Sampah dikubur di pasir. Yakali! Dokpri
Salah seorang petugas kebersihan di sana sempat saya tanya, "Mang (panggilan 'bang' dalam sunda), kenapa cuma dikubur? Kan percuma lama-lama pasirnya bakal kebawa air laut. Apalagi kalau pasang," tanya saya.
"Iya soalnya ga ada tempat lagi buat buang sampah. Mau dibakar juga kan gak boleh," kata penjaga tersebut.
"Lah emang gak ada petugas kebersihan yang ngangkut sampah gitu?"
"Yah begitulah," ucapnya sambil pergi.
Miris juga, pikir saya. Sebuah objek wisata yang bisa menghidupkan masyarakat sekitar tidak diimbangi dengan kesadaran untuk merawat.
Coba bayangkan kalau karena sampah yang bertebaran seperti itu kemudian objek wisata ini tidak laku dan sepi pengunjung. Pasti yang rugi juga masyarakat setempat bukan?
Masyarakat diuntungkan, alam dirugikan. Dokpri
Ah, sudahlah. Akan sulit kalau tidak dimulai dari kesadaran sendiri dan mencari hal yang dapat menyadarkan mereka, baik pengunjung seperti saya dan pengelola objek wisata itu adalah hal sulit. Mereka harus merasakan akibatnya terlebih dahulu, setelah kapok baru mereka sadar. Begitu mekanismenya.
Tapi jangan sampai karena masalah sampah ini Pantai Carita kemudian tinggal cerita. Cerita tentang keindahannya di masa lampau, di masa saya masih kecil. Berlari di atas pasir yang halus dengan desiran ombak melantun sebagai suara latar.
Sudahlah, saya malu. Malu melihat tingkah manusia yang tidak mau "berlebaran" dengan alam, yang membuang sampah seenaknya. Merasa dirinya sebagai penguasa dan bisa berbuat apa saja. Malu menjadi manusia yang hanya bisa motret dan curhat di blog keroyokan seperti ini tanpa melakukan apa-apa.
Sekian terimakasih.
---------------------------
Lihat Travel Story Selengkapnya