Sebenarnya teknologi seperti ini memang dibuat untuk memudahkan manusia. Di masa depan, diperkirakan kecerdasan buatan ini akan digunakan pada robot-robot untuk membantu aktivitas manusia sehari-hari.
Lihat saja Google. Raksasa teknologi ini kini tengah melakukan riset dan pengembangan untuk membuat sebuah mobil tanpa sopir yang dapat mengantarkan penumpangnya secara mandiri. Tentu saja proyek Google ini juga salah satu pengembangan kecerdasan buatan.
Meski demikian ternyata kecerdasan buatan memiliki dua sisi yang bertolak belakang. Satu sisi akan sangat membantu manusia, sisi lain dapat membahayakan umat manusia.
[caption caption="Elon Musk, pemilik perusahaan SpaceX dan Tesla Motor. Sumber: Bussinesinsider"]
"Ini bukan masalah yang tidak saya pahami. Saya sudah tidak asing dengan teknologi dan sering membahas isu ini," kata Musk dilansir dari Mashable November 2014 lalu.
Ini bukanlah kali pertama ia menentang keras perkembangan teknologi kecerdasan buatan. Sebelumnya bahkan ia pernah memberikan komentar bahwa kecerdasan buatan akan sangat jauh lebih berbahaya dari pada senjata nuklir.
Elon Musk bukan sosok tunggal yang menentang teknologi ini. Fisikawan jenius, Stephen Hawking juga seringkali mengungkapkan kecemasannya soal perkembangan kecerdasan buatan yang begitu cepat.
Ia bahkan memprediksi bahwa pada suatu saat nanti robot yang memiliki kecerdasan buatan akan bisa menandingi, bahkan melampaui kemampuan manusia. Jika itu terjadi, maka datanglah hari kiamat.
Survey Ketakutan
Melihat adanya dua sisi yang bertolak belakang ini membuat salah satu lembaga riset membuat penelitian soal persepsi masyarakat atas perkembangan kecerdasan buatan ini.
Lembaga Tech Pro Research pada akhir tahun 2015 lalu mmerilis hasil riset yang bertajuk "Artificial Intelligence and IT: The good, the bad and the scary." Riset ini melibatkan sebanyak 534 responden yang paham dan mengetahui seluk beluk teknologi kecerdasan buatan.