"Semua penderitaan yang ada di dunia ini, berasal dari keinginan membahagiakan diri sendiri. Kemalangan apa pun yang ada di dunia ini, betapapun banyaknya penderitaan dan ketakutan yang ada, semuanya dihasilkan oleh batin yang mementingkan diri sendiri. Kebaikan apa yang bisa diberikan iblis ini kepadaku?" ~ Bodhisatwa-caryawatara, karya Shantidewa (abad ke-8 Masehi)
Tahun 2018 diwarnai dengan banyak sekali ketidaknyamanan. Mulai dari fenomena alam seperti gempa bumi yang melanda daerah Jawa Barat dan bahkan terasa sampai ke ibukota Jakarta. Gempa bumi besar pun melanda negara lain seperti Taiwan. Kemudian juga terjadinya banjir, longsor, gunung berapi meletus dan sebagainya.
Selain itu, suasana hidup kebersamaan dengan sesama umat beragama di Indonesia yang seyogyanya menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika ini, juga mengalami ketidaknyamanan. Mulai dari isu diskriminasi LGBT, berita bahwa pramugari pesawat yang diwajibkan untuk mengenakan kostum agama tertentu ketika memasuki wilayah tertentu di Indonesia, agresivitas kelompok-kelompok agama tertentu yang mengintimidasi kelompok agama yang lain, pemuka agama yang dipersekusi dan dianiaya, tindak kekerasan di dalam rumah ibadah, sikap saling mencurigai antar umat beragama yang berbeda bahkan menyebabkan keengganan untuk menerima uluran tangan dari kegiatan baksos dan sebagaiya. Semuanya itu buntutnya kemudian menyebabkan ketidaknyamanan dalam melaksanakan ibadah secara bebas yang seyogyanya dijamin oleh Undang-Undang dan Hak Asasi Manusia.
Kemudian ada pula ketidaknyamanan yang terjadi ketika tokoh-tokoh idola harapan kita ternyata tidak memberikan realita yang sesuai dengan mimpi indah kita. Misalnya ketika mereka harus mengalami kasus perceraian, atau ketika pemimpin daerah kurang bijak dalam membuat kebijakan, perumusan rancangan undang-undang baru yang merugikan kita dan sebagainya.
Hal-hal demikian tentu sangat mengkhawatirkan. Belum genap dua bulan kita memasuki tahun 2018 sudah sedemikian banyak pertanda buruk yang membayangi. Tentu kita harus berbuat sesuatu. Buddha mengajarkan bahwa hukum karma dan sebab akibat adalah sesuatu yang bersifat dinamis, bukanlah takdir yang harus diterima bulat-bulat secara pasrah.
Lalu apa yang bisa kita lakukan? Buddha lebih lanjut mengajarkan bahwa untuk menyelesaikan sebuah masalah, pertama-tama yang harus kita lakukan adalah mencari sumber dan penyebab masalah tersebut. Sebagaimana pepatah Cina juga mengatakan bahwa memotong rumput liar haruslah sampai ke akarnya, demikian pula kita harus mencari akar permasalahan dan kemudian melakukan segala yang kita bisa untuk menghancurkan akar masalah tersebut.
Sikap Mementingkan Diri Sendiri: Sumber Segala Permasalahan
"Menyembunyikan sikap mementingkan diri sendiri dalam-dalam; Atas semua perselisihan, saya menyalahkan makhluk lain tanpa alasan." ~ Cakraphala Yang Secara Efektif Menyerang Titik Vital Musuh. Karya Dharmarakshita (abad ke-9 Masehi)
Batin yang mementingkan diri sendiri adalah paling bertanggung jawab atas semua hal tak menyenangkan yang terjadi pada diri kita. Hal ini termasuk kejahatan yang dilakukan orang lain terhadap kita, baik hanya sekedar berupa perkataan dari teman kita yang agak sedikit menyakitkan hati, sampai ke pencopet yang mengambil dompet kita, mobil yang menabrak kita, oknum-oknum intoleransi yang melarang kita beribadah, ataupun pemimpin daerah yang tidak cakap ataupun banjir yang melanda rumah kita dan sebagainya. Begitu juga yang dilakukan kepada kita oleh dewa-dewa duniawi, para naga, dan makhluk hidup bukan manusia lainnya. Bahkan batin yang mementingkan diri sendiri ini pulalah yang bertanggung jawab ketika kita harus terlahir kembali di alam-alam neraka, setan kelaparan, atau binatang, dan seterusnya.
