Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Dukung Lima Petarung Covid-19 Ini dengan Optimisme

11 Juni 2020   19:58 Diperbarui: 12 Juni 2020   12:55 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu terakhir, kita melihat adanya rasa khawatir beberapa pihak karena melihat atau mendengar berita tentang kasus Covid-19 di Indonesia yang diimpikan turun tetapi mendadak ada kenaikan kasus yang positif dalam tiga hari terakhir.

Menurut Gugus Tugas Covid, menilai kasus pandemi tidak bisa diisimpulkan dalam hitungan hari, tetapi harus diukur dalam dua minggu sejak diterapkan kebijakan.

Kini yang terjadi muncul rasa pesimisme masyarakat, bahwa dengan new normal yang disampaikan Presiden Jokowi, maka kasus akan meledak menjadi banyak. Mari kita bahas.

Antara Pesimis dengan Optimistis
Saat ini kita sedang perang dengan corona virus, di mana menurut teori perang, jangan sekali-sekali kita pesimis, moril rakyat akan jatuh, kepercayaan kepada pemerintah bisa turun.

Makna pesimis menurut KBBI adalah: orang yang bersikap atau berpandangan tidak mempunyai harapan baik (khawatir kalah, rugi, celaka, dsb).

Mengapa orang pesimis, karena tidak jelas dan yakin dengan yang dihadapi. Disinilah peran pemerintah dan tokoh-tokoh informal memberikan informasi yang benar dan dipahami khususnya kepada para grass root pada khususnya.

Dari tiga kasus pemaksaan mengambil jenazah terindikasi Covid, para pelaku tidak faham bahaya tertular dan resiko hukum selama tujuh tahun penjara.

Nah, kini harus diciptakan kondisi optimis kepada publik, dan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, kalau kita sayang kepada bangsa kita, semua harus berpikir positif dan optimis. Jangan berpikir sesaat dan hanya menyalahkan pemerintah.

Optimistis di sini merupakan bentuk sikap percaya diri, yakin, serta memiliki harapan positif terhadap suatu hal baik tujuan maupun ujian.

Beberapa manfaat bersikap optimis, antara lain menjadikan kita senantiasa dapat berpikir positif dalam menyikapi segala perkara. Menjadikan diri tidak mudah menyerah dan putus asa.

Kita harus banyak-banyak bersyukur kepada Allah, tidak diberi cobaan seperti beberapa negara maju, modern yang kini pusing.

Amerika Serikat, misalnya, masih belum berhasil mengendalikan penyebaran, terlebih kini ada demo-demo masalah rasialis. Data worldometer pada tanggal 9 Juni 2020 menunjukkan total positif 2,066,401, kasus baru (24 jam) +20,852, total meninggal 115,130 jiwa, tambahan meninggal dalam 24 jam +982.

Contoh kedua, Brazil total positif 775,184, kasus baru (24 jam) +33,100, total meninggal 39,797, tambahan meninggal dlm 24 jam +1,300 jiwa. Nah, kita lihat Indonesia, total positif 34.316, kasus baru (24 jam) +1.241, total meninggal 1.959 tambahan meninggal dlm 24 jam +36.

Dari perbandingan tiga kasus, sekali lagi mari kita bersyukur, pakai ukuran, yang terinfeksi di AS dua juta lebih, Brazil 775 ribu lebih, Indonesia 34 ribu lebih.

Kalau lihat yang meninggal di AS total 125.130 jiwa, Brazil 39.797, Indonesia 1.959 jiwa. Walau korban di Indonesia hampir 2.000, tetapi dibandingkan kedua negara yang jumlah penduduknya juga banyak mestinya kita optimis, bersyukur dan yakin ada invisible hand yang melindungi kita.

Rasa syukur inilah yang kemudian akan memberi kesempatan lebih banyak bagi bangsa Indonesia untuk menjadi lebih positif dalam mengatasi ujian dan cobaan berat ini.

Kita juga harus tetap berpijak pada realita yang ada, tetap perlu mengenali karakter virus serta titik rawan kita. AS dan Brazil titik rawannya adalah soal perilaku, menyangkut kebebasan penduduk.

Kita sebetulnya 11-12 dengan keduanya, tapi ada misteri yang kita belum ketahui dari virus Covid-19 ini yang menolong kita.

Lima Petarung Kunci Indonesia
Seperti pernah penulis sampaikan pada artikel sebelumnya, dalam berperang melawan Corona, Presiden Jokowi adalah Panglima Perang.

Sementara ada empat Komandan Perang yaitu Gubernur, DKI, Jabar, Jateng dan Jatim. Mengapa? Karena mayoritas penduduk terkonsentrasi di pulau Jawa.

Pergerakan penduduk di empat provinsi sangat menentukan pesebaran covid. Ritme, pola pikir dan kepiawaian lima petarung ini sangat menentukan 'menggebah' Covid-19.

Siapa mereka? Dalam perang, intelijen kita harus mengetahui siapa si pemimpin, biografi, pola pikir hingga karakternya. Penulis melihat ada kesamaan karakter dan pola pikir mereka. Kelima petarung itu lahir pada generasi yang sama, "X" (antara 1961-1980)

Presiden Jokowi lahir 21 Juni 1961 (59 th) Gubernur DKI, Anies Baswedan lahir pada 7 Mei 1969 (51 th), Gubernur Jabar Ridwan Kamil lahir 4 oktober 71(49 th), Gubernur Jateng Ganjar Pranowo lahir 28 OKtober 1968 (52 th), Gubernur Jatim Khofifah lahir pada 19 Mei 1965 (55 th).

Kelima petarung tersebut kini dikawal dan didukung oleh Panglima TNI Hadi Tjahjanto juga Generasi X, lahir 8 November 1963 (56 tahun) dan Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz, lahir 30 Januari 1963 (57 th).

Dalam kurun waktu satu dekade terakhir setidaknya ada 5 generasi yang ada di dunia saat ini. Setiap generasi ini memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing dengan karakter serta pola pikir yang sesuai dengan perkembangan jaman.

Nah, menurut penulis dalam menghadapi corona virus, yang banyak terlibat serta berpengaruh menghadapi kasus corona adalah generasi X serta generasi Y (1981-1994), dikenal sebagai generasi milenial.

Kelima petarung yang sama-sama lahir pada generasi X, mendapat pendidikan yang lebih baik, oleh sebab itu, pemikiran mereka sedikit lebih maju. Mereka cenderung suka akan risiko dengan pengambilan keputusan yang matang.

Dibanding Generasi sebelumnya, Generasi X sangat terbuka dengan kritik dan saran demi terwujudnya efisiensi dalam bekerja. Kehidupan antara pekerjaan, pribadi dan keluarga cenderung seimbang karena pemikiran bekerja untuk hidup bukan hidup untuk bekerja. Selalu mencari cara untuk menyelesaikan masalahnya.

Persoalan yang dihadapi ke limanya terutama harus mampu menata dan mengarahkan generasi milenial yang kini jumlahnya mendekati mayoritas penduduk.

Generasi milenial kini dianggap generasi paling produktif saat ini dan memegang peranan penting bagi kemajuan teknologi dan kehidupan, serta membawa masa depan Indonesia untuk beberapa tahun ke depan.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu generasi milenial sering dipandang narsis, semaunya, dan tidak sabaran. Padahal, generasi- generasi sebelumnya tidak berbeda jauh dari mereka. Terkait ladus Corons, mereka dinilai memiliki imunitas yang baik, tetapi sulit dikunci di rumah (stay at home)

Kita Optimis dengan Kepemimpinan Lima Petarung
Dari uraian di atas, bangsa Indonesia kembali harus bersyukur karena diberi pemimpin dari Generasi X yang memiliki karakter mirip. Karakter kuatlah yang akan mampu mengatasi kasus covid.

Jenderal Norman Swartzkopt (AS) saat menimpin pasukan tempur di Timur Tengah mengatakan, saat itu kalau harus memilih antara strategi dengan karakter, yang dipilihnya karakter, ini karena misteri lawannya sulit dibaca oleh strategi.

Nah, covid-19 hingga kini masih merupakan misteri, kita lihat AS, Brazil, juga negara-negara Barat lainnya, mereka masih belum berhasil mengatasinya dan korban tetap banyak berjatuhan, kalau dipikir kurang apa hebatnya?

Kesimpulan
Perang dengan Covid ibaratnya melawan terorisme, pasukan kawan diinfiltrasi dan perilaku mereka yang menyebarkan dan membunuhi teman, saudara dan bahkan orang tua sendiri.

Kita jangan pesimis, percayakan kepada lima petarung serta petarung-petarung lain yang (maaf) penulis tidak sebutkan satu persatu.

Pesimisme jelas merugikan leadership dan persatuan. Mari kita dukung para pemegang amanah, jangan justru direcoki, mereka faham dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Sebagai penutup, ini statement salah satu petarung yang membuktikan dia mahami medan tempurnya, "Kalau saya yakin secara keilmuan second and third wave itu pasti datang tapi puncak kurvanya tidak sama dengan yang pertama," kata Ridwan Kamil. Semoga bermanfaat. (Pray Old Soldier)

Jakarta, 11 Juni 2020
Penulis: Marsda Pur Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun