Mohon tunggu...
Emanuel Pratomo
Emanuel Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - .....

........

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Restorasi Gambut dengan Sukacita Tanpa Ada Dusta, Saling Fitnah dan Adu Nyawa

20 Oktober 2016   15:26 Diperbarui: 20 Oktober 2016   15:35 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: presentasasi NyomanSuryadiputra

Ketika ada drainase berlebihan lahan gambut dimana air dikeluarkan dan dibuang serta mengalami kerusakan, maka tak hanya emisi gas rumah kaca, namun bencana krisis air tawar sudah di depan mata. Bahkan kejadian ini sudah tampak saat kebakaran hutan & lahan di Jambi, salah satu desa sudah sangat kesulitan mendapatkan air tawar. Ada juga di pantai barat Sumatera Utara banyak pohon mangrove hutan dibongkar untuk menjadi pohon sawit. Pohon yang sudah tinggi dan berumur sebelas tahun, namun tak dapat berbuah. 

Setiap terjadi penurunan air gambut sedalam 70 cm, maka terjadi penurunan tanah gambut sedalam 5 cm. Jika sepuluh juta lahan gambut dikonversi menjadi lahan sawit dan akasia, maka akan membentang sekitar 5 juta kilometer kanal-kanal. Para petani kecil hanya mampu membuat kanal sepanjang 120 meter dalam satu hektar lahan. Sementara pihak industri besar mampu membuat kanal sepanjang 700 meter. 

Nyoman juga telah menganalisis mengapa orang cenderung membuka lahan sawit. Dibuka sejak tahun 2006 dengan modal untuk manajemen perkebunan enam milyar rupiah, kemudian panen pada tahun 2010 dan 2011 menghasilkan pendapatan 20 milyar rupiah. Memang dalam jangka pendek perkebunan sawit sangat menguntungkan, namun jangka panjang telah menunggu kerusakan lingkungan tak terduga. Namun saat ini telah banyak pohon sawit bertumbangan, lahan sawit mengalami kebanjiran, penyakit ganoderma telah mengintai. 

Diperlukan sikap bersatu padu agar budidaya sawit tidak mengalami kehancuran seperti budidaya udang. Menjadi kekuatiran utama adalah serangan virus penyakit dibandingkan subsiden lahan gambut. Dahulu hutan mangrove dihancurkan untuk pembukaan lahan budidaya udang. Kemudian usaha budidaya udang mengalami kemunduran, dengan terserangnya secara masif oleh white spot deseases.

Ada salah satu perkebunan sawit di Sumatera yang sekitar 30% lahan telah terserang ganoderma. Satu-satunya solusi pembasmian spora hanyalah dengan cara dibakar. Dari foto kebakaran lahan sawit tersebut yang beredar, diindikasikan telah terjadi pembakaran spora ganoderma.

Ada pula perusahaan besar di lahan gambut Sumatera Utara yang mengalami kebanjiran selama 4 bulan berturut-turut, dan menghancurkan 50% wilayah konsesinya. Sementara titik api mulai bermunculan di Sulawesi. Mangrove lahan gambut di Sulawesi Barat dan Gorontalo Sulawesi Utara dibongkar untuk budidaya udang. Ketika mendapati air asam saat membuka parit,  maka dikeringkanlah dan matilah lahan mangrove di lahan tersebut. Beberapa waktu lalu sempat terbakar di lahan tersebut. 

Salah satu contoh strategi berdasarkan fakta lapangan di wilayah yang dibatasi oleh Sungai Kampar dan Sungai Indragiri Propinsi Riau. Pembangunan kanal-kanal mengelilingi kubah gambut dalam fungsi lindung (konservasi) oleh masyarakat serta industri besar sawit & akasia. Untuk solusi sukacita bersama maka secara bertahap dilakukan penyekatan kanal dengan menanam tanaman aseli gambut di sekelilingnya 10 hingga 20 meter tanpa mengganggu sawit (mengurangi laju subsiden).

Tujuan membasahi lahan gambut haruslah dengan jumlah bendungan kanal yang memadai. Apabila gambut kering maka akan terjadi subsiden, sementara jika lahan terbakar (hilangnya bahan organik) maka akan terbentuk cekungan. Ketika lahan gambut telah tergenang menjadi danau, maka teknik paludikultur tak dapat diterapkan. Maka yang sangat cocok adalah penanaman ikan (budidaya perikanan), dibandingkan penambahan gundukan tanah yang membutuhkan biaya yang sangat besar.

Untuk peralihan budidaya sawit ke komoditas tanaman asli lahan basah (paludikultur) & budidaya perikanan (akuakultur), akan menurunkan emisi sebesar 60 ton per hektar / tahun. Kanal-kanal dapat diisi ikan & sekelilingnya ditanami berbagai macam paludikultur tanpa mengganggu tanaman sawit, maka secara bertahap masyarakat akan memiliki pengganti alternatif mata pencaharian.

Desa Sungai Beras secara administratif berada di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjatim) Propinsi Jambi. Desa ini merupakan wilayah yang sebagian besar berlahan gambut. Abdul Hamid yang sangat aktif dalam Kelompok Pengelola Hutan Desa, mengatakan bahwa 'spirit' gambut dari tiap daerah itu sangat berbeda satu sama lain.

Maka tanaman/tumbuhan ramah gambut itu harus sesuai karakter dan habitat daerah itu sendiri, tak bisa dipaksakan tumbuhan ramah gambut suatu daerah ditanam di lahan gambut daerah lainnya. Warga Desa Sungai Beras telah lama mengetahui pentingnya kelestarian lahan gambut. Jika pada tahun 1970-1990 an wilayah desa berstatus hutan rawa gambut, maka 1990an-2016 berstatus hutan lindung gambut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun