Mohon tunggu...
Hadi Pranoto
Hadi Pranoto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kopi pahit

Pernah belajar di pondok-pesantren al-Falah,Jember. Dari dusun Sumbergondo.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjelang Idul Adha dan Bulan Kemerdekaan di Tengah Pandemi, Membaca Pesan-pesan Pengorbanan

29 Juli 2020   10:35 Diperbarui: 29 Juli 2020   13:41 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto;ketika warga di dusun Sumbergondo,desa Tulungrejo di kecamatan Glenmore menghiasi jalan dengan potongan bambu yang ditancapkan dengan stride di sepanjang bibir jalan kampung.Memberinya cat warna Merah dan putih sesuai dengan warna bendera kebanggaan RI. | dokpri

Geliat masyarakat menyambut kemerdekaan sudah mulai nampak.Tradisi menghias jalan dan aneka perlombaan yang jadi ciri khas di bulan kemerdekaan pun sudah mulai terasa aromanya. Tapi di tengah pandemi aneka tradisi perlombaan itu jelas tidak akan semeriah momen tanpa keberadaan pandemi.

Momentum Agustus kali ini benar-benar berbeda karena kita memperingatinya bersama Hari Raya Qurban sekaligus ancaman pandemi yang masih berlangsung.

New normal membawa konsekuensi terhadap pembatasan ruang gerak dan interaksi sosial sehingga masyarakat bisa dipastikan memiliki cara dan gaya baru,di satu sisi tetap tidak kehilangan semarak momentum di sisi lain cukup aman dari risiko virus C-19. 

Dalam upaya menyongsong dua momentum besar tadi; Kemerdekaan dan Hari Raya Qurban. Besarnya makna bagi masyarakat Indonesia tentang momentum tersebut, khususnya bagi umat beragama Islam karena memuat histori akan sebuah "pengorbanan". Pengorbanan para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia dan pengorbanan seorang Ismail atas tunainya perintah "penyembelihan" dari Tuhan oleh Nabi Ibrahim.

Bagi masyarakat Indonesia memperingati hari kemerdekaan sudah menjadi budaya kesadaran reflektif masyarakat. Di mana masyarakat secara responsif mengenang para pejuang yang dengan gagah berani rela mengorbankan jiwa dan raganya melawan kolonialisme dan imperialisme demi tegaknya Indonesia merdeka, dengan pernak-pernik hiasan di sepanjang jalan mulai jalan kecil di pelosok-pelosok kampung hingga kota-kota besar dan juga pengadaan berbagai event lomba. Adalah simbol suka-cita ungkapan kongkret rasa syukur atas lahirnya kemerdekaan negeri ini di 17 Agustus 1945.

dokpri | Menggunakan media bambu sebagai pengingat senjata andalan para gerilyawan kemerdekaan
dokpri | Menggunakan media bambu sebagai pengingat senjata andalan para gerilyawan kemerdekaan
Melalui lomba-lomba yang diselenggarakan di bulan kemerdekaan ini pun, kita dapat membaca makna kompetisi yakni perjuangan untuk sebuah hadiah yang bernama "kemenangan". 

Kompentisi sendiri merupakan metode yang dapat mendongkrak majunya sistem demokrasi. Dengan ketatnya persaingan setiap orang baik yang di pemerintahan ataupun tidak akan dipacu untuk memberikan cara, gagasan dan kinerja yang berkualitas, sehingga taraf hidup masyarakat secara gradual akan mengalami peningkatan. 

Taruhlah, ketika pilkada para kontestan akan bersaing dengan ketat menawarkan ide, gagasan, visi dan misi terbaik mereka untuk dibaca dan menarik konstituen. Kontestan yang terpilih akan bekerja semaksimal mungkin memenuhi atau paling tidak mendekati gagasan dan visi-misi yang diusungnya untuk kepuasan publik.

Sedangkan yang tidak terpilih akan menjadi kontrol bisa juga mencari celah-celah kesalahan dan ketimpangan dari kompetitornya untuk dijadikan lompatan pencalonannya di kemudian hari, untuk menawarkan gagasan visi-misi yang baru sebagai alternatif atas kesalahan dan ketimpangan yang berlaku, dan begitu seterusnya. Dalam ruh demokrasi hal ini cukup penting untuk menjaga keseimbangan dan terwujudnya kinerja yang ideal dalam sistem.

Pada sisi yang lain, Hari Raya Qurban di kalangan orang beragama Islam pun memuat makna penting pengorbanan. Dari kisah pengorbanan Ayah dan anak untuk memenuhi perintah Tuhan. Jelas bukan sekedar mitos atau dongeng. Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as adalah pelaku sejarah murni beda dengan kisah atau legenda dalam sebuah mitos.Kisah Nabi-Nabi ini diabadikan dalam sumber ajaran yang paling utama dalam Islam yakni al-Quran.

Bermula dari mimpi Nabi Ibrahim yang mendapat perintah untuk menyembelih putra kesayangan dan yang diidam-idamkannya, Ismail. Sebuah perintah yang sangat berat dan cukup ekstrim ini tentu saja tidak mudah dilaksanakan. 

Pertarungan ego dan ketundukan atas wahyu sedang berlangsung. Nabi Ibrahim mengutarakannya kepada Nabi Ismail perihal perintah tersebut, bukannya kaget atau pun merasa keberatan Nabi Ismail dengan penuh rela dan kepasrahan yang total, sam'an wa-tho'atan. Ego akhirnya berjalan seirama dengan cahaya "wahyu".

Kepasrahan keduanya atas "wahyu" menjadi esensi terdalam agama. Pengorbanan Nabi Ismail pada akhirnya berbuah kemenangan besar bagi umat manusia.Menjadi praktik agama dengan sosial kemanusian yang berkelanjutan bahkan hingga hari akhir nanti.

Kepasrahan total yang menjadi akar pengorbanan dari kisah dua Nabi tersebut menjelaskan kepada kita bahwa ego tak lagi berdaya bila berhadapan dengan keyakinan.Tunduknya mereka seperti alam dengan hukum kausalitasnya, alam di 'tangan' Sang Pencipta, tak berdaya dan tak bisa berbuat apa-apa.

Pengorbanan keduanya juga mengajarkan sebuah moralitas bahwa hal yang kita cintai dan miliki di dunia ini tidaklah mutlak dan perlu dipertahankan mati-matian karena ia memiliki 'tuan-nya' sendiri Yang Maha Mutlak.

Meskipun memiliki latar histori yang berbeda dua momentum besar tadi yakni Hari Raya Qurban dan Hari Kemerdekaan Republik-Indonesia, keduanya memiliki kesamaan narasi tentang makna pengorbanan sebagai jalan awal kemenangan serta mengajarkan bahwa kemerdekaan sebagai nilai luhur demokrasi sekaligus merdeka dari kungkungan egoisme dan penjajahan nafsu keinginan yang temporal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun