Kisah ini terjadi di sebuah hotel di Singapura, sekitar akhir tahun 1999. Penulis yang masih berpangkat bintang satu dengan jabatan Kepala Dinas Pengamanan dan Sandi TNI AU (Kadispamsanau), Balakpus intelijen AU, menjadi saksi hidup.
Saat itu penulis sedang bersama dengan Kabais TNI, Marsdya TNI Ian Santoso yang sama-sama alumnus Akabri 1970 dalam sebuah tugas (mission). Pada pagi itu, datang juga bergabung Dubes RI untuk Singapura, Letjen TNI Luhut Binsar Panjahitan (LBP) yang juga alumnus Akabri 1970.
Ketika sedang ngopi pagi di kamar Kabais, Pak Dubes menyampaikan bahwa ada yang izin mau menghadap, yaitu Prabowo Subianto. Penulis sempat terkejut juga Prabowo ada di Singapura dan mau menghadap Kabais.
Setelah disetujui, Bowo (kita manggilnya begitu) masuk dan memberi hormat, setelah ngobrol ringan, menjelaskan maksudnya menghadap, untuk meminta ijin kembali ke Indonesia.
(Setelah diberhentikan dari dinas TNI, Prabowo sejak September 1998 kabarnya tinggal di Yordania, karena Raja Yordania, Abdullah adalah teman dekatnya saat sama-sama ikut pendidikan Rangers, Green Barets, di Fort Brag, AS).
Selain iu juga kabarnya Prabowo kadang ke Eropa, Kuala Lumpur dan Singapura.
Prabowo menjelaskan bahwa dia ingin berbakti dan mengabdikan diri ke bangsa Indonesia, tegasnya. Kabais menjawab, "Baik kalau itu maksud dan tujuannya, tapi syaratnya satu, jangan macam-macam (bikin kacau) di Indonesia, kamu akan saya tangkap!", tegasnya. Prabowo menyatakan, siap, laksanakan, intelligence clearance selesai dengan disaksikan LBP dan penulis.
Gerakan Indonesia Raya (Gerindra Prabowo)
Setelah mendapat clearance Kabais, Prabowo bisa kembali ke Indonesia pada 2 Januari 2000 dengan aman, tanpa kesulitan maupun hambatan dari pejabat terkait dan badan intelijen lainnya, karena semua bersandar ke Bais saat itu.
Kemudian di Indonesia, selain membangun bisnisnya, Prabowo juga berkiprah di pentas politik melalui Partai Golkar, dan kemudian berhasil mendirikan Partai Gerindra pada 6 Februari 2008.