Mohon tunggu...
Pranan Saputra
Pranan Saputra Mohon Tunggu... Freelance Graphic Designer -

Passionate with Graphic Design, Photography, and Videography. Wanna be VFX Specialist, then.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tipografi Berprinsip

3 November 2015   20:59 Diperbarui: 3 November 2015   21:15 2040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai salah satu elemen penting dalam bidang desain grafis, pengetahuan mengenai seluk-beluk huruf atau yang dikenal dengan istilah tipografi menjadi ilmu yang sifatnya wajib dipelajari oleh setiap orang yang berkecimpung di dalamnya. Demikian halnya dengan mata kuliah Tipografi di program studi Desain Komunikasi Visual, ISI Yogyakarta yang menjadi salah satu mata kuliah wajib bagi setiap mahasiswanya.

Surianto Rustan (2011 : 10) mendefinisikan tipografi sebagai salah satu bahasan dalam desain grafis yang tidak berdiri sendiri secara eksklusif, ia sangat erat terkait dengan bidang keilmuan lain seperti komunikasi, teknologi, psikologi, dan lainnya. Di samping jenis, bentuk, anatomi, spasi, ekspresi, persepsi, dan pesan visual dari masing-masing jenis huruf, pembahasan mengenai tipografi juga tak luput dari pembahasan mengenai prinsip-prinsipnya.

Alasan inilah yang kemudian menjadi dasar tugas Tipografi I, Prinsip Tipografi yang diberikan kepada setiap mahasiswa angkatan baru. Setiap mahasiswa diberi tugas untuk menguraikan prinsip tipografi yang diketahuinya dari produk desain grafis yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui studi inilah, pengetahuan dari masing-masing mahasiswa mengenai tipografi, khususnya prinsip tipografi diuji. Sebagian besar prinsip yang diuraikan berakar dari pemikiran masing-masing mahasiswa dan bukan merupakan prinsip-prinsip baku yang telah ada sebelumnya.

Ekspresi Diri dalam Tipografi

Tak bisa dipungkiri, produk desain grafis berupa ragam bentuk dan desain tulisan dapat ditemui di mana saja dan telah menjadi bagian dari rutinitas keseharian kita. Bahkan, sebagian besar darinya telah akrab di mata kita, seperti “Warung Makan Bu Djum”, “Pecel Lele Putri”, “Terima Jasa Angkut”, “Jasa Cleaning Service”, “Ahli Sumur”, “Sedot WC”, “Rumah Makan Padang Murah Meriah”, “Ahli Kunci”, “Jasa Pembuatan Stempel”, “Tambal Ban”, dan sebagainya. Jika diperhatikan, umumnya tulisan ini dibuat secara manual oleh masyarakat.

Inilah yang sering dikenal dengan istilah Tipografi Vernakular. Dikutip dari majalah Concept Edisi Februari 2011, secara bahasa, vernakular berasal dari kata vernaculus dengan induk kata verna yang artinya anak budak yang lahir di area rumah tuannya yang kemudian diartikan juga sebagai bahasa daerah, logat asli, dialek, seperti halnya yang diutarakan dalam kehidupan sehari-hari atau berbeda dengan bahasa formal yang dipelajari di bangku akademis.

Perancangan tipografi vernakular acap kali dijadikan sebagai wadah ekspresi bagi si pembuatnya dengan mengedepankan penyampaian informasi yang efisien dan efektif sehingga terkesan mengaburkan prinsip desainnya. Salah satu hal yang menarik dari tipografi vernakular yang termasuk di dalam ‘desain grafis jalanan’ ini adalah peran serta masyarakat awam dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu desain dalam kehidupan sehari-hari yang cukup tinggi.

Mereka yang notabene belum pernah mengenyam pendidikan ilmu seni dan desain grafis tanpa sadar telah menerapkan beberapa dasar keilmuan tersebut di berbagai media, baik yang digunakan sebagai identitas promosi bagi usaha mereka maupun bentuk-bentuk ekspresi seni lainnya. Entah disengaja atau tidak, seakan-akan ada sistematika tertentu yang diterapkan dalam perancangan desain grafis jalanan, seperti penerapan fungsional tulisan dan gambar sebagai identitas, informasi bahkan sign system dan promosi. Pada perancangan desain grafis jalanan ini lebih sering ditemukan layout rata tengah (centered), penggunaan huruf kapital, penambahan outline dan efek-efek dalam usaha menjadikan tulisan terlihat stand out, kerning yang tidak merata, dan seringnya ada usaha untuk meniru teknologi dan tren huruf pada setiap masanya.

Inilah yang kemudian dijadikan acuan dalam menguraikan prinsip tipografi, khususnya tipografi vernakular pada kedua karya mahasiswa DKV ISI Yogyakarta angkatan 2013, yaitu Habiburahman dan Yusuf Nugroho. Keduanya menyampaikan prinsip tipografi vernakular berdasarkan observasi yang telah mereka lakukan sebelumnya. Habiburahman menyoroti tipografi vernakular yang terdapat di beberapa warung pecel lele. Ia membagi prinsip tipografi vernakular menjadi tiga, yaitu hirarki yang berkaitan dengan sequence (urutan) penyampaian informasi, konvensi yang berkaitan dengan pendekatan teknologi yang digunakan, dan dekoratif yang erat kaitannya dengan bentuk dan anatomi hurufnya.

