Mohon tunggu...
Prayitno
Prayitno Mohon Tunggu... Tentara - Blog pribadi

Marsma TNI (Purn) Prayitno.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merajut Budaya Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an

16 Januari 2022   15:19 Diperbarui: 16 Januari 2022   15:31 1445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Merah Putih dan Garuda Pancasila | sekolahan.co.id

    

Masyarakat awam Indonesia senantiasa berharap bahwa tahun baru akan selalu memberikan banyak hal yang lebih baik bagi kehidupan mereka, tidak hanya sandang pangan dan panggon, namun juga kehidupan jiwanya.  Mari kita lihat dari berbagai aspek kehidupan yang umum.

Pada aspek Ideologi, sejak Kemerdekaan RI di tahun 1945, semua sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah serta sekaligus pandangan hidup bangsa Indonesia dengan lambang negara Garuda Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai alat pemersatu. 

Kesepakatan tersebut dicapai setelah perjuangan panjang dengan pengorbanan nyawa, darah dan harta-benda setelah dijajah oleh bangsa Eropa, seperti Portugis, Inggris, Belanda, bahkan Perancis saat Belanda diduduki Perancis dan terakhir adalah Jepang. Setelah perundingan alot, semua tokoh kemerdekaan menyepakati urutan Pancasila seperti sekarang ini.  

Sejak awal, ideologi Pancasila telah dirongrong oleh berbagai paham lain seperti separaratisme, komunisme, kapitalisme, liberalisme dan kekhalifahan. Namun seluruh bangsa Indonesia sepakat bahwa ideologi Pancasila merupakan yang terbaik dan cocok untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sepanjang masa.

Dalam bidang Politik, sejak kemerdekaan, Indonesia mengalami pasang-surut perpolitikan negara.  Bentuk negara juga sempat berubah karena Belanda kembali menduduki Indonesia dan membagi wilayah RI menjadi beberapa negara kecil, sehingga pernah berbentuk Serikat dan kini mampu tegak kembali sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

Bentuk pemerintahan juga sempat berubah dari Presidensil menjadi Parlementer, namun kembali lagi menjadi sistem Presidensil yang menjadikan Presiden RI sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan hingga sekarang setelah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.  

Keikutsertaan pada Pemilu di Indonesia juga tidak bersifat wajib, berbeda dengan di sejumlah negara lain, sehingga jika warga tidak memberikan suaranya pada Pemilu, pasti terkena sanksi hukum.   Juga RI telah mengalami Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, sehingga terkesan otoriter.  

Bahkan pernah mengalami Demokrasi Pancasila, namun pelaksanaannya dinilai tidak Pancasilais oleh para analis dan ahli politik. Politik luar negeri kita pun sempat bergeser ke poros tertentu, namun kini telah kembali sebagai negara yang menganut politik luar negeri bebas-aktif dan non-blok. 

Perlu pertimbangan pemahaman makna Pancasila mirip P-4.  Juga, mata pelajaran Civic seperti era 60-an patut dievaluasi kembali. Demikian pula keikutsertaan pada Pemilu diubah ke wajib agar Pemri dan negara kuat.

Pada bidang Ekonomi, Indonesia pernah terimbas krisis moneter, hingga berhutang dan diatur oleh IMF, sehingga banyak proyek besar terhenti atau ambruk.  

Saat ekonomi global memburuk, terdapat tiga negara di dunia yang bertahan yakni India, Tiongkok dan Indonesia.  Koperasi telah dijadikan sebagai soko-guru perekonomian.  Harus diakui, banyak yang menyindir bahwa ekonomi nasional dikuasai oleh segelintir kelompok pengusaha. 

Namun hal tersebut tidak benar, karena semua diatur UU. Tindakan korupsi juga merusak sendi kehidupan ekonomi nasional.  Perlu sanksi yang lebih keras tanpa pandang bulu, sehingga para koruptor jera, seperti misalnya eksekusi hukuman mati bagi koruptor yang memakan anggaran untuk kehidupan masyarakat atau proyek kemanusiaan.  Pengelolaan di bidang ekonomi terbukti diakui baik oleh dunia dengan dipilihnya Indonesia sebagai Tuan-Rumah KTT G-20 tahun 2022 ini.

