Entah kenapa sekarang setiap minggu berlalu begitu cepat di hidup saya. Memulai aktivitas di hari Senin, tau-tau sudah Rabu, eh akhirnya Jumat lagi. Dan hari-hari itu berlalu biasa-biasa saja buat saya. Tiap hari masuk bangun, masuk kantor, belajar, pulang, makan, tidur, dan terjadi hampir setiap hari. Mungkin yang membuat hidup saya sedikit lebih berwarna adalah dengan hadirnya Kompasiana tempat saya mencurahkan hati dan pikiran saya.
Dan setiap hari itu juga saya merasa bahwa semua hal yang saya jalani saat ini hanya sekedar melaksanakan kewajiban sebagai seorang karyawan. Saya tidak enjoy. Saya lelah. Dan bahkan saya berpikir otak saya terlalu bodoh dan sempit untuk bisa menerima ilmu-ilmu tentang angka ini lagi. Sebuah ilmu yang sebetulnya saya pilih sebagai studi kuliah tanpa paksaan siapa-siapa dan saya pilih
[caption id="attachment_92296" align="alignright" width="300" caption="Buku Tebal, Kopi, dan PC"][/caption]
karena suka dan menganggap financial things is cool. Namun apa yang terjadi sekarang? Sekarang saya merasa tidak berjodoh dengan buku tebal, excell, angka-angka dalam berpuluh-puluh digit, dan lain-lain. Dan sampai akhirnya pada pemikiran saya bahwa saya tidak akan selama-lamanya melakukan pekerjaan ini.
Dan setiap hari itu pula saya memiliki perbincangan dengan teman kantor saya, sebut saja namanya Chaca.
"Cha, gue benar-benar merasa nggak cocok nih di sini. Otak gue udah nggak nampung lagi nih," kataku saat kita sedang makan bubur ayam di pinggir kantor.
"Sama nih, gue juga dari kemarin training juga nggak ngerti apa-apa." jawabnya. Si Chaca memang baru saja selesai training selama lebih dari 2 minggu.
"Kayaknya gue beneran bakalan nggak lama-lama nih di sini. Ikatan dinas selesai, gue mau langsung keluar. Mau jadi ibu rumah tangga aja, ngurus suami, ngurus anak, dan nulis buku."
"Siapa juga yang nggak mau jadi ibu rumah tangga yang baik. Semua cewe mau kali, punya karir yang bagus sekaligus keluarga yang bahagia"
"Aduh, serius deh kalau gue sih nggak mampu Cha. Bener-bener udah luber isi otak gue,"
Chaca terdiam sesaat sambil menyendokkan buburnya yang masih mengepul.
"Kalau menurut gue sih Wi, apapun yang kita rencanakan nanti, mau keluar kek atau mau tetap stay dan meniti karir di sini, yang jelas sekarang kita lakukan dulu pekerjaan kita sebaik-baiknya. Jadi lets push ourselves to the limit!!" kata Chaca bersemangat.
Setiap hari aku berusaha mencerna kata-kata Chaca itu. Lets push ourselves to the limit. Kalau di translate harfiah agak aneh, tapi mungkin bisa diartikan Maksimalkan kemampuan kita sampai pol. Gimana mau pol, untuk nampung ilmu baru saja kok rasanya isi otak saya sudah luber semua. Setelah belajar konsepnya, mulai bikin laporan dari data-data angka yang setumpuk. Belajar lagi lah pengolahan data lewat excell dengan formula aneh-aneh. Excell sudah mulai bisa, ternyata datanya terlalu berat sehingga kalau menggunakan excell bisa-bisa pc nya lemot. Pakailah ms.access. Ya ampun, belajar kok nggak berhenti-berhenti. Bagaimana kalau otak saya nge hang nih?
Iseng-iseng saya mengecek tentang kapasitas otak manusia melalui google. Dan saya menemukan beberapa referensi tentang memori otak kita. Bahwa pada dasarnya otak manusia terdiri dari milyaran sel-sel. Diibaratkan bahwa otak manusia itu sebagai alam semesta, karena faktanya jika seluruh informasi buku perpustakaan di dunia dimasukkan ke dalam otak, maka otak manusia tidak akan penuh. Dan jika dalam 10 detik dimasukkan 10 informasi sampai kita meninggal ke dalam otak kita, mka otak kita belum terisi sepenuhnya (http://www.oksidan.com/content/view/116/48/).
Wawww.. kalau begitu tidak seperti hardisk yang selalu kita upgrade kalau kapasitasnya sudah full. Karena pada dasarnya kapasitas otak kita tidak terbatas, tidak perlu upgrade atau diganti yang baru. Yang perlu kita lakukan hanya memaksimalkannya. Maksimalkan? Yup, karena berdasarkan penelitian, manusia itu hanya menggunakan potensi otaknya kurang dari 10% bahkan 0,0001% (www.neilslade.com/Papers/).
Saya jadi miris sendiri melihat hasil temuan tersebut. Ternyata kita manusia itu benar-benar makhluk yang diciptakan dengan sangat sempurna dengan miliaran sel di otak kita dengan fungsinya masing-masing. Tapi apa iya, hanya sesedikit itukah kita menggunakan potensi otak kita? Dengan menggunakan potensi otak tidak sampai 10% saja bisa lulus sarjana dengan prestasi hampir cumlaude, apalagi kalau dimaksimalkan bisa-bisa 4.00 kali ya IP nya.
Kembali ke kerisauan saya tentang kestagnanan otak saya menerima ilmu tentang angka alias akuntansi di tempat kerja saya. Apa mungkin saya hanya menggunakan kapasitas otak saya yang seluas samudra itu tidak sampai 0,0001%? Ataukah di otak saya ada kelainan yang mungkin sebenarnya memori otak saya cuma sampai 4 GB, yang menyebabkan ketika ada file kerjaan yang lebih dari 1 GB membuat saya pusing? Tidak ada yang tau. Kita tidak akan tau sebatas apa kemampuan kita, sampai kita mencobanya. Setelah dipikir-pikir menjajal kemampuan kita juga merupakan salah satu cara bersyukur terhadap pemberian Allah SWT. Jangan sampai nikmat akal dan pikiran kita sia-siakan begitu saja.
Jadi.... Lets push ourselves to the limit!!!!
Semangat!!!!!! (ilustrasi from google)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H