Mohon tunggu...
Achmad Pramudito
Achmad Pramudito Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Pemerhati seni budaya, dunia pendidikan, dan lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jurnalisme Lintas Gen: Zaman Mesin Ketik dan Fax, Modem hingga 'Semua di Satu Genggaman'

8 Juli 2023   06:48 Diperbarui: 8 Juli 2023   07:10 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PERKEMBANGAN teknologi digital yang merambah semua lini kehidupan manusia saat ini tentu tak terbayangkan bakal merubah banyak hal, terutama tentunya di industri media massa.

Anak milenial, apalagi Gen Z pasti gak ngeh dengan peralatan kerja macam mesin ketik. Atau misal manfaat mesin facsimile (faks/fax). Bahkan sekali pun mereka menggeluti dunia jurnalistik. Karena sekarang semua ada di satu genggaman, yaitu telepon pintar atau bisa pula dilakukan menggunakan laptop.

Saya bersyukur dapat kesempatan mengikuti perkembangan itu secara langsung, mulai pakai mesin ketik, komputer jadul yang memakai disket, lalu CD, dan kini flashdisk yang mudah dikantongi kemana-mana.

Terlahir dari orangtua yang bekerja sebagai staf Humas Kotamadya (sekarang jadi Kota) Surabaya, mesin ketik menjadi pemandangan sehari-hari di rumah. Mesin ketik ini pula yang kemudian menjadi alat kerja saat bertugas di Bali.

Mesin ketik, pita mesin tik, lembaran kertas, dan tip ex menjadi satu kesatuan tak terpisahkan saat mulai fokus bikin berita. Ketegangan bakal memicu stres saat mendekati deadline beberapa kali salah memencet tombol mesin ketik sehingga harus beberapa kali pula menghapusnya pakai tip ex.

Tak bisa langsung ditimpa. Kesalahan ketik yang ditutup cairan tip ex ini harus ditiup beberapa kali sampai benar-benar kering baru bisa mulai melanjutkan mengetik.

Tuntas? Belum. Langkah berikutnya adalah mencari kantor pos atau sentra telepon umum untuk mengirim berita lewat faksimile. Selanjutnya menggunakan telepon umum di tempat yang sama menghubungi mas Ale yang waktu itu redaktur daerah yang mengomando wartawan-wartawan Surya di seluruh wilayah Indonesia Timur, termasuk Bali tentunya.

Numpang ngetiknya ini di Hotel Kokoon Surabaya. (dok Pribadi)
Numpang ngetiknya ini di Hotel Kokoon Surabaya. (dok Pribadi)
Kadang mas Pieter P Gero --jurnalis Kompas yang diperbantukan di tahun-tahun awal Harian Surya bertransformasi dari Mingguan Surya---menggantikan mas Ale untuk koordinasi liputan-liputan dari reporter dari wilayah Indonesia Timur ini.

Selesai? Belum. Jika hasil kiriman berita di mesin fax Mabes (Markas Besar istilah kami untuk Kantor Pusat Harian Surya) kurang jelas, harus kirim ulang. Atau, setelah dibaca mas Ale atau mas Pieter ada kekurangan data, balik ke kos-kosan untuk mengetik ulang hingga lengkap.

Untuk proses pengiriman berita lewat mesin faksimile ini kadang dibantu mas Raka Santri, wartawan Kompas untuk area Bali memakai mesin faksimile yang ada di rumahnya. Tetapi itu jarang terjadi, karena mas Raka Santri sering punya agenda liputan lain sehingga tidak selalu siap di rumah.  

Sebagai karyawan baru di Harian Pagi Surya --yang waktu itu edar nasional---dan wilayah liputan yang juga baru --Bali, saya beruntung dapat dukungan dan bantuan mas Raka Santri dan Ahmad Baraas. Kedua jurnalis Kompas ini membuat saya enjoy sehingga cepat beradaptasi dan mengenal banyak narasumber di daerah yang 'asing' ini.

Numpang ngetiknya ini di Hotel Kokoon Surabaya. (dok Pribadi)
Numpang ngetiknya ini di Hotel Kokoon Surabaya. (dok Pribadi)

Pindah Tugas Mojokerto

Rutinitas 'sambang' kantor pos atau sentra telepon umum yang dilengkapi mesin faksimile ini masih berlanjut ketika pindah tugas ke Mojokerto. Selama berstatus karyawan Surya --mulai 1990 sampai pensiun 2018, saya sempat ditugaskan di beberapa daerah.

Setelah Bali, kemudian ditarik ke Mojokerto, Malang, Banyuwangi, Bojonegoro, dan Tuban. Sekitar tahun 1997an masuk Mabes untuk penugasan di Pemprov Jatim merangkap di Hankam --jajaran Kodam V/Brawijaya dan Koarmatim.

Ketika tugas di Banyuwangi, alhamdulillah, sudah didukung komputer jadul yang monitornya tabung itu. Dan proses pengiriman berita lewat modem. Ini berlangsung hingga masuk Bojonegoro.

Teknologi terus berkembang. Dan dalam perjalannya, tak selalu mulus. Ketegangan dan stres ini seakan jadi kawan setia di menit-menit pengiriman berita ke Mabes. Karena jaringan modem tidak selalu lancar.

Itu baru soal bikin berita. Belum lagi proses pengiriman foto. Urusan kirim foto pelengkap berita ini pun sama ribetnya dengan bikin berita yang masih pakai mesin ketik.

Zaman kamera masih pakai film, harus proses cuci cetak dulu sebelum kemudian dipilih mana yang mau dikirim ke Mabes pakai jasa ekspedisi tentunya.  

Segala keribetan, stres, dan pasti kelelahan itu berbayar bangga, ketika esoknya lihat koran Surya yang terbit memuat hasil liputan di halaman satu. Kebanggaan kian membuncah saat melihat foto dipasang di porsi utama. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun