Mohon tunggu...
Yudha Pratomo
Yudha Pratomo Mohon Tunggu... Jurnalis - Siapa aku

is typing...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Inikah Senjakala Twitter?

12 Maret 2016   12:15 Diperbarui: 12 Maret 2016   14:57 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kondisi Twitter kian terpuruk. Sumber : kompas.com"][/caption]Oktober 2015 kabar mengejutkan muncul bagi dunia teknologi. Pemimpin tertinggi situs mikroblog Twitter, Dick Costolo secara resmi mengundurkan diri dari perusahaan yang telah ia pimpin selama kurang lebih 5 tahun. Secara resmi pula Twitter kehilangan salah satu nakhoda terbaiknya.

Costolo memang tidak andil bagian ketika Jack Dorsey merintis Twitter. Namun ia yang memimpin Twitter sejak 2010 dapat mempertahankan burung biru agar tetap berada di peringkat atas perusahaan teknologi adalah sebuah prestasi yang layak diacungi jempol. Oleh karenanya, Twitter pantas kecewa ketika Costolo memutuskan untuk hengkang.

Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin itu peribahasa yang cocok untuk Twitter. Tidak lama berselang setelah kepergian Costolo, Twitter kembali ditinggal oleh petinggi-petinggi terbaiknya. Tidak tanggung-tanggung, ada 4 petinggi yang memutuskan melepaskan jabatannya dan 3 diantaranya pergi secara bersamaan. Mereka adalah Alex Roetter, Kevil Weil dan Katie Jacobs Stanton. Ketiganya menduduki posisi setara Vice President.

Tentu bukan tanpa alasan para petinggi ini meninggalkan si-burung-biru. Selama dua tahun terakhir Twitter memang menunjukan tanda-tanda kemunduran baik dalam sisi pengguna maupun profit. Memang, pihak Twitter sendiri mengklaim bahwa pengguna aplikasi mikroblog ini meningkat sekitar 25 persen dalam periode yang sama. Namun, lembaga survey independen mengemukakan data yang bertolak belakang. Twitter diketahui mengalami penurunan pengguna aktif, bahkan angka penetrasi Twitter terus merosot dari 30 persen ke 22 persen. Sahamnyapun melorot secara vertikal meski perlahan.

Mempertahankan Para Pegawai

Kepergian Dick Costolo dan 4 petinggi lainnya tentu memberikan pengaruh yang sangat besar. Seolah tidak ingin hanya bertumpu pada satu kaki, Twitter akhirnya kembali diambil alih oleh pendirinya, Jack Dorsey. Meski demikian gelombang pengunduran diri di perusahaan ini seolah sulit untuk dibendung. Karyawan level bawah, menengah, hingga tinggi terus mengajukan resign seolah mereka putus asa tidak lagi melihat adanya masa depan di perusahaan ini.

Sedikit demi sedikit para pegawai pergi dan Twitter punya cara agar karyawannya tidak angkat kaki dari perusahaan ini. 10 Maret kemarin dilansir dari Business Insider, Twitter berjanji akan memberikan jaminan saham terbatas bagi karyawannya yang mau bertahan. Selain itu, bonus besar juga menjadi ganjaran bagi karyawannya yang mampu terus mempertahankan atau bahkan mendongkrak popularitas dan penggunaan Twitter. Tidak tanggung-tanggung, Twitter mengiming-imingin akan memberi bonus setara Rp 650 juta hingga setara Rp 2,6 miliar bagi karyawannya yang berprestasi. Hal ini tentus saja demi menjaga agar Twitter tidak jatuh ke lembah kebangkrutan.

Sebenarnya apa yang menyebabkan Twitter mulai ditinggalkan? Tentu saja jawabannya adalah adanya alternatif jejaring sosial lain yang menawarkan pilihan fitur yang lebih beragam. Facebook adalah rakasasa jejaring sosial dan platform ini sudah lebih dulu muncul ketimbang Twitter.

Inovasi dan pengembangan yang terus dilakukan Facebook bagai peluru tajam bagi Twitter. Dengan mencaplok berbagai perusahaan lain seperti Whatsapp, Instagram, dan baru-baru ini aplikasi pengubah wajah Masquerade baru saja diakuisisi. Tentu dengan demikian akan ada semakin banyak fitur menarik di Facebook. Facebook semakin melebarkan sayapnya dan Twitter semakin meredup.

Di Indonesia sendiri Twitter mulai terganti ketika muncul jejaring sosial terbatas, Path. Memang karakteristik Path lebih tertutup dan kita bisa memilah serta memilih siapa saja yang orang yang boleh melihat aktivitas kita. Tapi malah karakteristik itulah yang diperlukan saat ini karena jejaring sosial yang terlalu terbuka malah dapat mengancam privasi setiap penggunanya.

Lihat saja Facebook. Bahkan setiap pengguna bisa dengan mudah menemukan orang yang ia cari lengkap dengan status atau aktivitas lainnya. Inilah yang membuat Path berjaya di Indonesia. Lalu apa yang harus dilakukan Twitter untuk mengimbangi jejaring sosial lain? Tentu saja pengembangan fitur produk namun tetap fokus pada arah bisnis yang jelas dan tetap mempertahankan karakteristik yang telah menjadi ciri khas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun