Sementara Taman Nasional Komodo Labuan Bajo merupakan destinasi dengan kunjungan wisatawan mancanegara terbanyak. Melihat komodo yang hanya sehari, namun wisatawan dapat tertahan lebih dari seminggu karena dapat melakukan aktivitas menyelam. Terhitung ada 500 ribu wisatawan per tahunnya yang mengunjungi Labuan Bajo.
Sumber daya alam Indonesia yang lebih unggul dari Malaysia, namun kunjungan wisatawan mancanegara ke Malaysia sebanyak 3x lipat jumlahnya dibandingkan yang berkunjung ke Indonesia. Saat ini Malaysia telah mampu mendatangkan 20 juta wisman, sementara Indonesia baru menargetkan 20 juta wisman pada tahun 2019.
Penerbangan langsung khusus (charter flight) dari beberapa kota di Tiongkok langsung menuju Manado Sulut, telah meningkatkan secara signifikan kunjungan turis. Menariknya kini Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara menginginkan kembali pengelolaan Taman Nasional Bunaken seperti sebelum tahun 2014, dimana kini terjadi kesemrawutan tata kelola.
Di Afrika Selatan telah ada contoh kesuksesan bagaimana pengelolaan taman nasional dilakukan kerjasama swasta dan publik. Sementara taman nasional di Kanada, sukses dikelola oleh profesional yang bukan sebagai pemilik lahan wisata.
Menariknya para wisman backpacker tanpa rombongan besar justru yang mendominasi destinasi wisata alam. Golongan yang identik dengan keterbatasan pengeluaran, tanpa disadari yang paling banyak mengeluarkan biaya (terutama makan) apabila memutuskan tinggal lebih lama.
Manfaat yang harus didapat dari eco-wisata adalah perekonomian, sosial budaya masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, persahabatan antar bangsa-bangsa.
Eco-wisata akan terbagi dalam tiga jenis yaitu wisata konservasi, wisata non-konservasi dan wisata geopark.
Dari keseluruhan Taman Nasional dan Taman Wisata Alam yang ada di Indonesia, ditargetkan akan mampu menarik 3 juta kunjungan wisatawan di tahun 2019. Ini akan dioptimalkan melalui kebijakan pembukaan penerbangan langsung internasional, promo khusus, bebas visa 169 negara. Selain itu juga terus melakukan pengembangan atraksi, aksesibilitas serta amenitas wisata alam.
Saat itu Direktorat Jenderal (Ditjen) Kehutanan yang masih bernaung di Departemen Pertanian, pengelolaan spesies konservasi berada dalam salah satu direktorat di jajaran Ditjen Kehutanan bernama direktorat perlindungan & pelestarian alam.
Para akademisi IPB membentuk kelompok studi konservasi, untuk bagaimana memberikan perlindungan aset konservasi hutan seperti harimau, gajah, banteng dan cendrawasih. Maka dibentuklah School of Enviromental Conservation Management (SECM), sebagai wadah pengembangan kapasitas SDM konservasi.
Akhirnya tahun 1983 terbentuklah Departemen Kehutanan RI dan Direktorat Jenderal Konservasi, dimana dilakukan pula penguatan akademik di IPB dengan pembukaan jurusan konservasi & sumber daya hutan yang bercikal bakal dari SECM. Menceritakan apa yang terjadi di alam (storytelling), diharapkan dapat menjual hutan tanpa perlu menebang.