Mohon tunggu...
Praviravara Jayawardhana
Praviravara Jayawardhana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya seorang praktisi Dharma

Semoga seluruh alam semesta berbahagia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Seorang Mahayanakah Saya?

3 Agustus 2017   14:17 Diperbarui: 3 Agustus 2017   15:25 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam proses menuju motivasi agung ini, pertama-tama berlatihlah dalam berbagai praktik yang umumnya dilakukan makhluk bermotivasi kecil, yakni mereka yang menganggap kelahiran baik di dalam samsara sebagai tujuan akhir. Pada poin ini, topik utama meditasinya adalah cara bertumpu pada guru spiritual, kelahiran sebagai manusia dengan kebebasan dan keberuntungan, potensi besar dari kelahiran sebagai manusia dan kesulitan memperolehnya, kematian dan ketidakkekalan, penderitaan di alam-alam rendah, berlindung, serta hukum karma dan akibatnya.

Selanjutnya, kembangkan kualitas yang dilatih bersama-sama makhluk bermotivasi menengah, yakni mereka yang bertujuan mencapai nirwana pribadi. Topik utama yang perlu direnungkan di sini adalah kekurangan samsara dan jalan pembebasan dari samsara, yang dipahami melalui sudut pandang 4 Kebenaran Mulia atau 12 mata rantai yang saling bergantungan.

Dengan mengembangkan kualitas bersama ini, kita akhirnya siap untuk menjalankan praktik makhluk agung, yang tujuannya adalah menolong semua makhluk memenuhi aspirasi mereka memperoleh kebahagiaan dan menghentikan segala penderitaan, yang pada gilirannya, demi alasan ini, berupaya mencapai pencerahan. Jalan makhluk agung utamanya adalah menerapkan metode untuk merealisasi Bodhicita dan, ketika ini telah diraih, mengikuti tahapan untuk mencapai pencerahan itu sendiri, yang dikenal sebagai praktik-praktik Bodhisatwa.

Praktik-praktik Mahayana pada dasarnya adalah praktik-praktik yang dilatih oleh para makhluk yang berada pada kategori motivasi agung, yaitu mereka yang berlatih dengan motivasi yang sangat jelas, mereka takut terhadap penderitaan samsara, kemudian mereka juga khawatir dan sedih terhadap penderitaan semua makhluk di samsara (yang tidak berbeda sama sekali dengan penderitaan yang dialaminya sendiri), dan oleh karena itu mereka berlatih untuk menjadi Buddha demi menolong semua makhluk.

Seorang praktisi meditasi di hutan yang mendapatkan bimbingan langsung dari silsilah kebhiksuan di Thailand, jika bermeditasi semata-mata mencari ketenangan sementara semata, untuk menghindar dari permasalahan dunia, atau semata-mata mengharapkan karma baik ataupun mengejar jhana, atau untuk memadamkan kekotoran batin demi pembebasan pribadi, maka orang tersebut bukanlah seorang Mahayana.  Sebaliknya jika orang tersebut tekun bermeditasi karena didorong oleh rasa iba yang menggebu untuk menempuh segala cara agar dapat secepat-cepatnya bebas dari samsara dan menjadi Buddha untuk menolong para makhluk, maka orang tersebut adalah seorang Mahayana, terlepas dari warna jubah dan lokasi negara di mana dia berpraktik.  

Seorang praktisi nian fo(pelafalan nama Buddha) di Tiongkok, yang melafalkan mantram semata-mata karena mengira Sukhavati adalah sebuah surga yang menyenangkan dan dia ingin ke sana karena tidak tahan dengan penderitaan dunia, maka pada dasarnya orang tersebut tidak sedang mempraktikkan Mahayana. Sebaliknya jika dia melafalkan mantram dengan motivasi untuk bisa memiliki kualitas sempurna dari Buddha Amitabha sendiri sehingga dia pun bisa memiliki kemampuan untuk menolong para makhluk yang tak terhingga jumlahnya untuk bebas dari samsara, maka orang tersebut adalah seorang Mahayana.

Jadi kesimpulannya sangatlah sederhana sekali. Apakah kita masih suka melihat keluar dan jarang melihat ke dalam? Jika demikian, barangkali kita belumlah menjadi seorang murid yang baik dari Buddha. Dan apakah kita lebih banyak memikirkan kepentingan diri sendiri atau selalu berjuang untuk bisa memiliki kemampuan menolong orang? Jika kita berada di posisi yang kedua, kita ternyata adalah seseorang dengan hati Mahayana, terlepas dari penampilan luar kita seperti apa.

Sumber Rujukan:

  • Janji Setia Bodhisatwa oleh Dagpo Rinpoche
  • Bodhicaryawatara oleh Shantidewa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun