Berbeda halnya dengan Habiburahman, Yusuf lebih menyoroti tipografi vernakular pada media promosi jasa yang ada di beberapa media di ruang publik, seperti tiang listrik, pohon, tembok, dan sebagainya dengan menguraikannya dalam prinsip yang ia sebut sebagai prinsip mono visual. Alasannya menulis prinsip mono visual sebagai prinsip dalam tipografi vernakular adalah kesan mirip/serupa baik dari warna, jenis font, layout, dan media yang digunakan. Ia beranggapan bahwa kesan mirip/serupa yang ada pada media promosi tersebut menjadikannya kurang menarik. Namun, justru kesan mirip/serupa itulah yang membuat tipografi vernakular sebagai bagian desain grafis jalanan memiliki karakter tersendiri sehingga mudah dikenali.
Tipografi vernakular yang termasuk dalam bagian desain grafis jalanan seringkali dianggap sebagai karya grafis ‘kacangan’ dan tidak menarik. Padahal dengan segala bentuk keterbatasannya, inilah yang justru menjadi ciri khas pada tipografi vernakular yang belum tentu mampu dihadirkan oleh maestro desain grafis dunia. Tipografi vernakular sebagai salah satu bagian dari ilmu tipografi yang selama ini dipandang sebelah mata oleh sebagian besar orang, tak lantas kemudian menjadikan tipografi vernakular tak menarik lagi untuk dibahas atau diaplikasikan dalam perancangan media komunikasi lainnya. Justru dari sedikitnya perhatian inilah yang memberi peluang besar bagi desainer grafis atau typeface designer professional untuk dapat menghidupkan tipografi vernakular dalam karya-karyanya.
Tipografi ‘Jualan’
Selain tipografi vernakular, media promosi seperti iklan pun tak lepas dari prinsip-prinsip tipografi sebagai salah satu materi di dalamnya. Iklan merupakan salah satu produk desain grafis yang befungsi mempromosikan suatu produk. Selain itu, iklan juga dapat digunakan sebagai media kampanye social yang efektif. Perancangan iklan yang efektif tak lepas dari huruf sebagai unsur tipografi. Huruf dalam iklan digunakan untuk menuangkan copy agar audience dapat terpengaruh. Pemilihan dan penataan huruf erat kaitannya dengan kesesuaian copy pada iklan yang dirancang. Untuk dapat mengaplikasikan fungsi huruf dengan baik dalam media iklan, tentu membutuhkan pengetahuan mengenai tipografi yang mumpuni.
Salah satu hal yang tak boleh dilupakan dalam penyusunan huruf pada media iklan, adalah readability dan legibility. Readability berhubungan dengan tingkat keterbacaan suatu teks. Sedangkan, legibility berhubungan dengan kemudahan mengenali dan membedakan masing-masing huruf. Selain kedua prinsip tersebut, Nanang Khoiron S., salah satu mahasiswa DKV ISI Yogyakarta 2013 dalam tugas Tipografi I, Prinsip Tipografi miliknya menambahkan satu lagi prinsip berdasarkan hasil pengamatan yang telah ia lakukan sebelumnya, yaitu prinsip publikatif.
Ia melakukan pengamatan pada aspek fungsi dari teks yang digunakan dalam media iklan tersebut. Melalui karya tersebut, ia menjelaskan prinsip publikatif berkaitan dengan menarik atau tidaknya jenis font yang digunakan. Menurutnya, apabila jenis font yang digunakan menarik, tentu akan dapat membuat audience tertarik untuk membacanya dan sebaliknya apabila jenis font yang digunakan tidak menarik akan membuat audience enggan membacanya.
Kesimpulan
Tipografi sebagai salah satu ilmu dalam ranah desain grafis tak lepas dari prinsip-prinsip yang menjadi salah satu materi di dalamnya. Prinsip tipografi dapat berakar dari berbagai aspek, seperti fungsi, layout, karakter, dan sebagainya tergantung dari pengalaman dan pengetahuan seseorang. Seiring perkembangan teknologi, tipografi termasuk prinsip tipografi di dalamnya akan terus berkembang dan bervariasi.