Apakah rakyat Papua mampu melaksanakannya, rasanya tanpa bantuan pihak ketiga mustahil?
Kini disamping aksi kekerasan di Papua, para handler sengaja mengibarkan Bintang Kejora di depan Istana Merdeka.
Mereka menunggu ada aksi represif aparat, agar jatuh korban dan terjadi pelanggaran HAM.
Kapolri dan Panglima TNI cukup mewaspadai hal tersebut, tidak ada letusan senjata api, baik saat memadamkan demo di Papua maupun di Jakarta. Dari pihak TNI atau Polri ada korban yang jatuh.
Jadi menurut analisis intelijen, apabila tidak ada perubahan sikap dari Penerintah Indonesia, rasanya tidak terlalu lama akan didatangkan PBB ke Papua.
Timor Timur jajak oendapat dilaksanakan hanya dalam empat bulan. Kita faham siapa yang berkuasa dan mampu mendatangkan PBB. Bila terjadi referendum di Papua, nasib Pak Jokowi bisa seperti Pak Habibie atau Najib.
Muncul pertanyaan, bagaimana menyelesaikan dan mengamankan Indonesia dan Presidennya? Ini bagian terpentingnya.
Penulis menyarankan, Presiden Jokowi sebaiknya segera mengutus Menhan Ryamizard Ryacudu untuk berangkat ke AS.Â
Pintu diplomasi pertahanan Ryamizard terbuka lebar ke Uncle Sam, ini satu-satunya pintu yg mereka buka.
Belum ada pejabat lain yang tembus ke pusatnya. Mungkin ada informasi dari AS yang pernah diterima Presiden Jokowi, bahwa penasihat Presiden Trump marah , tetapi informasi pasti lebih sefihak dan kurang akurat.
Pak Jokowi perlu segera mengirim Menhan sebagai negosiator. Insya Allah akan selesai karena Menhan di-back up tim intelijen strategis yang juga pernah ke AS.