Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Manajemen Satwa Liar

16 Januari 2021   18:02 Diperbarui: 16 Januari 2021   18:10 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) mencatat, tahun 2020 terdapat kematian gajah liar sebanyak 19 kematian gajah liar dengan lokasi terbanyak di Aceh, Jambi dan Riau. 

Kebanyakan gajah tersebut mati karena ulah manusia (jerat listrik, racun, perburuan dan seling baja). Dari jumlah tersebut, hanya tiga gajah yang mati secara alami. 

 Kematian gajah liar pada 2020 meningkat dibanding dengan tahun 2019 yang tercatat sembilan kematian. Bila diakumulasi selama satu dekade (2011-2020), jumlah kasus kematian gajah mencapai 189 ekor.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) KLHK, Indra Exploitasia mengatakan bahwa beberapa langkah yang ditempuh pihaknya dalam mengatasi konflik antara manusia dengan gajah sumatera antara lain adalah penetapan koridor hidupan liar, penggiringan dan translokasi gajah, membangun pembatas hijau (green barrier) yang merupakan batas alam jelajah gajah dengan pemukiman masyarakat serta konsrvasi diluar habitat asli (eksitu). 

Disamping itu, KLHK sedang menyusun regulasi berupa Instruksi Presiden (Inpres) tentang pengarusutamaan keanekaragaman hayati. Nantinya setiap sektor wajib meletakkan posisi konservasi keanekaragaman hayati sebagai bagian dari kebijakan sektor.

Kembalikan Ke Fungsi Utamanya

Sesungguhnya apa yang telah dilakukan KLHK melalui Direktorat KKH dengan kegiatan antara lain adalah penetapan koridor hidupan liar, penggiringan dan translokasi gajah, membangun pembatas hijau (green barrier) yang merupakan batas alam jelajah gajah dengan pemukiman masyarakat serta konsrvasi diluar habitat asli (eksitu), hanyalah sebagian kecil dari kegiatan pengawetan kawasan konservasi apabila kegiatan utama dan terutama dari kegitan pengawetan kawasan konservasi tersebut tidak dapat berlangsung dengan baik, karena terjadi mismanajemen. Oleh karena itu, untuk mengembalikan pada manajemen yang baik dan benar, perlu adanya langkah-langkah:

Pertama, seharusnya, pemerintah (KLHK) mengembalikan konsep kerangka pembagian kawasan konservasi dengan tegas dan jelas sebagaimana UU no. 5/1990. 

Bukankah pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan dengan menjaga keutuhan kawasan suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) agar tetap dalam keadaan asli (in-situ). 

Bukankah zona inti adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apa pun oleh aktivitas manusia. 

Kesimpulannya adalah habitat satwa liar yang dilindungi karena terancam punah seperti gajah sumetara adalah disuaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) dan taman nasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun