Di lain sisi, Gus Ali juga melihat ada yan memanfaatkan ketaatan umat Islam terhadap akidah. Kemudian perkembangannya menjadi buruk dan melahirkan kecongkakan sepiritual dan kepuasan diri dari sementara orang dan kelompok. Banyak yg tidak sadar bahwa politik telah memanipulasi ketaatan umat untuk tujuan tertentu.
Disaat pengetahuan masyarakat belum terlalu paham dengan bahaya yang terselubung, kini beredar berita-berita yang merusak pikiran. Dengan kebebasan dan mudahnya media sosial di akses serta pemanfaatan ketaatan umat Islam tadi, terlihat ulah dari strategi "intelligence conditioning". Intinya memengaruhi dan mengubah mindset seperti yang diinginkan.
Kiai yang sederhana itu sudah prihatin sejak akhir 2017, dari kesederhanaannya beliau lebih jujur melihat kondisi bangsa ini, tanpa muluk-muluk berteori dan bersikap arogan. Kesederhanaan membuat sekat antara beliau dengan publik menjadi tidak ada.
Mengapa? Karena masyarakat Indonesia itu yang mayoritas Muslim moderat juga umumnya sederhana dan bukan yang suka ribut-ribut. Ini bukti bahwa kesederhanaan pemimpin dan kejujuran bicaranya sangat disukai masyarakat.
Mari kita bersama mewaspadai tindakan serta upaya memecah belah yang dapat merusak persatuan dan kesatuan. Sebuah bangsa akan maju bila mampu bangkit dari kebodohan, ketidakpedulian serta menghindari pemikiran yang terlalu sentris, fanatis, dan sempit.
Kalau masyarakat sudah terkontaminasi, percaya dengan berita-berita hoaks, provokasi, black propaganda dan isu-isu negatif, selamanya kita hanya akan jalan di tempat, tidak ke mana-mana.
Kondisi akan lebih parah apabila tidak ada "social control". Dapat diperkirakan, akhirnya sesama anak negeri akan gebuk-gebukan sendiri. Perlu diingat, resikonya terlalu besar untuk dipertaruhkan. (PRAY)
*) Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H