SUDAH sepekan kasus hukum PT Bumi Serpong Damai, Tbk (BSD) dan PT Swiss German Uni (SGU) menyita perhatianku. Sebagai seorang mahasiswa dan warga Serpong, tentunya sangat prihatin dan berharap kasus ini berakhir dengan baik.
Perhatian publik utamanya tertuju setelah pihak BSD memasang papan pengumuman dan pagar di sekililing kampus SGU. Saya lalu berfikir, mengapa BSD berani mengambil langkah--yang tentunya terlihat tidak populis di mata orang awam?
Saya mencoba untuk mencari jawabannya dari beberapa media. Ada beberapa poin yang saya dapat tangkap dalam kasus BSD versus SGU.
Pertama, kasus ini murni masalah jual beli. BSD sebagai penjual tanah dan gedung kampus, dan SGU sebagai pembeli. BSD menggugat pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terhadap SGU ke Pengadilan Negeri Tangerang. Pemicunya adalah, hampir 7 tahun sejak Januari 2011, SGU menunggak pembayaran cicilan pembayaran gedung kampus kepada BSD dengan nilai total sebesar Rp157.556.776. ( BACA: Total Nilai Utang Swiss German University Terhadap BSD Rp 157 Miliar )
Kedua, BSD memutuskan untuk mengakhiri pinjam pakai tanah dan bangunan miliknya yang digunakan sebagai Kampus Swiss German University (SGU). PT BSD juga melakukan pemasangan papan pengumuman (plang) di sekeliling area kampus Swiss German University (SGU), Sabtu (17/12/2016) hingga Minggu (18/12/2016). Pemagaran dilakukan di atas lahan bersertipikat atas nama BSD, bukan di atas lahan bersertipikat atas nama BSD yang digunakan oleh SGU atau pihak lain.
Coba kembali baca secara perlahan dan mencoba bersikap adil dalam masalah ini.
Proses hukum mana yang dilanggar BSD? Jika, Anda pemilik rumah KPR tentu sangat maklum akan konsekuensi ini. Tidak membayar beberapa bulan saja, pihak bank langsung memasang papan peringatan. Apalagi sampai menunggak tujuh tahun lamanya?
Mari simak pengakuan Chris Kanter, Dewan Pembina di Yayasan Swiss German University Asia (YSGUA) dan juga salah satu pemegang saham di PT SGU di Pengadilan Negeri Tangerang. Dalam sidang, Chris Kanter mengakui, tanah dan bangunan stage I sudah diterima sejak Januari 2010 dan digunakan untuk kampus SGU.
Namun sejak tanah dan bangunan milik PT BSD dipinjam pakai, pihak PT SGU, belum pernah membayar cicilan atas pembelian tanah dan bangunan. ( BACA: SGU Akui Belum Bayar Tagihan ke BSD ).
Simak juga fakta-fakta yang terungkap dalam pertemuan antara orang tua mahasiswa dengan penyelenggara pendidikan di SGU baru-baru ini. Beberapa orang tua mengaku kaget dan kecewa setelah mengetahui bahwa ternyata SGU sebagai kampus elite standar internasional tidak memiliki tanah dan bangunan sendiri. Orangtua mahasiswa kecewa dengan pihak yayasan dan kampus SGU yang terkesan menyembunyikan fakta tentang syarat mutlak pendirian perguruan tinggi terkait sarana dan prasarana, yakni memiliki lahan dan gedung sendiri, atau sewa selama 20 tahun. Mereka juga mempertanyakan legalitas ijazah SGU ke depannya. Orang tua mahasiswa takut, karena masalah ini, anaknya akan sulit mendapat pekerjaan.
''Jangan tinggal diam. Bila perlu segera lakukan sidak untuk memastikan kasus itu. Jangan sampai mahasiswa dirugikan. Dua hal ini saja yang saya garisbawahi,'' tegasnya. ( BACA: Swiss German University Tak Punya Lahan Sendiri? ).
Persyaratan mendasar pendirian perguruan tinggi tertuang dalam Permen RistekDikti 50/2015 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran PTN, dan Pendirian, Perubahan dan Pencabutan Izin PTS antara lain menyatakan, ketiadaan sarana dan prasarana dapat membawa konsekwensi pencabutan izin operasional PTS tersebut. Belakangan terungkap, tanah dan gedung kampus SGU yang digunakan selama ini ternyata milik BSD. ( BACA: Perkuliahan Terganggu, SGU Diprotes Orang Tua Mahasiswa ).
Sampai sini saya justru mempertanyakan sikap kampus dan teman-teman mahasiswa yang hanya menutup mata adanya ketidakberesan dalam tubuh yayasan. Sudah sepatutnya dosen, dan teman mahasiswa sebagai kalangan terpelajar menuntut dan mengugat pihak yayasan tentang transparansi keuangannya.
Sejak SGU menerima manfaat pinjam pakai tanah dan bangunan mulai Januari 2010 untuk menyelenggarakan perkulihan, SGU telah beroperasi secara normal dalam menjalankan kegiatan belajar mengajar. Tak hanya itu, SGU menerima akreditasi dari BAN-PT, membuka dan menerima ribuan mahasiswa, meluluskan ribuan lulusan sarjana, dan menerima uang kuliah mahasiswa yang tentu nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.
Selain kalangan DPR, Sekjen Komnas Pendidikan, Andreas Tambah jauh-jauh hari juga telah mengingatkan Yayasan SGU agar bertanggung jawab atas hak-hak dan kelangsungan masa depan pendidikan mahasiswa jika pengadilan membatalkan PPJB atas tanah dan gedung milik PT BSD yang kini dijadikan sebagai kampus SGU.
''Jangan mencari kambing hitam, apalagi sampai membenturkan mahasiswa dengan pihak luar demi kepentingan sekelompok orang. Menyediakan sarana dan prasarana pendidikan merupakan tanggungjawab YSGUA sebagai penyelenggara pendidikan di SGU, bukan tanggungjawab mahasiswa atau pihak lain,” ujarnya. (BACA: Mahasiswa yang Terlantar Harusnya Minta Tanggung Jawab YSGUA ).
Dari tiga fakta di atas terlihat, kemelut yang terjadi di SGU menurut saya, murni karena kelalaian pihak yayasan SGU. BSD tidak memiliki persoalan dengan civitas academica SGU. BSD hanya ingin mengembalikan haknya dari pengendali SGU yang dinilai tidak memiliki itikad baik dan norma kepatutan dan keadilan.
Keluhan Orang Tua dan Mahasiswa
Sejumlah media massa memberitakan, banyak teman mahasiswa dan orang tua mahasiswa yang menghubungi BSD. Oleh BSD kemudian direspon dan menyatakan memberi dispensasi kepada mahasiswa yang sedang melakukan penelitian thesis untuk mengunjungi laboratorium di bekas kampus SGU tersebut. Dalam hal ini, BSD meminta mahasiswa mengajukan permohonan tertulis melalui Yayasan SGU. Lalu, jika ada mahasiswa bermaksud pindah ke kampus tetangga, BSD menawarkan bantuan beasiswa 50%. Menurut saya, respon BSD adalah hal yang wajar. Tawaran-tawaran tersebut dilontarkan BSD untuk merespon keluhan mahasiswa dan orang tua kepada pihak BSD yang resah pasca pembatalan pinjam pakai atas tanah dan gedung milik BSD yang selama ini digunakan sebagai kampus SGU.
Kini, saatnya teman-teman mahasiswa SGU untuk mendengarkan informasi dari kedua belah pihak, menganalisisnya secara seksama, bertanya kepada nurani untuk kemudian bersikap memilih civitas academica yang menjunjung tinggi pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H