Serangan sekelompok orang bersenjata di Nduga yang dipimpin oleh Egianus Kogoya adalah aksi teror dalam bungkus separatis. Sementara kita sejak lama masih berkutat dengan istilah mereka itu KKB, KKSB atau OPM?
Kelompok Egianus Kogoya merupakan sempalan dari kelompok pimpinan Kelly Kwalik, komandan sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kelly Kwalik tewas dalam penyergapan polisi pada 2009.
Pembantaian 31 orang karyawan PT Istaka Karya yang sedang mengerjakan jembatan jalan Trans Papua terjadi pada tanggal 2 Desember 2018, tercatat awal korban meninggal 19 orang. Selain itu mereka menyerang Pos TNI di mana terdapat 21 anggota Yonif 755/Yalet yang dipimpin oleh Danpos Letda Inf M. Rizal.
Kelompok itu mengejar warga yang berlindung di Pos TNI Mbua di hari yang sama pada pukul 18.30 WIT menyerang dengan taktik menggunakan warga pribumi (warga asli Papua simpatisan mereka) sebagai tameng menyerbu pos TNI.Â
Danpos tidak membalas tembakan ke arah kerumunan massa yang menyerbu Pos, menghindari masalah HAM, mengistruksikan pasukan untuk mundur meninggalkan pos. Selain 19 warga sipil tewas, satu anggota TNI tewas tertembak dan satu lainnya luka-luka.
Pengunduran selama 2 hari 3 malam menembus hutan, dan pada 4 Desember 2018 pukul 11.11 WIT mereka beserta warga pendatang tiba di Wamena. Dilaporkan juga: 5 pekerja hilang dan ditembak kelompok bersenjata itu.
Analisis
Dari beberapa serangan di Papua, kasus Nduga ini yg paling menonjol, dilakukan dengan kejam dan memakan banyak korban. Kelompok bersenjata itu makin berani menyerang pos TNI yang berkekuatan 1 peleton minus. Memang pernah terjadi dalam beberapa kasus kekerasan seperti di Tolikara, Timika dan lainnya, tapi serangan ini penulis nilai yang terstruktur.
Bagaimana membacanya? Papua bak gadis cantik kaya dan menjanjikan. Beberapa negara menginginkannya; memetik untuk mengeruk hasilnya. Penulis pernah dua tahun tugas di Papua, pernah berkeliling dan melihat betapa sulit medan di sana. Sementara pengetahuan penduduk mayoritas masih rendah. Pada pendudukan Belanda memang dibodohkan agar tidak macam-macam.
Sebagian penduduk tersebut mudah dipengaruhi untuk lepas dari Indonesia -- ya itulah yang terjadi-- kemudian muncul gerakan-gerakan dan akhirnya menjadi kelompok bersenjata dengan tujuan ingin merdeka.
Jadi itu semua urusan apa namanya? Baik OPM, KKB, KKSB adalah gerakan separatis, insurgency yang mau merdeka. Hanya persoalannya, karena ada asing yang berminat, Indonesia terganjal dalam mengatasinya dengan serangan frontal TNI, bisa dituduh melanggar HAM. Pelajaran operasi Tinombala tehadap kelompok teror di Poso yang lama tidak kunjung selesai, begitu TNI dilibatkan penuh, selesai. Di Poso tidak ada yang ribut soal HAM karena yang dukung teroris hanya ISIS, bukan negara.
Dari informasi serta data intelijen yang masuk, kasus Nduga jangan diremehkan, kenapa? Karena ada indikasi gerakan, taktik dan strategi Egianus Kogoya itu adalah raid and terror. Jelasnya mereka hanya pelaksana lapangan. Ada handler, pengatur strategi yang sudah berinteraksi.Â
Telah dilaporkan juga, senjata yang mereka gunakan standard NATO. Tujuan pemain luar itu bisa bisnis kelompok khusus atau pesanan bikin kacau. Yang kemudian menjadi pertanyaan intelijen, mereka mau ganggu proyek Infrastruktur atau aksi teror pesanan?Â
Menurut penulis lebih kepada pesanan untuk teror, memanipulasi Egianus untuk melakukan aksi untuk bagaimana caranya menuju merdeka. Itu pesan pihak-pihak yang berkepentingan kepada pemerintah sebagaimana aksi teror umumnya.
Aksi-aksi serupa bisa saja terjadi di tempat lain, baik OPM yang di gunung maupun di pantai. Lantas bagaimana mengatasinya? Counter insurgency adalah langkah yang tepat, potong jalur komando dengan handler mereka. Pertempuran gunung-hutan adalah spesialis beberapa pasukan khusus TNI yang memang dilatih.Â
Sementara itu Kemlu mesti mampu meyakinkan negara-negara seperti Vanuatu, PNG dan negara-negara lain di Pasifik Selatan serta negara lainnya supaya tidak mencampuri urusan dalam negeri kita. Kesejahteraan dan pendidikan penduduk juga tetap diperhatikan oleh pejabat yang pegang amanah.
Kita menyelesaikan Aceh yang mau merdeka saja bisa, apa Papua tidak bisa? Padahal GAM itu lebih cerdas, galak dan cerdik serta jauh berbahaya dibandingkan OPM. Nah, masih ributkah kita dengan istilah? Ini masalah nasional, masalah integritas nasional dan bangsa ini perlu satu sikap, bukan sebaliknya. Semoga bermanfaat. (PRAY)
Marsda Pur. Prayitno Ramelan (Pengamat Intelijen)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H