Sedangkan pada aspek Sosbud,  kehidupan sosial-budaya Indonesia telah lama tertanam mendalam sebelum RI terbentuk. Berbeda dengan sejumlah negara besar yang terbentuk karena menduduki, menganeksasi dan menjajah negara-negara lainnya, seperti Uni Soviet (USSR) yang terkenal sebagai negara komunis besar pada waktu itu, terbentuk dengan mencaplok banyak negara di sekitarnya.  

AS juga terbentuk dari beragam ras dengan membawa budaya mereka dari negara asalnya dan kemudian membentuk koloni.  Namun kondisi adem Indonesia tersebut terganggu dengan munculnya sikap intoleransi baik suku, golongan dan agama sehingga menimbulkan sentimen SARA.  

Dengan legowo dan tetap berfokus pada Pancasila dan UUD 1945, maka kehidupan sosbud dalam beragama dan bermasyarakat, kebebasan menyampaikan pendapat dan berkumpul, dapat terkendali karena kesadaran sendiri.  

Berbagai wabah dan bencana alam juga dapat diatasi. Perlu penajaman pemahaman bahwa kita ini warga yang bersifat monodualistis sehingga harus saling menolong tanpa pamrih.

Pada sektor hankam, sejak dahulu RI selalu dirongrong oleh banyak kelompok yang tidak hanya berusaha memisahkan diri melalui jalur politik, namun juga melalui kekuatan bersenjata yang ternyata memperoleh dukungan dana dan persenjataan dari negara luar.   

Kerja sama TNI dengan rakyat telah mampu mengatasi semua itu dengan baik dan banyak kelompok yang kemudian sadar dan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.  TNI sebagai komponen utama dalam pertahanan negara telah memberikan darma baktinya kepada nusa, bangsa dan rakyat Indonesia.  

Karena menganut sistem pertahanan rakyat semesta, maka dibentuk Cadangan Nasional (Cadnas) sebagai komponen pendukung serta pelatihan bela negara bagi ASN yang kesemuanya itu bukan pembentukan paham militerisme, namun lebih merupakan implementasi dari Konstitusi UUD 1945 perihal kewajiban warga negara dalam pertahanan wilayah NKRI sebagai komponen cadangan. 

Saat menjalani fit and proper test di DPR RI, Panglima TNI menegaskan bahwa TNI adalah kita, dalam arti TNI merupakan bagian dari masyarakat, juga sebagai tentara pejuang, tentara nasional dan tentara rakyat, sehingga jika rakyat kuat, maka TNI hebat dan pantang menyerah.   

Bersyukur secara bertahap Alutsista TNI kembali akan dimiliki setiap matra, sehingga TNI yang pernah menjadi kekuatan militer terbesar di Asia-Tenggara besar kemungkinan  akan tampil kembali karena memiliki deterrence power.  

Dengan semboyan Tri Dharma, Eka Karma, maka peran TNI di dalam dan di luar negeri pada misi PBB pun terus meningkat dan menonjol. Kesemuanya itu karena jiwa besar setiap prajurit TNI dan didukung oleh wawasan luas dan visioner para pimpinan TNI dari waktu ke waktu dalam track yang benar tanpa pamrih dengan memposisikan diri bahwa Politik negara adalah politik TNI.

Walau masih banyak PR yang harus dikerjakan, namun semua pencapaian tersebut dapat diraih karena masyarakat Indonesia menyadari bahwa keanekaragaman suku yang ada bukanlah masalah.  

Dengan mengacu pada budaya ke-Bhinneka Tunggal Ika-an, yang telah menyatu dan terajut dalam diri setiap insan Indonesia yang memiliki sifat bergotong-royong, sikap tersebut akan menjadi modal kuat dalam pencapaian cita-cita bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun