Mohon tunggu...
Prayitno Ramelan
Prayitno Ramelan Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Intelijen, Mantan Anggota Kelompok Ahli BNPT

Pray, sejak 2002 menjadi purnawirawan, mulai Sept. 2008 menulis di Kompasiana, "Old Soldier Never Die, they just fade away".. Pada usia senja, terus menyumbangkan pemikiran yang sedikit diketahuinya Sumbangan ini kecil artinya dibandingkan mereka-mereka yang jauh lebih ahli. Yang penting, karya ini keluar dari hati yang bersih, jauh dari kekotoran sbg Indy blogger. Mencintai negara dengan segenap jiwa raga. Tulisannya "Intelijen Bertawaf" telah diterbitkan Kompas Grasindo menjadi buku. Website lainnya: www.ramalanintelijen.net

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Erick Thohir Harus Selesaikan Masalah di Garuda Tanpa Perlu Umbar ke Media

12 Desember 2019   14:14 Diperbarui: 12 Desember 2019   14:17 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Menteri BUMN Erick Thohir aat konferensi pers terkait penyelundupan motor Harlery Davidson dan sepeda Brompton menggunakan pesawat baru milik Garuda Indonesia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/12/2019). (ANTARA FOTO/HAFIDZ MUBARAK A)

Kasus yang menyentuh Garuda, flag air carrier Indonesia terus bergulir, banyak kemudian aib-aib yang dibongkar, apakah sedemikian rusak kondisi di internal?

Selain soal penyelundupan, manajemen yang kacau dan yang dikuasai sekelompok orang yang dikontrol sang Dirut Ari Askhara yang sudah dipecat.

Kini isu menyentuh ke soal gaya hidup, kenikmatan hidup serta gaya kepemimpinan feodalisme Dirut yang demikian berkuasa, bikin upacara bak presiden, belum lagi bredarnya isu-isu IG yang ditulis oleh akun digeeembok tentang pramugari yang dimanfaatkan direksi serta berita prostitusi, miris membacanya.

Kalau boleh pesan ke Menteri BUMN, Erick Thohir, dan Menku Sri Mulyani, perlu segera diselesaikan kasus-kasus di Garuda, ambil langkah tegas, dan sudah cukup tidak usah diumbar lagi ke media. Dibuat kompartmentasi untuk menyelamatkan flag carrier Indonesia yang mestinya kita banggakan dan jaga bersama.

Kalau tidak cepat dan terus begini, citranya makin jatuh, kepercayaan konsumen akan terus menurun. Terlihat prestasi di Sky Track bisa terus makin anjlog.

Tahun-tahun kemarin saja rugi, tidak untung, bisa-bisa nanti menjadi buntung. Secara hukum betul kerugian negara sekian ratus juta, tetapi yang tak ternilai hancurnya nama Garuda nilainya bisa tak terkirakan.

Nah, Pray kemarin diminta seorang teman DR Tito Sulistyo, mantan Dirut BEJ yang menulis buku dengan judul "Negara Hadir Membangun Tanpa Konsumerisme, Hedonisme dan Feodalisme". Tito minta Pray menulis arti dan makna dari negara hadir. Penulis kemarin menulis dari persepsi intelijen yang dimintanya.

Rasanya bagus dan pas Tito melihat faham atau ideologi Konsumerisme, Hedonisme dan Feodalisme sebagai racun pertumbuhan (ekonomi).

Kini saja kalau dicermati, tergambar dari kasus di Garuda itu, kelakuan sang Dirut itu menyangkut ahlak pemegang amanah dan memengaruhi yang lain. Dia sejatinya penganut ideologi konsumerisme, insan yang Hedonis, dan gaya kepemimpinannya feodal.

Catatan Pray tentang buku Tito, membahas racun yang mewabah kalangan menengah ke atas. Semoga bermanfaat sebagai penambah wawasan, kalau bagi Pray nulis bermanfaat agar otak terpelihara, terasah. Di usia senja 72 tahun plus, takut pikun atau lemot (lemah otak) kalau malas berpikir

Inilah catatan tersebut dengan judul "Pentingnya Kehadiran Negara Ditinjau dari Persepsi Intelijen".

Penulis diminta memberi pendapat buku dari teman baik, DR Tito Sulistio tentang arti dan makna "Negara Hadir".

Buku ini menarik karena Tito dalam beberapa tahun menjabat sebagai Dirut BEJ, menulis dan memberikan pandangan alternatif arah pembangunan ekonomi. Dari persepsi dan terminologi intelijen tentang ATHG, menurutnya, "racun" pertumbuhan adalah Konsumerisme, Hedonisme dan Feodalisme.

Berbicara negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, dari tinjauan komponen ekonomi sebagai satu di antara sembilan komponen intelstrat, negara harus hadir untuk mengatur aktivitas yang ada, membentuk aturan sesuai dengan konsensus bersama untuk mencapai ketertiban.

Sejak meluasnya era globalisasi, sistem ekonomi Pancasila harus berhadapan dengan ekonomi liberal yang sifatnya lebih individual. Kesejahteraan manusia bisa dicapai dengan kebebasan individu dalam berusaha melalui pasar bebas, perdagangan bebas, dan hak kepemilikan pribadi yang kuat.

Dari persepsi Intelijen, penulis menilai "racun" mulai mengontaminasi masyarakat kelas menengah ke atas, yang jumlahnya menjadi semakin banyak.

Faham konsumerisme dianut sebagai ideologi seseorang atau kelompok yang menjalankan proses konsumsi atau pemakaian barang-barang hasil produksi secara berlebihan atau tidak sepantasnya secara sadar dan berkelanjutan.

Pandangan atau ajaran hedonisme di era kebebasan masa kini juga merupakan bahaya, di mana kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. Sekat antara halal dan haram menjadi tipis dan akan terabaikan.

Sementara itu pemikiran feodalisme masih disukai oleh kelompok tertentu. Hal ini akan mengabaikan tata kelola negara di mana struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik dimanfaatkan untuk mengendalikan berbagai wilayah yang dibangun melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra.

Dari tiga racun tadi, penulis menilai tidak ada jalan lain, di mana negara dalam bentuk kebijakan tertinggi, sebagai wakil kepentingan umum harus hadir serta mengatur masyarakat yang mewakili kepentingan perorangan atau kelompok.

Selain komponen ekonomi, demikian juga negara harus hadir pada komponen intelstrat lainnya, yaitu ideologi, politik, budaya, milkam, biografi, demokrasi dan sejarah.

Dari beberapa fakta kasus yang tejadi, maka dampak dari racun di atas adalah tindak korupsi, bisa terjadi baik di hulu hingga hilir. Istilah korupsi berjamaah akan semakin kental terjadi bila negara tidak hadir dan mengabaikan

Para kelompok kepentingan (politisi) serta pelaku ekonomi (hegemoni elit) akan terus berkolaborasi dalam korupsi.

Nah, di sinilah intelijen melihat kebutuhan negara harus hadir, disamping memperbaiki ahlak penyelenggara negara dan politisi, juga ahlak masyarakat.

Tanpa itu maka korupsi akan semakin menggurita, karena sudah bukan budaya lagi tetapi menjadi komoditas. Tanpa kehadiran negara, maka sulit diharapkan akan terciptanya stabilitas politik, ekonomi dan keamanan.

Sebagai penutup, dalam menghadapi perkembangan geopolitik, geostrategi, dan geoekonomi dunia, khususnya kawasan di sekitar Indonesia, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi sebagai penyelenggara negara harus bekerja ekstra keras mengingat mulai bergulirnya ancaman resesi berupa perlambatan ekonomi dunia.

Oleh karena itu, negara harus hadir sebelum segala sesuatunya terlambat. Kita percaya presiden sudah mempunyai resep tersendiri di periode kedua kepemimpinanya.

Selamat dan sukses kepada temanku Tito dengan terbitnya buku ini, semoga dapat menjadi salah satu sumbang saran atau alternatif solusi bagi perekonomian Indonesia pada era kepemimpinan Presiden Jokowi periode 2019-2024. (PRAY)

Penulis: Marsda Pur Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun