Parungpanjang, 17 April 2022
Panas banget yak bulan puasa ini. Panas-panas gini enaknya ngoceh di dunia maya. Wkwkwkwk.... Ashiapp..Â
Akhir tahun 2021 lalu, saya tidak sengaja menonton podcast om botak di YouTube. Isinya, membahas soal pendapatan seorang atlet e-sports yang mencapai ratusan juta bahkan bisa sampai angka miliaran.
Om botak itu berkata "cuma main game doang bisa segitu?"
Mendengar perkataan om botak itu saya berkata, "yaelah, lu kaga tau aja gimana susahnya e-sports".
Perkataan itu tentu hanya saya ucapkan dalam hati. Mau ngedumel bagaimanapun, perkataan om botak itu memang sangat wajar, karena masih banyak orang di luar sana yang menganggap bahwa e-sports "cuma main game doang".
Bapak-bapak dan ibu-ibu generasi boomer di sekitar saya kebanyakan juga berkata demikian.
Saat saya menonton pertandingan MPL ID (turnamen mobile legends) atau PMPL ID (turnamen PUBG Mobile), sejumlah kerabat saya yang angkatan tua, seringkali bertanya "oh ada ya turnamen maen game".
Setelah saya beri tahu jumlah hadiah yang bisa didapat dalam kompetisi tersebut, ucapan yang keluar dari mulut mereka kurang lebih sama seperti si om botak itu, "Cuma main game doang bisa dapet duit segitu?"
Hadeeh...
Baiklah, saya coba kasih pencerahan sedikit ya, bapak dan ibu boomers. E-sports itu bukan sakadar main game. Zaman sekarang, atlet e-sports bisa dilakoni sebagai profesi yang menjanjikan.
Industri game saat ini beda dengan beberapa dekade lalu. Industri game sudah banyak berkembang dan semakin kompetitif.
Game yang tadinya hanya dijadikan sebagai hiburan, kini bergeser menjadi ajang mencari cuan. Sah-sah saja, karena memang layak dimonetisasi dan bisa jadi salah satu ladang prestasi.
Kompetisi-kompetisi game, sebenarnya sudah ada sejak Tetris mulai digandrungi. Silakan cari-cari saja di YouTube video kompetisi game zaman dulu.
Kompetisi tersebut tidak sembarangan, bapak-bapak ibu-ibu. Bahkan ada seleksi ketat dalam kompetisi tersebut, untuk mewakili wilayah tertentu dan bertanding dalam turnamen yang cakupannya lebih besar. Misalnya kejuaraan dunia.
Dan coba lihat saja video-video di YouTube itu, bagaimana mereka memainkan game Tetris yang sebenarnya sangat sederhana itu, dengan teknik dan kecepatan tangan yang tinggi.
Artinya, tidak ada kata "cuma main game doang" dalam sebuah kompetisi game atau e-sports. Butuh skill yang diperoleh dari ketekunan dalam berlatih.
Berkembangnya era konsol modern juga membuat game-game menjadi lebih maju, lebih kompleks, dan realistis.
Perkembangan ini membuat game yang dipertandingkan bukan lagi game sederhana semacam Tetris. Game-game menjadi sangat rumit dan yang dibutuhkan, tidak hanya soal kemampuan serta kecepatan tangan.
Seorang pemain game kini juga harus punya pengetahuan. Buat apa pengetahuan itu? Ya supaya bisa menguasai game tersebut.
Pengetahuan yang dibutuhkan semakin banyak, bapak-bapak ibu-ibu.
Contohnya game Mobile Legends yang populer di Indonesia. Mobile Legends punya banyak instrumen dan item yang bisa digunakan untuk mengoptimalkan karakter yang dimainkan.
Setiap karakter pun punya kemampuan yang berbeda-beda. Misalnya, karakter "marksman", mereka sifatnya bisa melakukan serangan dari jarak jauh. Tapi, mereka punya kelemahan yaitu pergerakannya yang cenderung lebih lambat.
Kemudian ada juga karakter "fighter", pergerakan mereka lebih cepat tapi serangannya harus dilakukan dari jarak dekat.
Para pemain Mobile Legends pun harus meracik item-item untuk menutupi kelemahan-kelemahan setiap karakter tersebut dalam permainan.
Hal-hal seperti itulah yang membuat game kini semakin rumit dan sulit dikuasai. Hanya pemain yang punya pengetahuan dan kemampuan, yang bisa menguasai jalannya permainan.
Dari mana pengetahuan dan kemampuan itu didapat? Ya dari mana lagi kalo bukan latihan.
Atlet-atlet e-sports pun punya porsi latihannya masing-masing. Saya pernah mewawancarai seorang atlet e-sports cabang PUBG Mobile. Waktu itu dia mengatakan bahwa pola dan porsi latihan pemain e-sports itu tidak main-main.
Kalau Anda membayangkan bahwa atlet e-sports hanya berlatih dengan main game, Anda salah besar.
Banyak pertimbangan yang dilakukan dalam latihan. Porsi latihan tersebut juga disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pemain.
Ada latihan fisik, konsentrasi, dan strategi. Latihan fisik dilakukan agar para pemain bisa tetap fit saat berlaga. Sebagai informasi, laga yang dilakoni atlet e-sports dalam satu hari, bisa memakan waktu hingga berjam-jam.
Contohnya dalam kompetisi PMPL ID, turnamen PUBG Mobile skala nasional. Dalam satu hari, para pemain biasanya melakoni lima pertandingan. Dalam satu pertandingan, bisa menghabiskan waktu hingga setengah jam. Artinya, sehari mereka akan bertanding selama 2,5 jam.
Jika fisik tidak fit, bertanding dalam waktu selama ini tentu akan menguras banyak energi dan mengurangi konsentrasi. Selain latihan fisik, pola tidur hingga pola makan juga turut diatur. Hal ini dilakukan untuk menjaga kondisi tubuh atlet agar tetap bugar.
Segala kerumitan di atas, membuat e-sports tidak bisa dipandang sebagai "cuma main game doang".
Atlet e-sports serupa dengan atlet cabang olahraga lainnya yang butuh kemampuan, pengetahuan, kekuatan, yang diperoleh dari ketekunan dalam berlatih.
Ketika seorang atlet e-sports menggenggam controller, keyboard, mouse, atau smartphone, mereka sama seperti atlet badminton yang memegang raket. Â
Alat yang mereka pegang, adalah medium untuk menunjukkan kemampuan mereka. Mereka mendapatkan kemampuan tersebut tidak berasal dari iseng belaka. Mereka mendapatkan kemampuan itu dari latihan keras dan ketekunan.
Oleh karena itu, e-sports tidak bisa dipandang sebagai "cuma main game doang!" Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H