Mengapa? Karena semua akibat yang kita terima tersebut adalah disebabkan oleh keyakinan yang jahat bahwa kita lebih penting daripada makhluk lain, sehingga kita membunuh atau merugikan makhluk lain misalnya nyamuk di kamar kita, kita memelihara sifat kikir, kita melancarkan aksi-aksi untuk menyingkirkan keyakinan yang tidak sejalan dengan kita, dan perilaku lainnya yang sejenis, yang mana semuanya itu adalah cara untuk memperoleh kebahagiaan bagi diri kita sendiri.
Batin yang mementingkan diri sendirilah yang pantas disalahkan untuk semua jenis penyakit yang kita alami, seperti misalnya ketidakseimbangan unsur-unsur di dalam tubuh, yang menyebabkan kita menderita mulai dari penyakit-penyakit ringan seperti flu dan demam sampai ke penyakit-penyakit mematikan seperti kanker atau AIDS.
Batin yang mementingkan diri sendiri ini juga bertanggung jawab untuk semua jenis ketakutan yang kita hadapi, seperti takut dilukai oleh seorang musuh, takut ajaran agama kita dikalahkan oleh agama yang lain, menderita karena kehilangan sesuatu, menjadi sasaran perkara peradilan, dan dihukum oleh aparat berwenang.
Batin yang seperti ini bertanggung jawab untuk semua kesulitan ini karena batin ini menuntun kita melakukan perilaku-perilaku yang tidak bajik seperti tidak makan sesuai porsinya; mencegah kita melepaskan kemelekatan kita terhadap tiga hal duniawi yang mencakup makanan, pakaian, dan reputasi; dan membuat kita tidak bersedia memaklumi kondisi tidak menyenangkan apa pun yang kita temui.
Batin yang mementingkan diri sendiri bertanggung jawab terhadap masalah yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki posisi kedudukan tinggi, seperti para pemimpin negara maupun pemimpin daerah dan bahkan pemimpin agama. Batin ini bahkan menimbulkan perselisihan antar negara dan menyebabkan peperangan. Batin ini jugalah yang menimbulkan masalah pada tingkat lebih rendah, termasuk ketidaksepakatan di antara partai politik yang satu dengan yang lain, umat beragama yang satu dengan yang lain, di antara sesama anggota keluarga, dan bahkan di antara para pemuka agama yang bersahaja.
Semua penderitaan yang kita rasakan seperti menjadi korban dari pencuri dan perampok adalah disebabkan oleh batin yang mementingkan diri sendiri ini. Hal ini benar adanya bahkan untuk sesuatu yang sepele seperti seekor tikus yang masuk ke rumah kita dan mencuri makanan kita atau sekelompok semut yang merusak makanan kita di atas meja.
Jika kita harus mati akibat keracunan atau akibat memakan makanan yang tidak layak, bukanlah racun tersebut yang membunuh kita. Penyebab utamanya adalah batin yang mementingkan diri sendiri yang mendorong kita untuk memakan semua jenis makanan yang tidak layak. Oleh karena itu, batin yang mementingkan diri sendiri itulah yang membunuh kita. Jika kita difitnah telah mencuri sesuatu, ini juga merupakan akibat yang dibawa oleh perilaku kita yang melukai orang lain di masa lampau karena dorongan batin yang mementingkan diri sendiri.
Batin inilah yang membawa segala jenis hal buruk yang ada di dunia dan merupakan sumber semua perbuatan tidak bajik, dan berbuntut pada semua ketidaknyamanan yang kita alami saat ini!
Sikap Mementingkan Makhluk Lain: Sumber Segala Kebahagiaan
Namun, tidak satu pun kesulitan di atas ini akan muncul jika kita mengatasi sikap mementingkan diri sendiri dan mengatakan kepada musuh tak terlihat kita ini, "Tidak masalah bagiku. Lakukan apa pun yang Anda mau!"Membaca ini, kita menjadi teringat dengan ajaran dari sebuah agama yang mengajarkan untuk memberikan pipi kananmu jika pipi kirimu ditampar.
Guru-guru arif di zaman dahulu juga menyusun doa sebagai berikut "Berkahilah aku agar menyadari bahwa penyakit mematikan berupa sikap mementingkan diri sendiri adalah sumber penderitaan yang tak diinginkan"
Shantidewa di dalam maha karya beliau, Bodhisatwa-caryawatara, juga menulis bahwa. "Semua kesejahteraan yang ada di dunia ini, adalah berasal dari keinginan membahagiakan orang lain."
Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa semua kualitas baik. seperti terlahir di alam yang lebih tinggi, memperoleh kekayaan materi, dan pengikut yang baik, hidup tenang tentram, rumah tidak dilanda gempa, harta tidak hilang dan sebagainya semuanya adalah justru berasal dari mengutamakan makhluk lain!
Sebagai contoh, jika kita menghindari pembunuhan makhluk lain karena kita mengasihi semua bentuk kehidupan, kita akan mengalami akibat dari perbuatan bajik karena meninggalkan pembunuhan. Hasil ini termasuk dilahirkan di alam yang lebih tinggi dan mempunyai umur yang panjang. Demikian juga, ketika sikap mengutamakan orang lain menggerakkan kita untuk mempraktikkan kebajikan seperti kemurahan hati dan tidak mencuri, tindakan- tindakan ini akan membawa kekayaan yang luar biasa dan hasil yang menyenangkan lainnya di masa depan.
Shantidewa lebih lanjut bahkan menegur kita dengan cukup tajam, "Mengapa terus berpanjang lebar? Cukup hanya dengan mempertimbangkan perbedaan ini saja: si dungu mengejar kepentingan mereka sendiri; sang bijaksana bertindak untuk kepentingan yang lain!"
Kita sudah terlalu lama berpegang teguh pada sikap yang mementingkan diri sendiri dan berupaya keras secara terus-menerus sejak samsara tak berawal dengan dipacu oleh satu pemikiran ini bahwa, "Aku harus menemukan kebahagiaan untuk diriku sendiri." Namun, tanpa kita sadari, kita telah GAGAL TOTAL mencapai bahkan bagian terkecil pun dari kepentingan- kepentingan kita. Tidak hanya kita gagal memperoleh cara yang bisa menjaga kita supaya tidak terlahir di alam-alam rendah, tetapi kita masih menemukan diri kita berada dalam kondisi merana karena harus menanggung tiada yang lain selain penderitaan.
Welas Asih Agung: Sumber Segala Pertolongan
Apa artinya memikirkan kebahagiaan makhluk lain? Artinya adalah welas asih agung yang tanpa batas. Di dalam teks Delapan Bait Latihan Batin, seorang cendekiawan ulung, Guru Langri Tangba berdoa bahwa, "Semoga aku selalu mengutamakan semua makhluk, yang lebih berharga daripada sebuah permata pengabul harapan, dengan melihat bahwa mereka membantuku memperoleh tujuan tertinggi."
Tidak ada pertolongan lain bagi kita selain welas asih. Adalah sepenuhnya tepat dan satu-satunya pertolongan bagi kita untuk mengembangkan batin yang mementingkan makhluk lain apabila kita berharap untuk cepat melewati masa-masa tidak nyaman dengan baik.
Kita seyogyanya berdoa sebagai berikut, "Berkatilah aku untuk mengenali bahwa penyakit kronis mementingkan diri sendiri adalah sumber dari penderitaan yang tidak diinginkan..."
Welas asih adalah satu-satunya jalan untuk mencapai pencerahan sempurna. Kecuali jika kita tidak memiliki niat untuk mencapai Kebuddhaan, maka kita semua harus menjadikan welas asih sebagai praktik yang paling utama.
Bahkan Yang Mulia Atia (abad ke-10 Masehi) tidak merasa puas meskipun sudah menguasai semua aspek Dharma. Dengan risiko mengalami kesukaran yang hebat, beliau mengarungi lautan selama tiga belas bulan untuk mencari ilmu welas asih yang sangat berharga ini. Setelah bertemu Guru Suvarnadwpa dari Kerajaan Sriwijaya, dan kemudian dari beliaulah Sang Guru agung menerima instruksi lengkap untuk melatih batin pencerahan yang intinya adalah praktik welas asih agung. Yang Mulia Atia kemudian menjadikan instruksi-instruksi ini sebagai praktiknya yang paling utama dan meletakkan posisi guru yang mengajarkannya pada tingkatan tertinggi dari semua gurunya yang lain.
Dengan welas asih yang mengabaikan kepentingan diri sendiri dan mengutamakan kebahagiaan orang lain, kita akan bisa menghimpun kebajikan dengan sangat cepat dan ekstensif, sebagaimana dikatakan oleh Shantidewa, "Semua bentuk lain kebajikan, seperti pisang raja, akan mati setelah berbuah. Tetapi pohon batin pencerahan (welas asih agung) tumbuh subur; Dan menghasilkan buah terus-menerus dan tidak akan mati."
Lebih jauh, Shantidewa juga mengatakan bahwa, "Sejak seseorang menganut batin yang berusaha membebaskan lingkaran makhluk hidup yang tak berujung dengan kebulatan tekad yang tak tergoyahkan; Maka sejak saat itu pula, bahkan pada saat tidur sekalipun atau dalam kondisi tanpa perhatian, seseorang akan mendapatkan banyak arus kebajikan yang mengalir terus-menerus yang seluas angkasa."
Karena pada dasarnya memang benar bahwa seseorang yang merenungkan untuk menghilangkan rasa sakit kepala beberapa makhluk pun dikatakan telah mengembangkan keadaan batin yang bajik yang terberkahi dengan kebajikan tak terbatas. Tentu saja bagi seseorang yang berkeinginan untuk menghilangkan kesakitan tiada akhir setiap makhluk dan membawa kebajikan tak terukur bagi setiap makhluk tersebut akan memiliki kebajikan yang bahkan jauh lebih unggul lagi.
Dunia memang menghormati pelaku kebajikan misalnya seseorang yang mempersembahkan makanan kepada beberapa orang. Walaupun itu hanyalah pemberian sementara berupa makanan belaka yang bahkan mungkin dilakukan dengan tidak sopan, dan hanya memuaskan selama setengah hari saja. Tentu saja dengan logika yang sama kita bisa memahami bahwa apabila kita memberikan segala hal yan tak terbatas kepada jumlah makhluk yang tak terhingga  dan dengan sepenuhnya memenuhi harapan setiap makhluk tentu memiliki kebajikan yang berlipat-lipat lebih unggul daripada tindakan yang pertama.
Selain itu, bahkan tidak ada yang melampaui keampuhan welas asih dalam hal kemampuannya mempurifikasi karma buruk kita. Jika kita mengembangkan batin yang demikian ini, kita dapat memusnahkan bahkan perbuatan-perbuatan buruk yang paling menakutkan dan kegelapan batin yang tak bisa dimusnahkan oleh metode purifikasi lain.
Seseorang yang memiliki batin welas asih agung dapat menghindari bahaya yang berkaitan dengan perbuatan buruk, kegelapan batin, dan konsekuensi-konsekuensinya, sama halnya dengan seseorang yang bepergian melalui pegunungan yang berbahaya dapat menjamin keselamatannya jika ia ditemani oleh seorang pahlawan agung.
Batin welas asih agung dapat membersihkan sekumpulan perbuatan buruk berapa pun beratnya. Ia membakar habis semua karma buruk seperti api pada akhir sebuah kalpa akan melalap habis ranting-ranting kayu. Oleh karena itu, memeditasikan batin welas asih agung dalam satu sesi meditasi saja adalah cara yang lebih baik untuk memusnahkan perbuatan-perbuatan buruk kita daripada mempraktikkan selama seratus tahun apa pun metode purifikasi lainnya yang tidak memiliki kualitas-kualitas dari batin welas asih agung ini.
Setiap orang yang mengembangkan batin welas asih agung akan mencapai semua tujuan sementara dan tujuan akhir dengan tanpa upaya. Pada kenyataannya, batin welas asih agung memenuhi harapan tertinggi dari semua tujuan yang diinginkan: mengikis penderitaan yang tidak diinginkan semua makhluk dan memberikan kebahagiaan yang mereka inginkan. Oleh sebab itu, Shantidewa juga mengatakan bahwa, "Batin welas asih agung mengangkat makhluk-makhluk yang tak terhingga banyaknya dengan mudah mencapai bentuk kebahagiaan yang tertinggi."
Seorang Cakravartin dilindungi oleh dewa-dewa seperti Vajrapani, Brahma, akra, dan keempat Maharajika bahkan pada saat ia sedang tidur. Sama halnya, seorang Bodhisatwa juga dilindungi oleh dua kali banyaknya pelindung-pelindung tersebut sepanjang hari. Oleh karena itu, seorang Bodhisatwa tidak akan menemui gangguan apa pun, termasuk yang disebabkan oleh makhluk halus jahat dan setan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki batin welas asih agung dapat saja melakukan ritual penebusan dosa dengan memukul genderang dan alat musik lain untuk mengundang para dewa pelindung. Tetapi praktisi seperti itu tidak akan pernah bisa yakin apakah dewa-dewa pelindung tersebut akan datang atau tidak. Sebaliknya, apabila kita berhasil membangkitkan batin welas asih agung ini, Vaishravana dan semua empat dewa Maharajika akan melindungi kita seperti seorang pesuruh, bahkan tanpa kita meminta mereka untuk melakukannya.
Batin welas asih agung juga mampu melindungi seseorang dari berbagai penyakit seperti klesha.
Realisasi kesunyataan itu sendiri, yang tanpa manfaat dari batin welas asih agung, hanya mampu membuat kita menyempurnakan penghimpunan kebijaksanaan; namun tidak membantuk kita menyempurnakan penghimpunan kebajikan.
Singkat kata, batin welas asih agung adalah akar dari semua kualitas kebajikan. Jika kita memilikinya, kita dapat mengubah semua perbuatan bajik kita, dari hal sepele seperti memberikan sepotong makanan kepada seekor kucing, menjadi penyebab yang akan mendekatkan kita kepada pencapaian Kebuddhaan.
Batin welas asih agung adalah satu-satunya akar dari kebahagiaan dan kesejahteraan semua makhluk. Lebih lanjut, batin welas asih agung ini adalah intisari dari semua himpunan Dharma. Batin welas asih agung ini adalah praktik utama bagi putra sejati Para Penakluk. Melalui kekuatan batin ini jugalah kita dapat memiliki kualitas-kualitas luar biasa dari Sang Jalan.
Yang Mulia Atia sendiri yang telah memahami dan mencapai realisasi dari semua ajaran suci Buddha, memiliki sebuah perkataan yang paling berharga yaitu bahwa, "Meditasikanlah cinta kasih, welas asih, dan batin pencerahan."
Tahun 2018 hanya bisa diselamatkan oleh welas asih. Kehidupan kita hanya bisa ditolong oleh welas asih. Semua bencana dan permasalahan yang menghadang kita ini hanya bisa dihilangkan dengan welas asih. Welas asih adalah satu-satunya pertolongan. Tiada pertolongan selain welas asih!
"Tersiksa karena kelahiran, aku menjadi letih akibat jeratan karma. Walaupun remuk hati karena kelelahan, dera karma tak terelakkan. Dorongannya bak aliran air. Laksana badai topan, kekuatan karma sungguh sulit dilawan. Penderitaan ini sungguh tak terlukiskan... Tubuh, ucapan dan batinku berada di bawah pengaruh ketidakbajikan. Akibat kekuatan kobaran api bengis karma buruk, kesengsaraan kesadaran menerpa... Pelindung Dunia, di manakah Engkau sekarang? Tidak tahan lagi dengan penderitaan dahsyat ini, digulung oleh kepanikan rongrong dan ketakutan luar biasa, aku menyampaikan ratapan kerinduan ini, ratapan putus asa dan sengsara memohon pertolongan. Awalokiteswara, Pelindung yang penuh cinta kasih, bagaimana Anda dapat menahannya? ... Bersediakah Engkau menarikku dengan tangan welas asihmu?" ~ Guru Chandrakirti (abad ke-7 Masehi)
==
Sumber Rujukan dan Inspirasi:
- Pembebasan di Tangan Kita, karya Pabongka Rinpoche
- Bodhisatwa-caryawatara, karya Shantidewa
- Cakraphala, karya Dharmarakshita
- Praktik Penyempurnaan Welas Asih, karya Thubten Chodron
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H