Ryacudu pada tahun 2016.Â
Setelah terjadi pergantian Menhan dari Pak Ryamizard Ryacudu kepada Pak Prabowo Subianto, dalam perkembangannya, masalah Sukhoi-35 tidak disebut lagi yang jelas ada hambatan pada aspek non tehnis.
Pemilihan pesawat sebagai kandidat pengganti F-5E TNI AU dimulai di TNI AU dengan menilai berbagai jenis pesawat tempur modern, diantaranya pesawat tempur Sukhoi Su-30 MKI, F-15 SE Silent Eagle, F-16 E/F Block 60/62, Eurofighter Typhoon, Rafale-B, F-18 E/F Super Hornet, Sukhoi SU-35 Flanker dan JAS-39 Gripen NG.