Kembali pada Bpk. Arman. Ia pun menjalani pemeriksaan tidur di laboratorium tidur. Alat yang digunakan bernama polisomnografi yang berasal dari bahasa Yunani poli (polus) berarti beberapa atau banyak, bahasa Latin somnus yang artinya tidur dan grafi dari grafein, bahasa Yunani untuk tulisan atau rekaman. Polisomnografi (PSG) berarti perekaman beberapa/banyak fungsi tubuh saat tidur.
Jangan bayangkan laboratorium tidur sebagai tempat yang menyeramkan. Syarat utama pemeriksaan tidur adalah kenyamanan.
Pemeriksaan tidur Bpk. Arman, terdapat episode-episode menegangkan. Dalam tidur nafasnya terhenti-henti. Sekali waktu ada henti nafas yang mencapai seratusan detik. Kadar oksigen dalam darahnya pun menurun hingga 60an persen. Padahal kadar oksigen kita saat terjaga adalah 98%-100%. Kerja jantung pun beberapa kali tampak berat. Suatu kali denyut nadinya melambat hingga 30an kali permenit.
Otaknya pun berulang kali terbangun akibat seringnya henti nafas. Istilah yang diperkenalkan oleh Dement dan Guilleminault untuk ukur derajat keparahan sleep apnea adalah AHI (apnea-hypopnea index) atau indeks henti nafas tidur. AHI Bpk. Arman adalah 74x/jam. Artinya, rata-rata ia mengalami henti nafas 74 kali setiap jamnya.
AHI 0-5x/jam adalah normal, 6-15x/jam ringan, 16-30x/jam sedang dan lebih dari 30x/jam sudah tergolong berat. Bpk. Arman termasuk kategori berat dan membutuhkan perawatan cepat.
Segera, Bpk. Arman dan keluarga menjalani program pemberian CPAP. Keluarga diminta untuk juga belajar memahami apa yang dialami Bpk. Arman. Program pemberian CPAP termasuk didalamnya pengenalan masker, pengenalan alat dan pengukuran tekanan yang tepat.
Selang beberapa waktu, ia mengabarkan perkembangannya. Pagi hari setelah ia menggunakan CPAP untuk pertama kali, ia amat terkejut. Tak pernah ia bangun dengan rasa segar bugar seperti ini. Berangsur, daya ingat, konsentrasi dan kebugarannya kembali. Ia juga melaporkan kini ia dapat dengan cepat mengambil keputusan dengan tepat. Perlahan tekanan darahnya pun kembali terkontrol dengan baik. Dada yang semula terasa pegal dan sakit saat bangun tidur tak ada lagi. Frekuensi bangun untuk kencing yang sebelumnya 2-3x tiap malam juga hilang. Karir dan kehidupan rumah tangganya kembali bergairah. Dalam kata-katanya: “seperti terlahir kembali!”
Ketika saya tanyakan bagaimana perasaannya setelah sekian lama menderita akhirnya bisa diatasi dengan mudah, Bpk. Arman menjawab: “Terus terang saya marah dengan minimnya informasi tentang sleep apnea di Indonesia. Andai saya tahu lebih awal, tak perlu menderita begini.” Lalu dia terdiam, “Tetapi kini setelah merasakan sendiri manfaatnya saya tak marah lagi. Yang penting sudah sembuh...Tapi ya itu...ngorok aja kok repot!” Dan kami pun tertawa.
dr. Andreas Prasadja, RPSGT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H