Sayang, usaha tarik ulur ini tidak berlangsung baik. FIFA secara resmi memberikan sanksi larangan bertanding di turnamen internasional dan juga larangan mendapatkan bantuan dari FIFA serta Konfederasi Sepak Bola Asia dalam bentuk apapun.
Garuda kemudian terpuruk. Satu sayap seolah dipatahkan. Namun ini semua untuk kebaikan. Benalu dan segala penyakit harus dihilangkan dalam badan, meski tidak akan sepenuhnya hilang. Tapi setidaknya Garuda (sepakbola Indonesia) bisa lebih sehat.
Bahkan Presiden Joko Widodo ikut memberikan komentar. Menurutnya hal yang patut ditegaskan ketika itu adalah ambisi Indonesia untuk meraih prestasi di level internasional, bukan hanya tampil di turnamen internasional.
"Melihat permasalahannya harus lebih lebar. Kita hanya ingin ikut di ajang internasional atau berprestasi di ajang internasional?" kata Presiden Joko Widodo ketika itu.
Saya sangat setuju.
Memang benar kita tidak bisa melihat sanksi ini begitu saja hanya dalam koridor yang sempit. Menurut saya, "sakit yang hanya sementara" ini layak dinikmati asalkan ke depannya sepak bola Indonesia berada pada kondisi yang jauh lebih baik.
Mungkin jika dianalogikan, pembekuan kemarin adalah ibarat jarum suntik yang disuntikkan pada tubuh. Sakit memang, tapi ada serum yang bisa menyembuhkan penyakit di dalamnya. Belum lagi kita harus menahan rasa rindu melihat timnas bertanding. Kita harus menahan rindu untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya serentak, menggemuruhkan isi satu stadion.
Tapi sudahlah, rasa sakit dan rindu itu sekarang sudah hilang. Jantung sepakbola Indonesia kembali berdetak pertanda adanya kehidupan. Harapan juga kembali muncul akan prestasi yang bisa digaungkan.
Dan tentu saja, asa untuk berprestasi kembali tumbuh seiring. Garuda juga bisa kembali terbang tinggi. Tinggal bagaimana kita ikut menjaga agar tidak kembali terjatuh seperti satu tahun kemarin.Â
--------
"In football, the good thing is things can change in a second" - Didier Drogba