Mohon tunggu...
Achmad Pramudito
Achmad Pramudito Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Pemerhati seni budaya, dunia pendidikan, dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jumping @Rusun Urip Sumoharjo: Kecelakaan Itu Sepersekian Kelengahan, Sepersekian Kesigapan [1]

23 Juli 2023   23:42 Diperbarui: 23 Juli 2023   23:43 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEMORI : 06 JUNI 2007:

- Ini bukan kisah baru. Musibah yang menimpaku ini –yang terjadi 16 tahun silam—pernah kutulis di aplikasi blogspot. Kini kutulis ulang di sini, untuk pengingat bagi siapa pun –terutama keluarga dan teman-teman dekatku—dalam kondisi apa pun jangan lupa tetap bersyukur.-

Hari itu, RABU, pukul –sekitar— dua’an siang, dalam perjalanan liputan ke Club Deluxe.
Kecepatan kendaraan [Honda Kirana] seperti biasa. Standar, 50-60an km/jam. Tidak terlalu kencang karena arus lalu lintas di Jl Urip Sumoharjo saat itu cukup padat. Seperti biasanya.

Tepat di depan rusun, mendadak terlihat sepeda motor di depanku –aku masih cukup ingat dinaiki seorang pria—mendadak terjatuh. Untuk menghindari tabrakan, otomatis aku menginjak rem secepatnya.

“Alhamdulillah. beruntung aku masih bisa menghentikan kendaraan sehingga tidak sampai menabrak sepeda motor di depanku.” Itulah yang ada di benakku ketika aku merasakan laju sepeda motorku berhenti sekitar dua meter di belakang sepeda motor yang jatuh gara-gara pengendaranya kena ‘bola liar’ dari arah rusun Urip Sumoharjo.

Keberuntungan yang ternyata tidak 100 persen sempurna. Pasalnya, sepersekian detik kemudian –sebagai efek kendaraan yang berhenti mendadak—tubuhku melenting. Badanku melesat dari motor dengan gaya yang tidak pernah aku ingat seperti apa.

Yang kutahu, saat berikutnya tubuhku sudah terkapar di atas trotoar sambil bibir terucap kata,”Ya Allah!” berulang-ulang. Ketika aku membuka mata, aku jadi perhatian banyak orang. Belasan orang mengerubuti, mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada diriku.

Oo, jik orip! Selamet!” seru seseorang.

“Istighfar, Nak! Ayo Istighfar!” ujar seorang pria tengah baya.

Petaka di Rusun Urip Sumoharjo

Seseorang yang lain berusaha melepas sepatu dari kakiku. Dalam ketidakberdayaanku, upaya –yang aku anggap sebagai pertolongan—itu aku biarkan. Helm yang semula lengket di kepala entah sudah melesat kemana. Namun, tas punggung masih menempel dan sekaligus sebagai tumpuan punggung saat aku jatuh.

Sambil mengikuti ajakan membaca istighfar, aku mencoba menggerakkan anggota badanku. Mulai dari jari kaki. Jari-jari di kedua kaki berfungsi baik. Aman. Lalu ganti jari tanganku. Juga begitu. Aman juga. Sambil menggerakkan jari tangan, aku memeriksa pesawat handphone yang menempel di tubuh.

Semua masih ada di tempat masing-masing. Alhamdulillah, aman. Tapi begitu aku mencoba berdiri, ‘Ya Allah!’ Aku terkapar lagi! Aku tak mampu berdiri. Bahkan untuk duduk pun tidak ada daya. Ada yang tidak beres di bagian pundak kiri sehingga aku tak mampu berdiri. [to be continued]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun