Pulang adalah keharusan diantara pilihan waktu.
Sebab sudah ada yang menungguku di bangunan itu. Entahlah.
Sampai hari ini aku masih enggan menyebutnya rumah. tiada hangat yang mampu menyambut hadir.
Setiap sudutnya, hanya memunculkan getir.
Aku sudah tak betah, tapi berbagai pertimbangan selalu membuat keinginan pergiku patah. Lalu berserakan dan harus kutata ulang sebelum pergi. Supaya tidak ada kecemasan semu yang menanyaiku bertubi-tubi.
Aku baik-baik saja, Setidaknya karnamu aku jadi baik. Setidaknya kuputskan. Tuk ambil kejelasan.
Aku tak peduli akan luka yang telah menanti setelah keputusan ini.Â
Bukankah aku berhak menentukan kemana hatiku menemui kediaman?
Kemana lagi rasaku harus dialamatkan? Bila ternyata kau yang beriku kenyamanan?
Dalam ragu yang diwajarkan, kaupun mengiyakan.
Diiringi gejolak membuncah dan tak peduli rasa bersalah kita mulai menjalin kasih.