Mohon tunggu...
mita pratiwi
mita pratiwi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkaca dari Kasus SGU: Jangan Jadikan Bisnis Berkedok Pendidikan

25 Desember 2016   22:42 Diperbarui: 26 Desember 2016   14:45 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BSD mendirikan pagar disekeliling kampus SGU. Foto: palapanews.com

SUDAH sepekan kasus hukum PT Bumi Serpong Damai, Tbk (BSD) dan PT Swiss German Uni (SGU) menyita perhatianku. Sebagai seorang mahasiswa dan warga Serpong, tentunya sangat prihatin dan berharap kasus ini berakhir dengan baik.

Perhatian publik utamanya tertuju setelah pihak BSD memasang papan pengumuman dan pagar di sekililing kampus SGU. Saya lalu berfikir, mengapa BSD berani mengambil langkah--yang tentunya terlihat tidak populis di mata orang awam?

Saya mencoba untuk mencari jawabannya dari beberapa media. Ada beberapa poin yang saya dapat tangkap dalam kasus BSD versus SGU.

Pertama, kasus ini murni masalah jual beli. BSD sebagai penjual tanah dan gedung kampus, dan SGU sebagai pembeli. BSD menggugat pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terhadap SGU ke Pengadilan Negeri Tangerang. Pemicunya adalah, hampir 7 tahun sejak Januari 2011, SGU menunggak pembayaran cicilan pembayaran gedung kampus kepada BSD dengan nilai total sebesar Rp157.556.776. ( BACA: Total Nilai Utang Swiss German University Terhadap BSD Rp 157 Miliar )

Kedua, BSD memutuskan untuk mengakhiri pinjam pakai tanah dan bangunan miliknya yang digunakan sebagai Kampus Swiss German University (SGU). PT BSD juga melakukan pemasangan papan pengumuman (plang) di sekeliling area kampus Swiss German University (SGU), Sabtu (17/12/2016) hingga Minggu (18/12/2016). Pemagaran dilakukan di atas lahan bersertipikat atas nama BSD, bukan di atas lahan bersertipikat atas nama BSD yang digunakan oleh SGU atau pihak lain.

BSD mendirikan pagar disekeliling kampus SGU. Foto: palapanews.com
BSD mendirikan pagar disekeliling kampus SGU. Foto: palapanews.com
Pada bagian lain, beberapa hari setelah pemagaran di sekitar kampus, dalam sidang gugatan pembatalan PPJB, Majelis Hakim menolak permohonan kuasa hukum SGU agar memerintahkan BSD mengembalikan tanah dan gedung miliknya untuk dipakai lagi oleh SGU dengan alasan untuk menyelamatkan perkuliahan. Menurut hakim, sidang gugatan pembatalan PPJB atas tanah dan bangunan milik BSD yang dipinjam pakai SGU tidak ada hubungannya dengan pemasangan plang dan pagar di sekeliling kampus SGU yang dilakukan BSD. (BACA: Hakim Tolak Permintaan SGU Gunakan Kampus Milik BSD ).

Coba kembali baca secara perlahan dan mencoba bersikap adil dalam masalah ini.

Proses hukum mana yang dilanggar BSD? Jika, Anda pemilik rumah KPR tentu sangat maklum akan konsekuensi ini. Tidak membayar beberapa bulan saja, pihak bank langsung memasang papan peringatan. Apalagi sampai menunggak tujuh tahun lamanya?  

Mari simak pengakuan Chris Kanter,  Dewan Pembina di Yayasan Swiss German University Asia (YSGUA) dan juga salah satu pemegang saham di PT SGU di Pengadilan Negeri Tangerang. Dalam sidang, Chris Kanter  mengakui, tanah dan bangunan stage I sudah diterima sejak Januari 2010 dan digunakan untuk kampus SGU.

Namun sejak tanah dan bangunan milik PT BSD dipinjam pakai, pihak PT SGU, belum pernah membayar cicilan atas pembelian tanah dan bangunan. ( BACA: SGU Akui Belum Bayar Tagihan ke BSD ).

Simak juga fakta-fakta yang terungkap dalam pertemuan antara orang tua mahasiswa dengan penyelenggara pendidikan di SGU baru-baru ini. Beberapa orang tua mengaku kaget dan kecewa setelah mengetahui bahwa ternyata SGU sebagai kampus elite standar internasional tidak memiliki tanah dan bangunan sendiri. Orangtua mahasiswa kecewa dengan pihak yayasan dan kampus SGU yang terkesan menyembunyikan fakta tentang syarat mutlak pendirian perguruan tinggi terkait sarana dan prasarana, yakni memiliki lahan dan gedung sendiri, atau sewa selama 20 tahun. Mereka juga  mempertanyakan legalitas ijazah SGU ke depannya. Orang tua mahasiswa takut, karena masalah ini, anaknya akan sulit mendapat pekerjaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun