Sebelum menggeluti dunia kuliner, profesi Hanik sama seperti diriku, jurnalis. Dia berpindah-pindah media, di antaranya Tabloid Nyata, Majalah Kartini, Wanita Indonesia, sebelum kemudian jadi konsultan media di sebuah kementerian di Jakarta.
Hanik harus balik ke kampung halaman karena ingin mendampingi orangtua yang sering masuk rumah sakit. "Saya buka warung ini tahun 2020. Rencananya buka Juni, tetapi karena pandemi, mundur jadi Oktober," kisah Hanik.
Membuka usaha di masa sulit, tentu bukan sebuah keputusan mudah. Tetapi, keseriusan Hanik dan sang istri pun membuahkan hasil. Kini warungnya jadi jujugan banyak komunitas dan karyawan yang berkantor di seputaran #Panuluhkopidanangkringan. Â Â
Di tengah obrolan kami, Hanik lalu menghubungi cak Toto Soemarsono. "Mreneo, ono mas Pra nang kene," ucap Hanik.
Saya dan Toto sempat sekantor waktu sama-sama jadi buruh di pabrik koran Surya. Juga sama-sama orang lapangan. Cuma beda bagian. Aku yang keluyuran cari berita, Toto keluyuran melayani pelanggan, alias bagian sirkulasi. Â
Toto pensiun dini sekitar tahun 2008, saat Surya masih berkantor di Jl Margorejo Indah.
Tak berapa lama, Toto pun merapat ke #Panuluhkopidanangkringan. Dan obrolan jadi makin seru.
Seperti Hanik, dari obrolan kami, saya jadi tahu bahwa Toto juga petarung tangguh.
Setelah pangsiun tahun 2008 dia balik kampung dan membuka usaha kaos dan merchandise berlabel 'Gadhe Tjinderamata Tulungagung'. Toto mengangkat tema khas daerah bernuansa budaya Tulungagung untuk ciri khas kaosnya, mulai gambar artefak sampai tradisi cethe --melabur batang rokok dengan ampas kopi.
Toto memiliki outlet di tempat yang cukup strategis di Jl MT Haryono. Pelanggannya tidak hanya wisatawan saja tetapi para TKI asal Tulungagung yang merantau di luar negeri.
"Awalnya, sempat ragu. Tapi, sing penting tatag (berani)," ujarnya. Â