Ia melihat prinsip hirarki dari sequence (urutan) informasi yang disampaikan dengan memberikan penekanan (emphasis) baik itu warna, ukuran, arah, dan posisi teks. Selanjutnya, ia menjadikan pendekatan teknologi yang digunakan dalam perancangan tipografi vernakular sebagai acuan dalam menulis prinsip tipografi yang kedua, yaitu prinsip konvensi. Sedangkan, pada prinsip ketiga yang ia tulis, penekanan pada bentuk dan anatomi yang dilihat menjadi alasanya memasukkan prinsip dekoratif sebagai salah satu dari ketiga prinsip yang ia tuangkan dalam karyanya.

Habiburahman, “Mengenal Prinsip Tipografi di Warung Pecel Lele”

Berbeda halnya dengan Habiburahman, Yusuf lebih menyoroti tipografi vernakular pada media promosi jasa yang ada di beberapa media di ruang publik, seperti tiang listrik, pohon, tembok, dan sebagainya dengan menguraikannya dalam prinsip yang ia sebut sebagai prinsip mono visual. Alasannya menulis prinsip mono visual sebagai prinsip dalam tipografi vernakular adalah kesan mirip/serupa baik dari warna, jenis font, layout, dan media yang digunakan. Ia beranggapan bahwa kesan mirip/serupa yang ada pada media promosi tersebut menjadikannya kurang menarik. Namun, justru kesan mirip/serupa itulah yang membuat tipografi vernakular sebagai bagian desain grafis jalanan memiliki karakter tersendiri sehingga mudah dikenali.

Yusuf Nugroho, “Prinsip Mono Visual”

Tipografi vernakular yang termasuk dalam bagian desain grafis jalanan seringkali dianggap sebagai karya grafis ‘kacangan’ dan tidak menarik. Padahal dengan segala bentuk keterbatasannya, inilah yang justru menjadi ciri khas pada tipografi vernakular yang belum tentu mampu dihadirkan oleh maestro desain grafis dunia. Tipografi vernakular sebagai salah satu bagian dari ilmu tipografi yang selama ini dipandang sebelah mata oleh sebagian besar orang, tak lantas kemudian menjadikan tipografi vernakular tak menarik lagi untuk dibahas atau diaplikasikan dalam perancangan media komunikasi lainnya. Justru dari sedikitnya perhatian inilah yang memberi peluang besar bagi desainer grafis atau typeface designer professional untuk dapat menghidupkan tipografi vernakular dalam karya-karyanya.

Tipografi ‘Jualan’

Selain tipografi vernakular, media promosi seperti iklan pun tak lepas dari prinsip-prinsip tipografi sebagai salah satu materi di dalamnya. Iklan merupakan salah satu produk desain grafis yang befungsi mempromosikan suatu produk. Selain itu, iklan juga dapat digunakan sebagai media kampanye social yang efektif. Perancangan iklan yang efektif tak lepas dari huruf sebagai unsur tipografi. Huruf dalam iklan digunakan untuk menuangkan copy agar audience dapat terpengaruh. Pemilihan dan penataan huruf erat kaitannya dengan kesesuaian copy pada iklan yang dirancang. Untuk dapat mengaplikasikan fungsi huruf dengan baik dalam media iklan, tentu membutuhkan pengetahuan mengenai tipografi yang mumpuni.

Salah satu hal yang tak boleh dilupakan dalam penyusunan huruf pada media iklan, adalah readability dan legibility. Readability berhubungan dengan tingkat keterbacaan suatu teks. Sedangkan, legibility berhubungan dengan kemudahan mengenali dan membedakan masing-masing huruf. Selain kedua prinsip tersebut, Nanang Khoiron S., salah satu mahasiswa DKV ISI Yogyakarta 2013 dalam tugas Tipografi I, Prinsip Tipografi miliknya menambahkan satu lagi prinsip berdasarkan hasil pengamatan yang telah ia lakukan sebelumnya, yaitu prinsip publikatif.

Ia melakukan pengamatan pada aspek fungsi dari teks yang digunakan dalam media iklan tersebut. Melalui karya tersebut, ia menjelaskan prinsip publikatif berkaitan dengan menarik atau tidaknya jenis font yang digunakan. Menurutnya, apabila jenis font yang digunakan menarik, tentu akan dapat membuat audience tertarik untuk membacanya dan sebaliknya apabila jenis font yang digunakan tidak menarik akan membuat audience enggan membacanya.

Nanang Khoiron S., “Prinsip Publikatif”

Kesimpulan

Tipografi sebagai salah satu ilmu dalam ranah desain grafis tak lepas dari prinsip-prinsip yang menjadi salah satu materi di dalamnya. Prinsip tipografi dapat berakar dari berbagai aspek, seperti fungsi, layout, karakter, dan sebagainya tergantung dari pengalaman dan pengetahuan seseorang. Seiring perkembangan teknologi, tipografi termasuk prinsip tipografi di dalamnya akan terus berkembang dan bervariasi.

 

Pranan S. Saputra

Mahasiswa DKV ISI Yogyakarta 2013

 

Daftar Pustaka

Rustan, Surianto. (2011). Font & Tipografi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Majalah Concept Edisi Februari 2011, “Desain Grafis: Vernakular, Kesenian Pinggir Jalan”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun